Dua Pasang Hati

Jum'at, 17 April 2015 - 08:34 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Un rendezvous “Here, we go! Who’s enjoying the party tonight? Raise up your hand, baby!!!!” suara teriakan Danang Abdi, the dj’s tonight memenuhi ruang gempita sebuah Amoure Bistro di bilangan Kemang, Jakarta Selatan.

Semua orang larut dalam suasana pesta yang dipenuhi dengan gegap gempita lampu disko malam ini. Semua tamu undangan berteriak senang dan berjingkrak menikmati dentuman keras yang mengalun di Amoure Bistro itu. Termasuk, seorang wanita berpostur mungil yang dengan percaya dirinya menggunakan heelsberukuran 12 cm.

Tubuh proporsionalnya itu dibalut dengan tube dressberwarna hitam mengkilap sepanjang paha. Dia tidak tampak lelah saat bergoyang bersama beberapa teman lainnya, walaupun menggunakan high-heelsbegitu tinggi, melainkan tersenyum puas dan bahagia, seolah lagu-lagu keras itu menjadi obat pelipur laranya. “Laraaaa!” sebuah suara perempuan meneriaki namanya.

Saking asyiknya, cewek mungil itu malah nggak mendengar namanya disebut, sampai si pemanggil itu menyambanginya. Ternyata wanita ini adalah salah seorang sahabatnya kala SMA, Vanessa Karina, atau yang biasa dipanggil Echa. Cewek inilah yang punya hajat sebenarnya. Dia secara khusus mengundang sobat lamanya ini, karena dia tahu Lara sedang jenuh-jenuhnya dengan para klien rese yang interiornya minta diselesaikan dengan cepat.

Echa tahu sahabatnya ini termasuk salah satu jagoan desain interior yang superandal. Maka sebagai sahabat yang baik, daripada kasihan mendapati sobatnya merengut terus karena pekerjaannya yang menggunung, lebih baik Lara diberikan refreshing, sekali-kali. Sekalian, Echa juga merayakan pesta pertunangannya dengan Ardio, salah seorang dokter bedah jantung yang usianya lebih tua tiga tahun darinya.

Yah… nggak heran kalo Echa belum menikah sampai sekarang. Dia menuruti keinginan kekasihnya, Ardio yang ingin menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter spesialis. Walaupun awalnya dia ribet, karena ibunya sudah memintanya untuk dinikahi, tapi dengan usaha gigih Ardio meyakinkan ibu Echa, maka sang ibu mengizinkan Ardio melanjutkan hubungan dengan wanita berambut gelombang itu.

“LARAAAAA!” teriaknya lebih keras, agar temannya ini cepat sembuh dari godekgodeknya itu. “Eh, ohmy, God?? ECHA? Apa kabar?!!!” teriaknyanggak kalahkencang. Namanyajugalagi clubbing, suaraapa punbisanggak kedengeran. Lara menghamburkan pelukannya pada Echa, sobatlamanya ini. Echa balas memeluknya erat-erat, “Are you having fun now? Feel happy??”

Cewek itu mengangguk kuat-kuat. “Thank you, Babe. Elo yang punya acara, malah gue yang dikasih kado,” gumamnya. Lagi-lagi, dua perempuan itu tertawa-tawa dan menikmati alunan keras dari lagu hip-hop yang di-remix oleh sentuhan DJ malam itu. Meanwhile… Sesosok pria bertubuh tinggi besar, dengan polo shirtberwarna hitam gelap yang dipadukan dengan celana jeans berwarna navy blue, tampak berdiri tegak dan kokoh di pinggir bar di bistro yang sama. Sama sekali, dia membenci tempat-tempat seperti ini.

Bikin dosa aja deh, dia bergumam dalam hati. Matanya menyapu pemandangan para perempuan cantik yang bertebaran di bistro malam ini. Nggak ada satu pun dari mereka yang mengenakan pakaian tertutup, semuanya memamerkan kemolekan tubuh mereka, evenyang bertubuh besar dan gendut pun gelap mata karenanya. Untungnya, dia nggak begitu tertarik dengan semua wanita malam tersebut.

Yah, jangankan mau menggodanya, kalo dia dapat pacar dari tempat seperti ini, bisa dipastikan sang ayahnya mengusirnya dari rumah. Begonya, si cowok yang berprofesi sebagai dokter ini, mau aja lagi diajak ke tempat yang jelas-jelas not belong to him itu. Matanya beberapa kali mengeluarkan air mata, akibat dempulan asap-asap rokok yang memenuhi seluruh bar. Selain itu, banyak cowok yang tampak getol mendekati cewek-cewek yang menarik perhatiannya tersebut, dengan mengobrol sekadar basa-basi atau berlanjut (ya, you know…) (bersambung)

OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1054 seconds (0.1#10.140)