Dua Pasang Hati
A
A
A
Berbanding terbalik dengan Keenan yang terlihat dingin, tenang dan cuek, Lara bersifat periang dan mampu menghidupkan suasana. Ia sangat humoris, lihat saja dari bahasanya yang selalu mengundang gelak tawa, siapapun pasti sangat senang mengobrol dengannya.
Lara juga sangat pandai dalam berekspresi, apalagi mimik konyolnya, pasti Echa dan Ardio nggak bisa lagi tahan tertawa. Maka dari itu, entah perasaan apa yang membuat Echa begitu yakin pada dirinya sendiri untuk mempersatukan Keenan dan Lara. Meskipun sifat mereka berbeda jauh, namun banyak chance untuk Keenan dan Lara bisa bersatu.
Asal... ada usaha dari tangan dingin Echa dan Ardio, juga pastinya Tuhan Yang Maha Esa. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan pula yang menentukan, gitu kata orang jaman dulu. Echa menyelidiki banyak hal yang tidak ada dalam diri Keenan, justru ditemukan pada Lara, begitu pun sebaliknya.
Seperti misalnya, Keenan yang katanya udah bawaan dari lahir mukanya serius kayak Albert Einstein, susah bercanda dan selalu serius dengan apapun yang dibicarakannya, jika dipersatukan dengan Lara yang kelakuannya kayak Sule OVJ, udah pasti seru dan nggak bisa dibayangkan betapa lucunya pasangan ini, hihihi. Sayangnya, Lara begitu membenci Keenan karena masa lalunya yang pelik itu.
Tapi biar gimana pun, sebagai sahabat Lara, Echa merasa harus turun tangan sekaligus mendoakan Lara supaya kembali berjodoh dengan Keenan. Sepeninggal Echa yang seharian membahas Keenan padanya, Lara bersiap-siap berangkat menuju Rumah Sakit Harapan Bangsa, rumah sakit yang merekrut Magenta Architecture untuk dibangun. Lara sangat semangat mengenai hal itu, pasalnya di dalam tim desain interiornya ini, ia bekerja sama dengan Dodo dan Silvia.
Silvia Prameswari, dulu adalah rekannya di Home Living and Furniture dulu. Silvia sudah lama bekerja satu team dengan Lara dalam bidang desain interior. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu bertugas pemasok material yang akan digunakan untuk interior ruang dalam ruang praktik nanti. Makanya Lara merasa tenang, orang kepercayaannya masih berada di sampingnya.
Maka tepat pukul dua belas tiga puluh, Lara dan dua rekan se-timnya itu bergegas menuju Rumah Sakit Harapan Bangsa. Meskipun matahari sedang bersemangat memberi cahaya bagi makhluk bumi, Lara tidak patah asa untuk memuaskan klien pertamanya hari ini. Tak butuh waktu lama, Lara dan kedua rekannya telah sampai dengan selamat di halaman parkir Rumah Sakit Harapan Bangsa.
Dengan gedung bernuansa modern berwarna broken-white itu, terdapat dua pilar besar yang berdiri kokoh di depan pintu masuk lobby rumah sakit tersebut. Segera, Lara berjalan dengan penuh percaya diri menuju lobby Harapan Bangsa itu. ”Wih, iki mesti yang biayain wong sugih ,” gumam Dodo penuh decak kagum melihat bangunan megah rumah sakit tersebut. Lihat saja yang datang ke rumah sakit ini, semua tamu menjinjing tas branded dengan model terbaru.
Lara memakluminya dalam hati sambil berpikir, kapan ya gue bisa gitu juga? Beli barang online shop yang replica-nya aja gue udah bersyukur . Mata Lara dimanjakan oleh barisan perawat-perawat cantik nan modis yang mondar-mandir di lobby utama sambil mendorong kursi roda para pasien mereka. Waduh, surga dunia banget nih buat si playboy Panji, kalo saja dia jadi ikut.
”Mbak Lara, kita mesti lapor dulu nih ke resepsionisnya. Yuk kita kesana,” ajak Silvia sambil mengarahkan mereka ke bagian kanan. Lara, Silvia dan Dodo berdiri di depan lobby resepsionis. Didapatinya seorang perawat dengan badge Teressa Schouten, yang bertubuh tambun tapi tersenyum ramah pada mereka.
”Selamat siang, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya kemudian. ”Hmm, begini, Sus. Saya Lara Ardenia, dari Magenta Architecture. Saya kesini mau bertemu dengan Bapak Hasan Sulaiman, kepala rumah sakit Harapan Bangsa,” sahut Lara. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Lara juga sangat pandai dalam berekspresi, apalagi mimik konyolnya, pasti Echa dan Ardio nggak bisa lagi tahan tertawa. Maka dari itu, entah perasaan apa yang membuat Echa begitu yakin pada dirinya sendiri untuk mempersatukan Keenan dan Lara. Meskipun sifat mereka berbeda jauh, namun banyak chance untuk Keenan dan Lara bisa bersatu.
Asal... ada usaha dari tangan dingin Echa dan Ardio, juga pastinya Tuhan Yang Maha Esa. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan pula yang menentukan, gitu kata orang jaman dulu. Echa menyelidiki banyak hal yang tidak ada dalam diri Keenan, justru ditemukan pada Lara, begitu pun sebaliknya.
Seperti misalnya, Keenan yang katanya udah bawaan dari lahir mukanya serius kayak Albert Einstein, susah bercanda dan selalu serius dengan apapun yang dibicarakannya, jika dipersatukan dengan Lara yang kelakuannya kayak Sule OVJ, udah pasti seru dan nggak bisa dibayangkan betapa lucunya pasangan ini, hihihi. Sayangnya, Lara begitu membenci Keenan karena masa lalunya yang pelik itu.
Tapi biar gimana pun, sebagai sahabat Lara, Echa merasa harus turun tangan sekaligus mendoakan Lara supaya kembali berjodoh dengan Keenan. Sepeninggal Echa yang seharian membahas Keenan padanya, Lara bersiap-siap berangkat menuju Rumah Sakit Harapan Bangsa, rumah sakit yang merekrut Magenta Architecture untuk dibangun. Lara sangat semangat mengenai hal itu, pasalnya di dalam tim desain interiornya ini, ia bekerja sama dengan Dodo dan Silvia.
Silvia Prameswari, dulu adalah rekannya di Home Living and Furniture dulu. Silvia sudah lama bekerja satu team dengan Lara dalam bidang desain interior. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu bertugas pemasok material yang akan digunakan untuk interior ruang dalam ruang praktik nanti. Makanya Lara merasa tenang, orang kepercayaannya masih berada di sampingnya.
Maka tepat pukul dua belas tiga puluh, Lara dan dua rekan se-timnya itu bergegas menuju Rumah Sakit Harapan Bangsa. Meskipun matahari sedang bersemangat memberi cahaya bagi makhluk bumi, Lara tidak patah asa untuk memuaskan klien pertamanya hari ini. Tak butuh waktu lama, Lara dan kedua rekannya telah sampai dengan selamat di halaman parkir Rumah Sakit Harapan Bangsa.
Dengan gedung bernuansa modern berwarna broken-white itu, terdapat dua pilar besar yang berdiri kokoh di depan pintu masuk lobby rumah sakit tersebut. Segera, Lara berjalan dengan penuh percaya diri menuju lobby Harapan Bangsa itu. ”Wih, iki mesti yang biayain wong sugih ,” gumam Dodo penuh decak kagum melihat bangunan megah rumah sakit tersebut. Lihat saja yang datang ke rumah sakit ini, semua tamu menjinjing tas branded dengan model terbaru.
Lara memakluminya dalam hati sambil berpikir, kapan ya gue bisa gitu juga? Beli barang online shop yang replica-nya aja gue udah bersyukur . Mata Lara dimanjakan oleh barisan perawat-perawat cantik nan modis yang mondar-mandir di lobby utama sambil mendorong kursi roda para pasien mereka. Waduh, surga dunia banget nih buat si playboy Panji, kalo saja dia jadi ikut.
”Mbak Lara, kita mesti lapor dulu nih ke resepsionisnya. Yuk kita kesana,” ajak Silvia sambil mengarahkan mereka ke bagian kanan. Lara, Silvia dan Dodo berdiri di depan lobby resepsionis. Didapatinya seorang perawat dengan badge Teressa Schouten, yang bertubuh tambun tapi tersenyum ramah pada mereka.
”Selamat siang, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya kemudian. ”Hmm, begini, Sus. Saya Lara Ardenia, dari Magenta Architecture. Saya kesini mau bertemu dengan Bapak Hasan Sulaiman, kepala rumah sakit Harapan Bangsa,” sahut Lara. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)