Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 10

Selasa, 28 Februari 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Ketika Kwee Lun melihat betapa Swat Hong telah berdiri di atas genteng sambil membawa Gu-taijin, diam-diam dia menjadi kagum bukan main. Kiranya gadis itu amat cerdiknya. Tahulah dia bahwa dara perkasa itu hendak menggunakan kekuasaan Gu-taijin untuk membasmi kejahatan yang merajalela di Leng-sia-bun!

Maka sambil tertawa bergelak dia pun melompat dan tubuhnya melayang ke atas genteng di mana dia berdiri di samping Swat Hong dan berkata mengejek, "Hong-moi, bagaimana kalau kita dorong tong kotoran ini ke bawah saja dan melihat perutnya berhamburan di bawah sana?"

"Jangan... jangan... aduh, ampunkan saya...." Gu-taijin berkata memohon dengan rasa takut menghimpit hatinya.

"Kalau begitu, hayo kau membuat pengumuman dan perintah, menurutkan kata-kataku." Swat Hong berbisik di belakang pembesar itu. Gu-taijin mengangguk-angguk, kemudian terdengarlah suaranya lantang mengikuti perintah yang dibisikkan oleh Swat Hong.

"Hai, dengarlah baik-baik semua pembantuku dan semua penduduk Leng-sia-bun! Hari ini, dengan bantuan Kwee-taihiap dari Pulau Kura-kura, aku baru mengetahui bahwa di kota ini terdapat komplotan penjahat yang diketuai oleh Hartawan Ciu Bo Jin! Mereka mendirikan rumah judi, hotel, pelacuran, dan rumah makan di mana terjadi segala macam kejahatan, perjudian curang, pemaksaan terhadap gadis-gadis yang diculik untuk dijadikan pelacur dan penyogokan terhadap para petugas pemerintah!

Sekarang Ciu-wangwe telah tewas! Anak buahnya akan diampuni asal saja mulai sekarang mau merobah watak dan tidak lagi melakukan kejahatan! Dan semua wanita yang dipaksa menjadi pelacur, akan dibebaskan dan dikirim pulang ke rumah masing-masing dengan mendapat bekal masing-masing seratus tail perak!

Semua ini harus dijalankan sebaiknya. Kalau ada yang melanggar, dia akan dihukum sesuai dengan hukuman pemerintah, dan selain itu, juga Kwe-taihiap sendiri akan selalu mengawasi dan memberi hukuman terhadap mereka yang tidak mentaati perintah kami ini!"

Tiba-tiba terdengar sorak-sorai penduduk dan terjadi keributan karena beberapa orang tukang pukul yang pernah berbuat sewenang-wenang, tiba-tiba dikeroyok oleh penduduk! Sekali ini, para pasukan pemerintah tidak ada yang berani melindungi para tukang pukul itu sehingga mereka mengaduh-aduh dan tidak berani melawan, mengalami pemukulan penduduk sampai babak belur!

Dan para wanita pelacur yang berasal dari keluarga baik-baik dan yang dipaksa menjadi pelacur dengan berbagai ancaman dan siksaan, sudah menangis riuh-rendah, menangis saking girang, terharu, dan juga duka.

"Awas kau, Gu-taijin. Kalau sampai semua ucapanmu tadi tidak kaulaksanakan, kami akan melaporkan bahwa engkau sebagai seorang kepala daerah telah diperalat oleh orang jahat dengan jalan sogokan, dan selain itu, kami akan datang kembali khusus untuk menyembelih lehermu!" Swat Hong berbisik dengan nada penuh ancaman.

Pembesar itu mengangguk-anggukkan kepalanya seperti seekor ayam mematuki gabah. Ketika dia mengangkat muka memandang, ternyata kedua orang itu telah lenyap dan dia hanya berdiri sendirian saja di atas genteng yang begitu tinggi. Tentu saja dia menjadi ngeri sekali.

"Bhong-ciangkun... tolong... tolong saya turun....!"

Bhong-ciangkun telah melihat bayangan kedua orang itu berkelebat, maka dia lalu meloncat naik ke atas genteng dan membawa pembesar itu turun.

"Bagaimana, apakah hamba harus mengejar mereka?" Bhong-ciangkun berbisik.

"Hushhh...! Bodoh! Masih untung kita..." Pembesar itu berbisik kembali kemudian berkata lantang. "Hayo laksanakan perintahku tadi!'"

Demikianlah, peristiwa itu menjadi semacam dongeng sampai bertahun-tahun di kalangan penduduk Leng-sia-bun, dan betapa pun orang mencari kedua orang pendekar itu, tak pernah lagi mereka melihat mereka. Memang Swat Hong dan Kwee Lun telah melarikan diri dari kota itu dan melanjutkan perjalanan mereka dengan hati puas.

"Hebat kau, Hong-moi!" Kwee Lun memuji. "Luar biasa sekali! Kalau tidak ada engkau yang membantuku dengan siasat yang cerdik itu, tentu akan lain jadinya! Aku masih sangsi apakah aku akan mampu menaklukkan mereka! Tentu akan terjadi banjir darah, dan mungkin aku sendiri akhirnya mati dikeroyok."

"Ah, sudahlah, Kwee-twako. Kau yang hebat, menggunakan tali merobohkan restoran dan dengan hanya bersenjatakan tambang dapat menghadapi pengeroyokan puluhan orang!"

"Tidak ada artinya dibandingkan dengan sepak terjangmu, Moi-moi. Engkau telah membantuku sehingga tugasku selesai dengan hasil baik. Tak pernah aku akan dapat melupakan ini! Dan sebagai balasnya, aku akan membantumu mencari Ibumu dan Suhengmu sampai berhasil pula!"

Wajah Swat Hong menjadi suram, dan dta menarik napas panjang. "Hemm .... Ibu dan Suheng pergi tanpa meninggalkan jejak. Ke mana aku harus mencari?" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0369 seconds (0.1#10.140)