Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 13 Bagian 2
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Sin Liong dan Swat Hong juga berpamit dan meninggalkan Tee-tok bersama puterinya yang mengantar mereka sampai di pintu depan. Setelah kedua orang itu berjalan pergi dan tidak nampak lagi, terdengar Siangkoan Hui terisak dan menutupi matanya dengan ujung baju.
Siangkoan Houw menghela napas dan merangkulnya. Dara itu makin berduka menangis sesenggukan di dada ayahnya. Tee-tok menepuk-nepuk pundaknya dan berkata, "Hemm, tidak patut anak Tee-tok begini lemah hatinya! Aku tahu bahwa kau jatuh cinta kepadnya. Hui-ji. Memang dia seorang penwda luar biasa!
Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh pada diri Sin-tong itu. Aku akan merasa heran kalau sampai mendengar dia itu menikah! Dia tidak seperti manusia biasa! Dia dari Pulau Es, demikian Sumoinya. Mereka itu berbeda dengan kita. Selain itu, engkau adalah tunangan putera Lusan Lojin Bu Si Kang. Engkau sejak kecil telah dijodohkan dengan Bu Swi Liang, Biarlah aku akan mencari lagi mereka!"
Siangkoan Hui tidak menjawab dan dia menurut saja ketika diajak masuk ke rumah oleh ayahnya yang amat menyayanginya. Sebetulnya, sukarlah dikatakan apakah Siangkoan Hui benar-benar jatuh cinta kepada Sin Liong. Kiranya lebih tepat dikatakan kalau dia tertarik dan suka menyaksikan wajah dan sikap pemuda yang halus budi itu. Untuk dikatakan jatuh cinta, kiranya masih terlalu pagi!
Sementara itu Sin Liong dan Swat Hong mengerahkan kepandaian mereka berlari cepat. Mereka tergesa-gesa hendak segera tiba di Bu-tong-san. Swat Hong masih kelihatan agak mengkal hatinya oleh peristiwa yang terjadi di Puncak Awan Merah. Akan tetapi urusan itu kini didesak oleh urusan baru yang lebih penting. Mendengar bahwa Bu-tong-pai di pimpin oleh "Ratu Pulau Es", dia dan Sin Liong tidak sangsi lagi menduga bahwa yang dimaksudkan dengan ratu itu tentutah The Kwat Lin!
Diam-diam terdapat perbedaan besar di dalam hati kedua orang muda itu ketika mereka menuju ke Bu-tong-san. Di dalam hati Sin Liong hanya terdapat keinginan untuk memenuhi pesan gurunya, yaitu minta atau merampas kembali pusaka-pusaka Pulau Es dari The Kwat Lin, sedangkan di dalam hati Swat Hong terdapat keinginan untuk membunuh wanita itu yang dianggapnya telah mencelakakan penghidupan ibunya!
***
Keadaan di Bu-tong-pai mengalami perubahan hebat semenjak The Kwat Lin menjadi ketua partai persilatan besar itu. Bukan hanya perubahan di luar, yang nampak jelas karena adanya banyak anggauta perkumpulan golongan hitam dan sepak terjang mereka yang kasar dan ugal-ugalan, mengandalkan kepandaian untuk menentang siapa saja, akan tetapi juga terjadi perubahan di sebelah dalam yang tidak diketahui oleh orang luar.
Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis seorang diri di dalam kamarnya! Periatiwa yang memalukan hati dara ini, yaitu ketika dia melihat betapa kakaknya, Swi Liong, telah menjadi kekasih dari subo mereka sendiri!
Tadinya tentu saja hal itu terjadi secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi kini dia melihat sendiri betapa subonya dan kakaknya itu berjina secara terang-terangan, tidak bersembunyi lagi dan biarpun pada siang hari di mana banyak mata para anggauta Bu-tong-pai menyaksikannya, dengan seenaknya ketua Bu-tong-pai itu memasuki kamar Bu Swi Liang atau sebaliknya pemuda itu memasuki kamar subonya kemudian pintu kamar ditutup dari dalam!
Hati Swi Nio memberontak, akan te tapi apa yang dapat dia lakukan kecuali menangis? Dan memang sungguh menyedihkan sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang kini terjebak oleh nafsu berahi dan menjadi hamba nafsu berahi, juga menjadi hamba subonya sendiri yang membuatnya tergila-gila!
Hal ini tidak amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang pemuda yang masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat menahan godaan dan rayuan seorang wanita yang sudah matang seperti The Kwat Lin. Pula, memang rasa kagum seorang muda terhadap lawan kelaminnya yang lebih tua dengan mudah menyeretnya ke dalam perangkap cinta nafsu. (Bersambung)
Sin Liong dan Swat Hong juga berpamit dan meninggalkan Tee-tok bersama puterinya yang mengantar mereka sampai di pintu depan. Setelah kedua orang itu berjalan pergi dan tidak nampak lagi, terdengar Siangkoan Hui terisak dan menutupi matanya dengan ujung baju.
Siangkoan Houw menghela napas dan merangkulnya. Dara itu makin berduka menangis sesenggukan di dada ayahnya. Tee-tok menepuk-nepuk pundaknya dan berkata, "Hemm, tidak patut anak Tee-tok begini lemah hatinya! Aku tahu bahwa kau jatuh cinta kepadnya. Hui-ji. Memang dia seorang penwda luar biasa!
Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh pada diri Sin-tong itu. Aku akan merasa heran kalau sampai mendengar dia itu menikah! Dia tidak seperti manusia biasa! Dia dari Pulau Es, demikian Sumoinya. Mereka itu berbeda dengan kita. Selain itu, engkau adalah tunangan putera Lusan Lojin Bu Si Kang. Engkau sejak kecil telah dijodohkan dengan Bu Swi Liang, Biarlah aku akan mencari lagi mereka!"
Siangkoan Hui tidak menjawab dan dia menurut saja ketika diajak masuk ke rumah oleh ayahnya yang amat menyayanginya. Sebetulnya, sukarlah dikatakan apakah Siangkoan Hui benar-benar jatuh cinta kepada Sin Liong. Kiranya lebih tepat dikatakan kalau dia tertarik dan suka menyaksikan wajah dan sikap pemuda yang halus budi itu. Untuk dikatakan jatuh cinta, kiranya masih terlalu pagi!
Sementara itu Sin Liong dan Swat Hong mengerahkan kepandaian mereka berlari cepat. Mereka tergesa-gesa hendak segera tiba di Bu-tong-san. Swat Hong masih kelihatan agak mengkal hatinya oleh peristiwa yang terjadi di Puncak Awan Merah. Akan tetapi urusan itu kini didesak oleh urusan baru yang lebih penting. Mendengar bahwa Bu-tong-pai di pimpin oleh "Ratu Pulau Es", dia dan Sin Liong tidak sangsi lagi menduga bahwa yang dimaksudkan dengan ratu itu tentutah The Kwat Lin!
Diam-diam terdapat perbedaan besar di dalam hati kedua orang muda itu ketika mereka menuju ke Bu-tong-san. Di dalam hati Sin Liong hanya terdapat keinginan untuk memenuhi pesan gurunya, yaitu minta atau merampas kembali pusaka-pusaka Pulau Es dari The Kwat Lin, sedangkan di dalam hati Swat Hong terdapat keinginan untuk membunuh wanita itu yang dianggapnya telah mencelakakan penghidupan ibunya!
***
Keadaan di Bu-tong-pai mengalami perubahan hebat semenjak The Kwat Lin menjadi ketua partai persilatan besar itu. Bukan hanya perubahan di luar, yang nampak jelas karena adanya banyak anggauta perkumpulan golongan hitam dan sepak terjang mereka yang kasar dan ugal-ugalan, mengandalkan kepandaian untuk menentang siapa saja, akan tetapi juga terjadi perubahan di sebelah dalam yang tidak diketahui oleh orang luar.
Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis seorang diri di dalam kamarnya! Periatiwa yang memalukan hati dara ini, yaitu ketika dia melihat betapa kakaknya, Swi Liong, telah menjadi kekasih dari subo mereka sendiri!
Tadinya tentu saja hal itu terjadi secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi kini dia melihat sendiri betapa subonya dan kakaknya itu berjina secara terang-terangan, tidak bersembunyi lagi dan biarpun pada siang hari di mana banyak mata para anggauta Bu-tong-pai menyaksikannya, dengan seenaknya ketua Bu-tong-pai itu memasuki kamar Bu Swi Liang atau sebaliknya pemuda itu memasuki kamar subonya kemudian pintu kamar ditutup dari dalam!
Hati Swi Nio memberontak, akan te tapi apa yang dapat dia lakukan kecuali menangis? Dan memang sungguh menyedihkan sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang kini terjebak oleh nafsu berahi dan menjadi hamba nafsu berahi, juga menjadi hamba subonya sendiri yang membuatnya tergila-gila!
Hal ini tidak amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang pemuda yang masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat menahan godaan dan rayuan seorang wanita yang sudah matang seperti The Kwat Lin. Pula, memang rasa kagum seorang muda terhadap lawan kelaminnya yang lebih tua dengan mudah menyeretnya ke dalam perangkap cinta nafsu. (Bersambung)
(dwi)