Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 12 Bagian 11
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Kini mereka berhadapan dan saling pandang. Keduanya kelihatan tertegun karena sama-sama tidak menyangka. Kwee Lun sama sekali tidak menyangka yang ditangkapnya tadi, dipeluknya karena disangkanya seorang pelayan kiranya adalah seorang dara remaja yang cantik jelita!
Sedangkan Soan Cu yang terkejut melihat seorang pemuda yang begini tampan gagah perkasa. Sejenak keduanya saling pandang, kemudian timbul kegalakan Soan Cu yang menjadi marah.
Dia memang sudah mendongkol disuruh pergi oleh Sin Liong, hatinya gelisah memikirkan Sin Liong biarpun dla yakin pemuda itu akan mampu menjaga dirinya. Kini ada orang yang betapa gagahnya pun telah berlaku kurang ajar.
"Setan alas! Siapa kau? Tentu kaki tangan Tee-tok, ya? Hendak menangkap aku? Keparat jahanam! Engkau sudah bosan hidup!"
"Tar-tar-tar...!!" Cambuk buntut ikan hiu itu sudah meledak-ledak di atas kepala Kwee Lun. Soan Cu mengira bahwa sekali serang saja kepala pemuda gagah itu tentu akan pecah.
Seberapa hebat sih kepandaian anak buah Tee-tok? Akan tetapi betapa herannya ketika dia melihat pemuda tinggi besar itu dapat mengelak dengan amat cepatnya, bahkan telapak tangan pemuda itu berhasil menepuk lengannya yang memegang cambuk.
"Plakkk!" Pemuda itu terheran. Taraparannya tidak membuat cambuk itu terlepas! "Aihhh... nanti dutu, jangan menyerang begitu. Aku bukan anak buah Tee-tok atau racun manapun juga!"
Namun Soan Cu sudah merasa penasaran sekali. Kembali dia menyerang dan kini cambuknya berubah menjadi segulung sinar hitam yang menyambar-nyambar dibarengi suara meledak-ledak, Akan tetapi, Kwee Lun tetap dapat mengelak dan meloncat ke sana-sini, bahkan kadang-kadang dia berani menangkis cambuk itu dengan telapak tangannya!
Hal ini tentu saja mengagumkan hati Soan Cu. Dan tidak tahu bahwa pemuda itu menggunakan Ilmu Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) yang mengandung sinkang tingkat tinggi yang membuat telapak tangannya menjadi lemas seperti kapas dan karenanya tidak terluka oleh benda keras!
"Nona cantik tapi galak seperti kucing lapar!" Kwee Lun balas memaki ketika melihat nona itu menyerang terus sambil memaki-maki. "Berhentilah dulu dan kita bicara!"
"Iblis raksasa, kau yang kelaparan!" Soan Cu membentak makin marah dan kini dia sudah mencabut pedangnya, pedang Coa-kut-kiam! Dengan kedua senjatanya ini, dia menyerang kalang kabut!
"Wah, runyam! Perempuan galak dan ganas!" Kwee Lun terancam bahnya maut dan dia pun terpaksa lalu mencabut pedangnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya memegang kipas gagang perak.
"Tringgg... cringgg-tranggg....!" Bunga api berpijar dan keduanya terdorong ke belakang oleh pertemuan senjata yang hebat itu tadi. Kipas bertemu dengan cambuk dan pedang bertemu pedang. Masing-masing menjadi terkejut dan terheran. Tenaga sinkang mereka seimbang!
"Bagus! Mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Soan Cu sudah menerjang lagi.
"Tranggg...! Tranggg...!!" Kembali Kwee Lun menangkis sekuatnya dan mereka terdorong mundur.
"Sombongnya! Manusia mana kuat bertanding sampai selaksa jurus? Makan waktu berapa bulan? Tunggu dulu, mengapa kau marah-marah kepadaku seperti orang kebakaran jenggot?"
"Ngaco! Jenggotmu yang kebakaran!"
"Eh, ohhh! Kau bikin aku bingung! Benar, kau tidak berjenggot. Eh, kenapa kau marah-marah begini? Dan kau lihai bukan main! Senjatamu mengerikan!"
"Cerewet!" Soan Cu sudah hendak menerjang lagi, sekarang terdorong oleh rasa penasaran bahwa dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini.
"Nanti dulu! Kita bicara dulu, baru kita bertanding selaksa,.. eh, seratus jurus saja! Aku salah menduga, kukira kau tadi seorang pelayan di sini!"
"Menghina kamu ya? Orang macam aku ini pelayan? Kalau kau baru pantaslah menjadi jongos! Atau jagal babi!"
"Maafkanlah. Aku tadi melihat dari jauh. Aku sedang menyelidiki... wah, celaka! Kau tentu puteri Tee-tok!" Kwee Lun terkejut dan menyesali kebodohannya. Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu? Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok yang begini lihai?
"Aku bukan anak Racun Bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!"
"Wah, benarkah? Kalau begitu kita cocok! Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku mendengar ada biruang diadu dengan harimau, pemilik biruang itu adalah sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!"
Soan Cu menjadi bingung. "Bicaramu seperti orang sinting!"
"Memang betul, sahabatnya, eh, malah "Suhengnya sahabatku. Kau siapa?"
"Aku baru saja meninggalkan pemilik biruang itu yang menjadi sahabat baikku. Dengan singkat Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong mengalah dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman!
"Wah, kenapa kau sudah begini besar masih begini tolol?"
''Siapa? Siapa tolol?" Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah menggetar di tangannya.
"Siapa lagi kalau bukan engkau? Mengapa kau meninggalkan sahabatmu itu menghadapi hukuman? Kau tidak tahu siapa itu Tee-tok Siangkoan Houw? Dari julukannya saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejamnya bukan main. Sahabatmu itu, Suheng sahabatku, pemilik biruang, tentu akan dibunuhnya!"
"Apa..?" Wajah Soan Cu menjadi pucat sekali. "Celaka....!"
"Hay cepat kita ke sana, barangkali belum terlambat!" (Bersambung)
Kini mereka berhadapan dan saling pandang. Keduanya kelihatan tertegun karena sama-sama tidak menyangka. Kwee Lun sama sekali tidak menyangka yang ditangkapnya tadi, dipeluknya karena disangkanya seorang pelayan kiranya adalah seorang dara remaja yang cantik jelita!
Sedangkan Soan Cu yang terkejut melihat seorang pemuda yang begini tampan gagah perkasa. Sejenak keduanya saling pandang, kemudian timbul kegalakan Soan Cu yang menjadi marah.
Dia memang sudah mendongkol disuruh pergi oleh Sin Liong, hatinya gelisah memikirkan Sin Liong biarpun dla yakin pemuda itu akan mampu menjaga dirinya. Kini ada orang yang betapa gagahnya pun telah berlaku kurang ajar.
"Setan alas! Siapa kau? Tentu kaki tangan Tee-tok, ya? Hendak menangkap aku? Keparat jahanam! Engkau sudah bosan hidup!"
"Tar-tar-tar...!!" Cambuk buntut ikan hiu itu sudah meledak-ledak di atas kepala Kwee Lun. Soan Cu mengira bahwa sekali serang saja kepala pemuda gagah itu tentu akan pecah.
Seberapa hebat sih kepandaian anak buah Tee-tok? Akan tetapi betapa herannya ketika dia melihat pemuda tinggi besar itu dapat mengelak dengan amat cepatnya, bahkan telapak tangan pemuda itu berhasil menepuk lengannya yang memegang cambuk.
"Plakkk!" Pemuda itu terheran. Taraparannya tidak membuat cambuk itu terlepas! "Aihhh... nanti dutu, jangan menyerang begitu. Aku bukan anak buah Tee-tok atau racun manapun juga!"
Namun Soan Cu sudah merasa penasaran sekali. Kembali dia menyerang dan kini cambuknya berubah menjadi segulung sinar hitam yang menyambar-nyambar dibarengi suara meledak-ledak, Akan tetapi, Kwee Lun tetap dapat mengelak dan meloncat ke sana-sini, bahkan kadang-kadang dia berani menangkis cambuk itu dengan telapak tangannya!
Hal ini tentu saja mengagumkan hati Soan Cu. Dan tidak tahu bahwa pemuda itu menggunakan Ilmu Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) yang mengandung sinkang tingkat tinggi yang membuat telapak tangannya menjadi lemas seperti kapas dan karenanya tidak terluka oleh benda keras!
"Nona cantik tapi galak seperti kucing lapar!" Kwee Lun balas memaki ketika melihat nona itu menyerang terus sambil memaki-maki. "Berhentilah dulu dan kita bicara!"
"Iblis raksasa, kau yang kelaparan!" Soan Cu membentak makin marah dan kini dia sudah mencabut pedangnya, pedang Coa-kut-kiam! Dengan kedua senjatanya ini, dia menyerang kalang kabut!
"Wah, runyam! Perempuan galak dan ganas!" Kwee Lun terancam bahnya maut dan dia pun terpaksa lalu mencabut pedangnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya memegang kipas gagang perak.
"Tringgg... cringgg-tranggg....!" Bunga api berpijar dan keduanya terdorong ke belakang oleh pertemuan senjata yang hebat itu tadi. Kipas bertemu dengan cambuk dan pedang bertemu pedang. Masing-masing menjadi terkejut dan terheran. Tenaga sinkang mereka seimbang!
"Bagus! Mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Soan Cu sudah menerjang lagi.
"Tranggg...! Tranggg...!!" Kembali Kwee Lun menangkis sekuatnya dan mereka terdorong mundur.
"Sombongnya! Manusia mana kuat bertanding sampai selaksa jurus? Makan waktu berapa bulan? Tunggu dulu, mengapa kau marah-marah kepadaku seperti orang kebakaran jenggot?"
"Ngaco! Jenggotmu yang kebakaran!"
"Eh, ohhh! Kau bikin aku bingung! Benar, kau tidak berjenggot. Eh, kenapa kau marah-marah begini? Dan kau lihai bukan main! Senjatamu mengerikan!"
"Cerewet!" Soan Cu sudah hendak menerjang lagi, sekarang terdorong oleh rasa penasaran bahwa dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini.
"Nanti dulu! Kita bicara dulu, baru kita bertanding selaksa,.. eh, seratus jurus saja! Aku salah menduga, kukira kau tadi seorang pelayan di sini!"
"Menghina kamu ya? Orang macam aku ini pelayan? Kalau kau baru pantaslah menjadi jongos! Atau jagal babi!"
"Maafkanlah. Aku tadi melihat dari jauh. Aku sedang menyelidiki... wah, celaka! Kau tentu puteri Tee-tok!" Kwee Lun terkejut dan menyesali kebodohannya. Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu? Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok yang begini lihai?
"Aku bukan anak Racun Bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!"
"Wah, benarkah? Kalau begitu kita cocok! Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku mendengar ada biruang diadu dengan harimau, pemilik biruang itu adalah sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!"
Soan Cu menjadi bingung. "Bicaramu seperti orang sinting!"
"Memang betul, sahabatnya, eh, malah "Suhengnya sahabatku. Kau siapa?"
"Aku baru saja meninggalkan pemilik biruang itu yang menjadi sahabat baikku. Dengan singkat Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong mengalah dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman!
"Wah, kenapa kau sudah begini besar masih begini tolol?"
''Siapa? Siapa tolol?" Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah menggetar di tangannya.
"Siapa lagi kalau bukan engkau? Mengapa kau meninggalkan sahabatmu itu menghadapi hukuman? Kau tidak tahu siapa itu Tee-tok Siangkoan Houw? Dari julukannya saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejamnya bukan main. Sahabatmu itu, Suheng sahabatku, pemilik biruang, tentu akan dibunuhnya!"
"Apa..?" Wajah Soan Cu menjadi pucat sekali. "Celaka....!"
"Hay cepat kita ke sana, barangkali belum terlambat!" (Bersambung)
(dwi)