Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 10 Bagian 4

Kamis, 10 Agustus 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Marahlah Ban-pi Lo-cia. Tahu bahwa tak boleh ia main-main lagi dengan tangan kosong melawan kakek yang berjulukan Kepalan Sakti ini, ia melolos Lui-kong-pian dan terus mengadakan serangan dahsyat. Cambuknya menyambar-nyambar dan meledak di atas kepala Si Kakek Buntung. Diam-diam Kong Lo Sengjin terkejut.

Ia lebih mahir menggunakan tangan kosong, akan tetapi menghadapi cambuk yang demikian panas dan dahsyatnya, kalau dilawan dengan tangan kosong, tentu ia akan terdesak. Maka ia lalu melompat ke belakang dan mengangkat tongkat bambumya untuk menangkis, kemudian secepat kilat tongkat bambu yang kiri menusuk perut lawan.

Kiranya dua batang bambu yang dipergunakan untuk pengganti kaki itu kini dapat dimainkan seperti senjata. Kalau yang kanan akan menyerang, yang kiri menjadi kaki dan demikian sebaliknya. Bahkan adakalanya tubuh kakek lumpuh ini melayang ke atas dan pada saat seperti itu, dua batang bambunya dapat menyerang bertubi-tubi. Hebat memang bekas raja muda ini! Tongkat-tongkat bambunya itu tidak saja dapat menyerang dengan pukulan dan hantaman atau sodokan seperti dua batang toya panjang, malah ujungnya dapat ia pergunakan untuk menotok jalan darah. Karena bambu itu berlubang, maka ketika digerakkan oleh sepasang tangan yang sakti itu, mengeluarkan bunyi angin mengaung-ngaung seperti suara dua ekor harimau bertanding.

Ramai bukan main pertandingan tingkat tinggi ini. Bayangan mereka lenyap terbungkus gulungan sinar senjata dan terdengar pada saat itu adalah auman-auman yang keluar dari sepasang bambu diseling suara meledak-ledak dari ujung cambuk. Keadaan yang seimbang ini, ketangguhan lawan membuat hati yang sudah menjadi gelap, tidak mendusin lagi bahwa dua orang muda itu sudah lenyap dari situ.

Setelah lewat seratus jurus, mendadak Kong Lo Sengjin yang teringat kepada Lu Sian berseru, "Siluman betina, kaulihat baik-baik bagaimana aku merobohkan monyet Khitan!" Tiba-tiba gerakannya berubah. Kini tongkat bambu di tangan kirinya menerjang dengan gerakan memutar seperti kitiran sehingga suara mengaung jadi makin keras. Demikian cepatnya putaran tongkat bambu ini sehingga Ban-pi Lo-cia terpaksa memutar cambuknya pula untuk menangkis dan melindungi tubuh. Dengan tongkat lawan diputar sperti itu, tak mungkin ia dapat melibat dengan cambuknya.

Tiba-tiba sekali, selagi bayangan tongkatnya itu masih belum lenyap, tongkatnya sendiri sudah turun dan kini sebagai gantinya, tangan kanan kakek lumpuh itu menghantam ke depan dengan pukulan jarak jauh. Angin mendesis ketika pukulan ini dilakukan. Pukulan ini sudah membunuh puluhan orang pengungsi tanpa mengenai tubuh, maka dapat dibayangkan betapa ampuhnya.

Ban-pi Lo-cia kaget dan maklum bahwa inilah pukulan maut yang membuat kakek bekas raja muda itu dijuluki Kepalan Sakti. Ia tidak berani berlaku sembrono, maka tidak mau menangkis secara langsung karena maklum bahwa lawannya memang memiliki keistimewaan dalam hal pukulan tangan kosong. Cepat ia menggeser kakinya sehingga kedudukan kuda-kudanya miring, kemudian dari samping ia baru berani menangkis dengan Hek-see-ciang.

Tentu saja menangkis dari samping tidak sama dengan menerima dari depan secara langsung. Betapapun juga, begitu lengannya bertemu dengan lengan kakek lumpuh, hampir saja Ban-pi Lo-cia terjengkang, maka cepat-cepat ia melompat ke belakang sambil tertawa bergelak.

"Huah-hah-hah, bidadari cantik manis. Kaulihat, bukankah Ban-pi Lo-cia tidak dapat roboh oleh Sin-jiu? Sekarang kaulihat betapa aku membalasnya..." Tiba-tiba Ban-pi Lo-cia berhenti berkata-kata, matanya liar mencari-cari di dalam gelap dan tiba-tiba ia berseru, "Celaka, kita kena tipu gadis liar itu!"

"Huh-huh, siapa butuh siluman itu? Biar dia mampus!" Kong Lo Sengjin memaki. "Hayo kita lanjutkan pertandingan, tak usah banyak cerewet!" Kembali ia menerjang maju dengan tongkat bambunya.

"Nanti dulu!" Ban-pi Lo-cia mengelak. Lenyapnya gadis jelita yang tadinya ia anggap sebagai korban yang sudah berada di depan mulut, melenyapkan pula nafsunya bertempur. "Kau tahu ia itu puteri Pat-jiu Sin-ong. Mengapa pula ia ikut-ikut memperebutkan Kam-goanswe kalau tidak diutus ayahnya? Hemm, apakah kaukira Nan-cao tidak mengilar pula memiliki panglima seperti Kam-goanswe?"

Kong Lo Sengjin menyumpah-nyumpah. "Kau betul! Celaka, kita kejar dia!"

Dua orang itu lalu melesat pergi mengejar. Tiba-tiba keduanya seperti ada yang memberi aba-aba, meloncat ke atas pohon dan memandang dari puncak pohon besar. Biarpun keadaan gelap, namun sinar bintang-bintang di langit cukup untuk menerangi sebagian besar permukaan bumi dan pandangan tajam kedua orang kakek ini segera melihat berkelebatnya bayangan dua orang muda itu yang belum lari jauh.

"Huah-hah-hah, manisku! Kau hendak lari kemanakah?" Mereka berdua meloncat turun lagi dan segera mengejar ke arah dua bayangan tadi. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0338 seconds (0.1#10.140)