Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 3

Sabtu, 25 Februari 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Pagi hari itu kota Leng-sia-bun sibuk seperti biasa. Keadaan tetap ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan terjadi sesuatu. Tidak ada seorang pun yang tahu, di antara sebagian besar penduduk yang memang tidak memikirkan lagi, bahwa malam tadi telah terjadi seperti biasa, yaitu pemerkosaan dara-dara culikan baru seperti sekelompok domba disembelih, dan tidak ada pula yang tahu bahwa pagi hari itu muncul dua orang yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu, menimbulkan geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi bahan cerita sampai bertahun-tahun lamanya.

Setelah menyelidiki di mana letaknya rumah makan milik Ciu-wangwe, Kwee Lun mengajak Swat Hong mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang bangunannya indah dan besar, dengan cat baru dan di depan rumah makan terdapat tulisan dengan huruf besar "RUMAH ARAK" yang berarti restoran.

"Hong-moi, engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di sini."

Swat Hong memandang heran, Bukankah ini rumah makan milik Hartawan Ciu yang menjadi pemimpin komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee Lun? Dia memandang dan melihat mata pemuda itu bersinar, kemudian Kwee Lun memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli. Mengertilah dia kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai kenyang lebih dulu sebelum turun tangan. Dan memang dia merasa lapar sekali!

"Aku tidak biasa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu berkata lirih ketika mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong tersenyum-senyum.

Sepagi itu, rumah makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang beruang, karena rumah makan ini terkenal sebagai rumah makan mahal. Dua orang pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda dan genit, dengan wajah yang ditutup warna putih dan merah yang tebal seperti tembok dikapur dan digambar, menyambut mereka dengan sikap manis.

Kwee Lun dan Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut dan dengan suara lantang Kwee Lun memesan makanan dan minuman yang paling lezat, dalam jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi terheran-heran mendengar pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan tetapi melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua batang pedang dan kipas yang diletakkan di atas meja, mereka tidak berani banyak cakap dan melayani mereka. Diam-diam seorang pelayan memberi tahu kepada kepala tukang pukul yang berada di dalam.

Dua orang tukang pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula, keluar dari dalam dan berjalan lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong. Kedua orang tidak peduli dan pura-pura tidak melihat. Juga Swat Hong melanjutkan makan sambil kadang-kadang tersenyum geli menyaksikan betapa temannya itu makan dengan lahapnya.

Dia belum menghabiskan setengah mangkok Kwee Lun sudah menyapu bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat Hong hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya terbuka dan dapat menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua orang itu yang masih berjalan-jalan di ruangan itu, seolah-olah sedang memeriksa dan kadang-kadang membenarkan letak kursi dan meja yang kosong.

"Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat berkata.

"Tapi gadis itu hebat...," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut. "Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya (Tuan Tu) akan memberi banyak hadiah kepada kita."

"Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tiat-ci-kwi (Setan Berjari Besi)?"

"Ah, siapa tahu, dengan cara halus bisa mendapatkan dia...."

"Tapi pemuda itu kelihatan jantan!"

"Huh, takut apa? Orang kasar seperti itu...."

"Tapi jangan memancing keribuatan, Lote, kita nanti tentu dimarahi Loya."

"Aku tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat, mereka telah selelai makan. Raksasa itu makannya melebihi babi!"

Swat Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya mendengar temannya yang gembul itu dimaki seperti babi. Akan tetapi Kwee Lun agaknya tidak mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan seperti Swat Hong, tidak mendengar makian itu dan mengelus-elus perutnya yang kenyang. Dia kelihatan puas sekali telah dapat makan minum secukupnya di dalam restoran itu. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0449 seconds (0.1#10.140)