Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 3
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
"Menyerahlah engkau, Liang-cu. Kami mendapat perintah untuk menangkapmu!" komandan pengawal berkata keren.
Seketika pucat muka Swi Liang dan otomatis tangan kanannya meraba pinggang, hanya untuk diingatkan bahwa pedangnya telah lenyap dari dalam kamar tadi!
"Apa... apa... dosaku...?" Dia bertanya gagap, saking bingungnya dia lupa menyembunyikan suara laki-laki yang keluar dari mulutnya.
Dua puluh lebih pengawal itu tertawa dan Sang Komandan membentak. "Lekas berlutut dan menyerah!"
Swi Liang maklum bahwa rahasianya tentu telah terbuka. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan siapa yang telah membuka rahasianya. Sampai saat itu dia sama sekali tidak menyangka bahwa Yang Kui Hui yang telah mengkhianatinya. Akan tetapi dia tahu bahwa kalau dia tertangkap, tentu dia akan celaka.
"Mampuslah!" bentaknya sambil menerjang ke depan, menghantam komandan dengan kepalan tangan kanan sedangkan kepalan tangan kiri menghantam pengawal ke dua yang berdiri dekat. Komandan itu memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi, maka dia dapat menangkis biarpun dia menjadi terhuyung-huyung, akan tetapi pengawal yang terkena hantaman tangan kiri Swi Liang, mengeluarkan teriakan keras dan roboh terguling, muntah-muntah darah karena pukulan yang mengenai dadanya tadi amat kuat.
Segera Swi Lang dikeroyok oleh dua puluh orang lebih. Para pengawal itu rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh, karena mereka semua bersenjata, repot jugalah Swi Liang yang harus membela diri dengan tangan kosong!
"Jangan bunuh dia! Kita barus menangkapnya hidup-hidup!" beberapa kali komandan berteriak.
Swi Liang mengamuk sekuatnya, namun setelah tubuhnya terkena beberapa kali bacokan dan tusukan, akhirnya dia terguling dan diringkus. Dalam keadaan luka-luka dan setengah pingsan dia diseret ke dalam kamar. tahanan. Sementara itu, Yang Kui Hui segera mengadu kepada Kaisar bahwa pelayan wanita yang dahulu menolongnya itu ternyata adalah seorang pemuda dan mungkin mata-mata musuh yang sengaja menyelundup.
Mendengar ini, Kaisar memerintahkan agar Swi Liang disiksa dan dipaksa untuk mengakui keadaannya. Pada hari itu juga, di dalam kamar tahanan yang dirahasiakan, Swi Liang dikompres untuk mengaku.
Ada beberapa macam semangat yang mendorong seseorang menjadi perajurit. Semangat patriotik sebagai pengabdian kepada negara dan bangsa, semangat mencari kedudukan dan kemuliaan, dan semangat yang timbul dari keadaan lain pula.
Di antara semua itu, hanya perajurit yang didorong semangat mengabdi kepada negara dan bangsa sajalah yang akan berani mempertaruhkan nyawa dengan rela, karena dia merasa yakin bahwa apa yang diperjuangkan dalam hidupnya itu benar! Kebenaran seseorang yang tentu saja mengharapkan sesuatu, misalnya nama sebagai seorang pahlawan atau "tempat baik" di alam baka! Betapapun juga, lepas daripada tepat tidaknya kebenaran semacam itu, harus diakui bahwa hanya perajurit yang bersemangat demikian sajalah yang akan menghadapi kematian dan siksaan dengan berani dan gagah.
Tidaklah demikian dengan Swi Liang, Dia melakukan tugasnya karena dorongan subonya yang juga menjadi kekasihnya, karena keinginannya untuk kelak memperoleh kedudukan tinggi jika cita-cita subonya terlaksana. Kalau putera subonya sampai bisa menjadi kaisar seperti yang dicita-citakan subonya, dia tentu setidaknya akan menjadi seorang menteri!
Karena semangat seperti ini yang mendorongnya berjuang, maka begitu gagal patahlah semangatnya. Begitu dia disiksa, keluarlah pengakuan dari mulut Swi Liang bahwa dia adalah kaki tangan subonya, The Kwat Lin Ratu Pulau Es yang kini menjadi Ketua Bu-tong-pai dan yang bersekutu dengan Pangeran Tang Sin Ong, dan tugasnya adalah memikat hati Yang Kui Hui agar selir itu kelak mau membantu pemberontakan mereka.
Pengakuan ini tentu saja menimbulkan geger. Pangeran Tang Sin Ong di tangkap dan beberapa hari kemudian, Swi Liang dan Pangeran Tang Sin Ong dijatuhi hukuman penggal kepala di tempat umum agar menjadi peringatan bagi siapa saja yang hendak memberontak. Kaisar lalu mengirim pasukan untuk menangkap Ketua Bu-tong-pai yang memberontak. (Bersambung)
"Menyerahlah engkau, Liang-cu. Kami mendapat perintah untuk menangkapmu!" komandan pengawal berkata keren.
Seketika pucat muka Swi Liang dan otomatis tangan kanannya meraba pinggang, hanya untuk diingatkan bahwa pedangnya telah lenyap dari dalam kamar tadi!
"Apa... apa... dosaku...?" Dia bertanya gagap, saking bingungnya dia lupa menyembunyikan suara laki-laki yang keluar dari mulutnya.
Dua puluh lebih pengawal itu tertawa dan Sang Komandan membentak. "Lekas berlutut dan menyerah!"
Swi Liang maklum bahwa rahasianya tentu telah terbuka. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan siapa yang telah membuka rahasianya. Sampai saat itu dia sama sekali tidak menyangka bahwa Yang Kui Hui yang telah mengkhianatinya. Akan tetapi dia tahu bahwa kalau dia tertangkap, tentu dia akan celaka.
"Mampuslah!" bentaknya sambil menerjang ke depan, menghantam komandan dengan kepalan tangan kanan sedangkan kepalan tangan kiri menghantam pengawal ke dua yang berdiri dekat. Komandan itu memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi, maka dia dapat menangkis biarpun dia menjadi terhuyung-huyung, akan tetapi pengawal yang terkena hantaman tangan kiri Swi Liang, mengeluarkan teriakan keras dan roboh terguling, muntah-muntah darah karena pukulan yang mengenai dadanya tadi amat kuat.
Segera Swi Lang dikeroyok oleh dua puluh orang lebih. Para pengawal itu rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh, karena mereka semua bersenjata, repot jugalah Swi Liang yang harus membela diri dengan tangan kosong!
"Jangan bunuh dia! Kita barus menangkapnya hidup-hidup!" beberapa kali komandan berteriak.
Swi Liang mengamuk sekuatnya, namun setelah tubuhnya terkena beberapa kali bacokan dan tusukan, akhirnya dia terguling dan diringkus. Dalam keadaan luka-luka dan setengah pingsan dia diseret ke dalam kamar. tahanan. Sementara itu, Yang Kui Hui segera mengadu kepada Kaisar bahwa pelayan wanita yang dahulu menolongnya itu ternyata adalah seorang pemuda dan mungkin mata-mata musuh yang sengaja menyelundup.
Mendengar ini, Kaisar memerintahkan agar Swi Liang disiksa dan dipaksa untuk mengakui keadaannya. Pada hari itu juga, di dalam kamar tahanan yang dirahasiakan, Swi Liang dikompres untuk mengaku.
Ada beberapa macam semangat yang mendorong seseorang menjadi perajurit. Semangat patriotik sebagai pengabdian kepada negara dan bangsa, semangat mencari kedudukan dan kemuliaan, dan semangat yang timbul dari keadaan lain pula.
Di antara semua itu, hanya perajurit yang didorong semangat mengabdi kepada negara dan bangsa sajalah yang akan berani mempertaruhkan nyawa dengan rela, karena dia merasa yakin bahwa apa yang diperjuangkan dalam hidupnya itu benar! Kebenaran seseorang yang tentu saja mengharapkan sesuatu, misalnya nama sebagai seorang pahlawan atau "tempat baik" di alam baka! Betapapun juga, lepas daripada tepat tidaknya kebenaran semacam itu, harus diakui bahwa hanya perajurit yang bersemangat demikian sajalah yang akan menghadapi kematian dan siksaan dengan berani dan gagah.
Tidaklah demikian dengan Swi Liang, Dia melakukan tugasnya karena dorongan subonya yang juga menjadi kekasihnya, karena keinginannya untuk kelak memperoleh kedudukan tinggi jika cita-cita subonya terlaksana. Kalau putera subonya sampai bisa menjadi kaisar seperti yang dicita-citakan subonya, dia tentu setidaknya akan menjadi seorang menteri!
Karena semangat seperti ini yang mendorongnya berjuang, maka begitu gagal patahlah semangatnya. Begitu dia disiksa, keluarlah pengakuan dari mulut Swi Liang bahwa dia adalah kaki tangan subonya, The Kwat Lin Ratu Pulau Es yang kini menjadi Ketua Bu-tong-pai dan yang bersekutu dengan Pangeran Tang Sin Ong, dan tugasnya adalah memikat hati Yang Kui Hui agar selir itu kelak mau membantu pemberontakan mereka.
Pengakuan ini tentu saja menimbulkan geger. Pangeran Tang Sin Ong di tangkap dan beberapa hari kemudian, Swi Liang dan Pangeran Tang Sin Ong dijatuhi hukuman penggal kepala di tempat umum agar menjadi peringatan bagi siapa saja yang hendak memberontak. Kaisar lalu mengirim pasukan untuk menangkap Ketua Bu-tong-pai yang memberontak. (Bersambung)
(dwi)