Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 1
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
HATI Sin Liong merasa khawatir aekali. Memang akibatnya amat berlawanan setelah bertemu dengan sumoinya ini. Girang dan juga khawatir. Serba susah. Dia tentu saja girang sekali dapat bertemu dengan sumoinya dalam keadaan selamat dan sehat.
Akan tetapi di samping rasa girang ini, juga dia kini selalu dilanda kekhawatiran akan sifat Swat Hong. Andaikata dia sendiri saja yang datang ke Bu-tong-pai, tentu dia akan membujuk agar The Kwat Lin mengembalikan pusaka-pusaka Pulau Es dan dia tidak akan menuntut hal lain.
Akan tetapi, setelah pergi bersama Swat Hong, dia tahu bahwa tentu gadis ini akan menimbulkan keributan. Tentu Swat Hong akan memusuhi The Kwat Lin yang dianggapnya menjadi penyebab kesengsaraan ayah bundanya.
Hal ini menaruh dia di tempat yang amat tidak menyenangkan. Membantu Swat Hong memusuhi The Kwat Lin berlawanan dengan batinnya karena dia tidak ingin memusuhi siapapun juga. Tidak membantu, tentu Swat Hong terancam bahaya dan tentu akan marah dan benci kepadanya!
Mereka sudah mendekati puncak di mana tampak dinding tembok Bu-tong-pai yang tinggi. "Sumoi, kauserahkan saja kepadaku untuk bicara dengan orang-orang Bu-tong-pai. Kurasa mereka akan suka menerima alasan kita kalau mereka mendengar apa yang telah dilakukan oleh ketua baru mereka."
Swat Hong mengangguk. "Baiklah, terserah kepadamu, Suheng. Akan tetapi kalau sudah tiba saatnya, kuharap engkau jangan mencegah aku membunuh iblis betins itu!"
Sin Liong tidak menjawab, hanya menghela napas panjang. "Mari kita mendekati pintu gerbang itu. Heran sekali, mengapa sunyi amat? Bukankah kabarnya Bu-tong-pai merupakan perkumpulan yang besar dan mempunyai banyak anak murid?"
Akan tetapi ketika mereka tiba di depan pintu gerbang yang tertutup tiba-tiba saja pintu gerbang yang lebar itu terbuka dari dalam, terpentang lebar-lebar dan tampaklah lima belas orang laki-laki tua, di antaranya beberapa orang tosu, melangkah keluar dengan sikap tenang namun penuh wibawa dan memandang tajam penuh selidik kepada Sin Liong dan Swat Hong!
Setelah para tokoh Bu-tong-pai itu keluar dan berhadapan dengan mereka, Sin Liong cepat menjura dengan hormat sambil berkata, "Apakah kami berhadapan dengan para Locianpwe dari Bu-tong-pai?"
Dengan pandang mata curiga, belasan orang itu memandang Sin Liong dan tosu tua yang berada paling depan, lalu bertepuk tangan dan berteriak, "Kalian keluarlah dan jangan melakukan sesuatu, sebelum diperintah!" Sebagai jawaban kata-kata ini, berlompatan lah delapan belas orang laki-laki gagah perkasa yang tadi bersembunyi di balik pohon-pohon dan rumpun, di luar pintu gerbang. Mereka lalu membuat gerakan mengepung dan mereka siap dengan tangan di gagang pedang masing-masing.
Melihat ini, timbul kemarahan di hati Swat Hong. "Bukan maling mengapa dikepung? Apakah kalian hendak menantang berkelahi? Aku ingin bertemu dengan Ketua Bu-tong-pai. Lekas panggil dia keluar!"
Melihat sikap galak ini, kakek tosu yang agaknya pemimpin mereka, berkata, "Siancai... kiranya Nona hendak bertemu dengan Ketua Bu-tong-pai? Pinto (saya) ketuanya. Tidak tahu siapakah Nona dan ada keperluan apa hendak bertemu dengan pinto?"
Swat Hong terbelalak, memandang kaget dan heran. "Eh...? Benarkah ini? Kami... kami tidak datang mencari To-tiang...."
Para tosu dan semua orang itu saling pandang kemudian seorang diantara mereka, seorang tosu pula yang tinggi besar bermuka hitam, tidak setua kakek pertama, bertanya, "Kalau begitu, siapakah yang Nona cari?"
"Kami mencari The Kwat Lin...."
Baru selesai Swat Hong berkata demikian, kakek muka hitam itu sudah berteriak keras dan menubruk maju, tangan kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala Swat Hong sedangkan tangan kanan menotok ke arah lehernya, Swat Hong terkejut dan marah. Serangan kakek itu benar-benar amat ganas, kejam dan berbahaya sekali.
Apalagi ketika terasa olehnya betapa dari kedua tangan yang panjang dan besar itu menyambar hawa pukulan yang menandakan bahwa kakek itu memiliki tenaga yang kuat.
"Heiiittt...!!" Dia melengking panjang, kedua tangannya bergerak cepat menyambut.
"Dukkkk... plakkk...!!" Tangan yang mencengkeram ke arah ubun-ubunnya dapat dia tangkis dengan kuat, sedangkan tangan yang menotok lehernya itu dielakkan dengan menundukkan kepala sedikit, kemudian mendahului dengan jari tangannya, dia berhasil menyambut tangan itu dengan totokan kepada pergelangan tangan. (Bersambung)
HATI Sin Liong merasa khawatir aekali. Memang akibatnya amat berlawanan setelah bertemu dengan sumoinya ini. Girang dan juga khawatir. Serba susah. Dia tentu saja girang sekali dapat bertemu dengan sumoinya dalam keadaan selamat dan sehat.
Akan tetapi di samping rasa girang ini, juga dia kini selalu dilanda kekhawatiran akan sifat Swat Hong. Andaikata dia sendiri saja yang datang ke Bu-tong-pai, tentu dia akan membujuk agar The Kwat Lin mengembalikan pusaka-pusaka Pulau Es dan dia tidak akan menuntut hal lain.
Akan tetapi, setelah pergi bersama Swat Hong, dia tahu bahwa tentu gadis ini akan menimbulkan keributan. Tentu Swat Hong akan memusuhi The Kwat Lin yang dianggapnya menjadi penyebab kesengsaraan ayah bundanya.
Hal ini menaruh dia di tempat yang amat tidak menyenangkan. Membantu Swat Hong memusuhi The Kwat Lin berlawanan dengan batinnya karena dia tidak ingin memusuhi siapapun juga. Tidak membantu, tentu Swat Hong terancam bahaya dan tentu akan marah dan benci kepadanya!
Mereka sudah mendekati puncak di mana tampak dinding tembok Bu-tong-pai yang tinggi. "Sumoi, kauserahkan saja kepadaku untuk bicara dengan orang-orang Bu-tong-pai. Kurasa mereka akan suka menerima alasan kita kalau mereka mendengar apa yang telah dilakukan oleh ketua baru mereka."
Swat Hong mengangguk. "Baiklah, terserah kepadamu, Suheng. Akan tetapi kalau sudah tiba saatnya, kuharap engkau jangan mencegah aku membunuh iblis betins itu!"
Sin Liong tidak menjawab, hanya menghela napas panjang. "Mari kita mendekati pintu gerbang itu. Heran sekali, mengapa sunyi amat? Bukankah kabarnya Bu-tong-pai merupakan perkumpulan yang besar dan mempunyai banyak anak murid?"
Akan tetapi ketika mereka tiba di depan pintu gerbang yang tertutup tiba-tiba saja pintu gerbang yang lebar itu terbuka dari dalam, terpentang lebar-lebar dan tampaklah lima belas orang laki-laki tua, di antaranya beberapa orang tosu, melangkah keluar dengan sikap tenang namun penuh wibawa dan memandang tajam penuh selidik kepada Sin Liong dan Swat Hong!
Setelah para tokoh Bu-tong-pai itu keluar dan berhadapan dengan mereka, Sin Liong cepat menjura dengan hormat sambil berkata, "Apakah kami berhadapan dengan para Locianpwe dari Bu-tong-pai?"
Dengan pandang mata curiga, belasan orang itu memandang Sin Liong dan tosu tua yang berada paling depan, lalu bertepuk tangan dan berteriak, "Kalian keluarlah dan jangan melakukan sesuatu, sebelum diperintah!" Sebagai jawaban kata-kata ini, berlompatan lah delapan belas orang laki-laki gagah perkasa yang tadi bersembunyi di balik pohon-pohon dan rumpun, di luar pintu gerbang. Mereka lalu membuat gerakan mengepung dan mereka siap dengan tangan di gagang pedang masing-masing.
Melihat ini, timbul kemarahan di hati Swat Hong. "Bukan maling mengapa dikepung? Apakah kalian hendak menantang berkelahi? Aku ingin bertemu dengan Ketua Bu-tong-pai. Lekas panggil dia keluar!"
Melihat sikap galak ini, kakek tosu yang agaknya pemimpin mereka, berkata, "Siancai... kiranya Nona hendak bertemu dengan Ketua Bu-tong-pai? Pinto (saya) ketuanya. Tidak tahu siapakah Nona dan ada keperluan apa hendak bertemu dengan pinto?"
Swat Hong terbelalak, memandang kaget dan heran. "Eh...? Benarkah ini? Kami... kami tidak datang mencari To-tiang...."
Para tosu dan semua orang itu saling pandang kemudian seorang diantara mereka, seorang tosu pula yang tinggi besar bermuka hitam, tidak setua kakek pertama, bertanya, "Kalau begitu, siapakah yang Nona cari?"
"Kami mencari The Kwat Lin...."
Baru selesai Swat Hong berkata demikian, kakek muka hitam itu sudah berteriak keras dan menubruk maju, tangan kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala Swat Hong sedangkan tangan kanan menotok ke arah lehernya, Swat Hong terkejut dan marah. Serangan kakek itu benar-benar amat ganas, kejam dan berbahaya sekali.
Apalagi ketika terasa olehnya betapa dari kedua tangan yang panjang dan besar itu menyambar hawa pukulan yang menandakan bahwa kakek itu memiliki tenaga yang kuat.
"Heiiittt...!!" Dia melengking panjang, kedua tangannya bergerak cepat menyambut.
"Dukkkk... plakkk...!!" Tangan yang mencengkeram ke arah ubun-ubunnya dapat dia tangkis dengan kuat, sedangkan tangan yang menotok lehernya itu dielakkan dengan menundukkan kepala sedikit, kemudian mendahului dengan jari tangannya, dia berhasil menyambut tangan itu dengan totokan kepada pergelangan tangan. (Bersambung)
(dwi)