Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 19 Bagian 1

Senin, 17 April 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

"DI MANA tempatnya?" Sin Liong bertanya, suaranya gemetar karena dia merasa tegang sekali. Benarkah bahwa Swat Hong terancam nyawanya dan mungkin sekali sudah tewas? Hampir dia memekik untuk melampiaskan kekhawatirannya. Tidak! Tidak mungkin! Tidak boleh!

"Di mana dia? Hayo katakan!" Dia mengguncang tangan orang kerdil itu.

Tubuh orang itu menggigil. "Di... di dalam guha sana itu... lihat, di sana ada lubang besar, bukan?"

"Hayo kita ke sana!"

"Tidak,.. tidak, aku takut...! Mereka menjebaknya di sana, tempat itu adalah sarang laba-laba raksasa yang mengerikan. Kurasa dia sudah tewas...."

Sin Liong tidak peduli dan menyeret orang itu menuju ke lubang besar yang berada di sebelah kiri lorong, melalui batu-batu menonjol yahg ujungnya seruncing pedang. Setelah tiba di situ, tiba-tiba dia mendengar suara lirih.

"Sumoi...!" Dia berteriak.

"Suheng... aihhh... Suheng...!" Terdengar suara tangis. Swat Hong yang menangis. Masih hidup! Hampir Sin Liong bersorak saking girangnya dan dia mendorong orang kerdil itu sampai terguling-guling lima meter jauhnya. Orang kerdil itu merangkak dan pergi akan tetapi Sin Liong tidak mempedulikannya lagi. Dia sudah memasuki guha dan terus ke dalam, membelok ke kiri, ke arah suara Swat Hong.

Tiba-tiba dia terbelalak, otomatis dia memasang kuda-kuda dengan pedang di angkat tinggi-tinggi dan tangan kiri siap didepan dada. Matanya yang terbelalak memandang tajam kepada seekor laba-laba raksasa sebesar kerbau, dengan sepasang anggauta bulat seperti mata melotot kepadanya.

Di belakang laba-laba itu tampak sarang laba-laba yang bukan main besarnya, benang sarang laba-laba itu sebesar jari-jari tangan, nampak kuat sekali dan di tengah-tengah sarang itu, tubuh Swat Hong menempel dengan kedua lengan terpentang, juga kakinya agak terpentang dan bagian tubuh dara itu agaknya melekat kepada sarang itu, tak dapat dilepaskan lagi. Gadis itu menangis ketika melihatnya dan hanya dapat berkata, "Suheng..., cepat kaubunuh binatang menjijikkan itu...!"

Sin Liong mencium bau harum yang aneh dan keras, dan maklumlah dia bahwa tempat itu penuh dengan hawa beracun! Laba-laba ini selain besar sekali juga beracun. Heran dia mengapa Swat Hong masih dapat hidup, akan tetapi dia tidak mempedulikan atau memusingkan hal itu, yang penting adalah menolong sumoinya.

"Tenanglah, Sumoi. Aku segera menolongmu," katanya dengan suara gemetar saking girang dan terharunya.

Laba-laba itu memang buas. Begitu melihat Sin Liong, dia merangkak maju dengan cepat sekali dan tiba-tiba, berbareng dengan gerakan kaki depan dan mulutnya, sinar putih menyambar ke arah Sin Liong.

Itulah benang besar yang mengandung daya lekat luar biasa sekali, Sin Liong menggerakkan pedang rampasannya dan tali putih itu terbabat putus, kemudian dia melangkah maju, mengelak dari sambaran tali ke dua kemudian dan samping dia menggerakkan kaki menendang.

"Desss...!!" Betapa besarpun ukuran tubuh binatang itu, namun terkena tendangan kaki Sin Liong, dia terlempar, terbanting pada dinding batu, terhuyung-huyung lain menghamburkan banyak benang putih ke arah Sin Liong. Pemuda perkasa ini meloncat untuk mengelak dan ketika dia memandang lagi, ternyata laba-laba itu telah lari menghilang melalui sebuah lubang di celah-celah dinding batu.

Cepat Sin Liong menghampiri Swat Hong, berusaha menurunkan tubuh gadis itu, akan tetapi ternyata sukar sekali karena sarang itu mengandung daya lekat yang dapat merobek pakaian Swat Hong. Sin Liong menggerakkan pedang-nya karena dia melihat bahwa sarang itu tergantung pada benang-benang pokok terbesar yang malang melintang dan melekat pada tanah dan pada langit-langit guha.

Pedangnya menyambar-nyambar dan runtuhlah sarang itu, membawa tubuh Swat Hong terjatuh ke bawah. Gadis itu telah lemas sekali dan tentu akan terbanting kalau saja tidak disambar oleh Sin Liong. Pemuda itu membersihkan benang-benang laba-laba itu dan memondong tubuh sumoinya yang lemas menjauhi tempat itu. Ketika dia tiba di bagian yang lebar dari lorong itu, dia menurunkan sumoinya yang duduk bersandar batu.

"Bagaimana keadaanmu, Sumoi?" tanyanya sambil memeriksa nadi lengan sumoinya. Detik jantungnya lemah, mukanya pucat dan tenaganya habis, akan tetapi yang mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa sumoinya itu telah keracunan!

"Untung... untung kau datang, Suheng... kalau tidak... aku sudah hampir tidak kuat...." Gadis itu tiba-tiba merangkul dan menangis di pundak Sin Liong. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0452 seconds (0.1#10.140)