Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 13
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu
Pat-jiu Mo-kai mengangguk. Memang yang akan menjadi tukang menguji kepandaian dua orang wanita ,itu adalah mereka bertiga, dan dia mendengar bahwa kepandaian bekas Ratu Pulau Es itu lebih hebat daripada kepandaian Kiam-mo Cai-li, maka memang sebaiknya kalau Siok Tojin yang menghadapi Kiam-mo Cai-li sedangkan dia nanti yang akan menghadapi The Kwat Lin.
Kiam-mo Cai-li memandang tosu itu penuh perhatian, kemudian sambit tersenyum dia berkata, "Kalau aku hanya mampu menandingi Siok Tojin, agaknya belumlah patut aku menjadi tangan kanan Ratu Pulau Es dan akan menjadi kepercayaan An Goantwe, akan tetapi hendek kuperlihatkan bahwa aku akan cepat mengalahkan Totiang dalam sepuluh jurus. Kalau sampai dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan Totiang, anggap saja aku tidak becus dan aku akan mengundurkan diri!"
Ucapan ini mengejutkan semua utusan itu. Biarpun mereka sudah lama mendengar nama besar datuk wanita yang merupakan iblis betina ini, namun Siok Tojin bukan orang sembarangan. ilmu pedangnya amat tangkas, hebat dan kuat.
Bagaimana wanita itu berani bersombong mengatakan hendak mengalahkannya dalam sepuluh jurus? Namun The Kwat Lin yang dengan pandang matanya yang tajam dapat menilai orang, tenang-tenang saja. juga Kiam-mo Cai-li bukanlah menyombongkan diri secara ngawur, melainkan dia pun sudah dapat menilai kepandaian tosu itu dari gerakannya maka dia berani menantang akan mengalahkannya dalam sepuluh jurus.
Siok Tojin mengerutkan alisnya, perutnya terasa panas. Dia tidak pandai bicara, maka dalam kemendongkolannya dia hanya berkata, "Hemm, seekor kerbau diikat hidungnya, manusia diikat mulutnya!"
Ucapan ini mengandung maksud bahwa kalau Kiam-mo Cai-li tidak memehuni janji yang diucapkah dengan mulut, dia sama dengan seekor kerbau! Setelah berkata demikian, tangan kanannya bergerak dan tampaklah sinar berkilau dari pedang yang telah dicabutnya,
"Tentu saja mulutku dapat dipercaya, Siok Tojin! Aku akan mengalahkanmu dalam waktu sembilan jurus!" Kiam-mo Cai-li berkata sambil mengejek dan tangan kanannya memegang payung yang segera terbuka dan dipakainya, sedangkan tangan kirinya meraba-raba sanggul rambutnya, seperti merapikan padahal diam-diam dia melepas tali sanggul rembutnya yang panjang itu.
"Kau bilang sembilan jurus?" Siok Tojin membentak dengan mata mendelik saking marahnya karena dia merasa dipandang rendah sekali oleh wanita itu, pedang di tangannya sudah menggigil karena marahnya.
"Hi-hik, bukan sembilan melainkan delapan jurus! Aku akan mengalahkanmu dalam delapan jurus saja, Totiang!"
"Sombong kau.,.!!" Siok Tojin tak dapat menahan kemarahannya dan tubuhnya sudah bergerak maju mengirim serangan dengan pedangnya, menusuk dengan kecepatan kilat dan dengan pengerahan tenaga sinkangnya. Pedang itu lenyap dan yang mencuat ke depan hanyalah sinar pedang yang menyilaukan mata. Memang hebat serangan kakek ini.
"Dia memang cerdik...." Pat-jiu Mo-kai yang menonton di pinggiran berkata kepada dirinya sendiri penuh kagum. Memang kesombongan yang diperlihatkan Kiam-mo Cai-li itu membuktikan bahwa wanita ini tidak percuma dijuluki Cai-li (Wanita Cerdik) karena dia sudah dapat memancing kemarahan Siok Tojin. Padahal, andaikata Siok Tojin tidak terpancing kemarahannya dan bersikap tenang, hanya mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk bertahan tanpa menyerang, kiranya tidaklah mudah bagi wanita itu untuk mengalahkannya dalam sepuluh jurus, apalagi delapan jurus! Akan tetapi, tosu itu telah terpancing kemarahannya, tentu saja tidak ingat akan taktik ini dan untuk melampiaskan kemarahannya, dia telah menyerang dengan dahsyat.
Di dalam pertandingan silat, menyerang berarti mengurangi daya tahan karena sebagian dari tenaga dan gerakan dicurahkan untuk menyerang. Apalagi kalau orang sedang marah, maka daya tahannya menjadi makin lemah karena dalam keadaan bernafsu untuk melampiaskan kemarahannya, yang teringat hanyalah menyerang dan merobohkan lawan yang membuatnya marah.
Karena itu, kemarahan merupakan pantangan besar bagi seorang ahli silat yang menghadapi lawan. Tentu saja Siok Tojin pun maklum akan hal ini, akan tetapi karena lawannya adalah seorang datuk yang terkenal, dan kini wanita itu terlalu memandang rendah kepadanya, dia tidak dapat lagi menahan kemarahannya, karena dia pun tidak menyangka bahwa sikap Kiam-mo Cai-li itu adalah seauatu siasat yang amat cerdik dan dikiranya bahwa datuk kaum sesat itu memang memandang rendah kepadanya.
"Tring... cringggg...!!"
Sampai lima jurus Siok Tojin menyerang dengan dahsyatnya dan selalu terangkis oleh ujung pedang payung. Tiba-tiba dalam penangkisan terakhir, Kiam-mo Cai-li menggunakan sinkangnya yang lebih kuat untuk menindih pedang lawan dengan pedang payungnya.
Siok Tojin terkejut ketika merasa betapa pedangnya menempel dan melekat pada pedang payung lawan. Dia mengerahkan tenaga sinkang untuk membetotnya, namun tekanan lawan amat berat sehingga keadaannya berbahaya karena kalau dia menarik kembali pedangnya, tentu dia akan terancam oleh pedang lawan yang menekannya dan yang kini payungnya telah tertutup kembali itu. Selagi mereka mengadu sinkang, tiba-tiba terdengar suara ketawa dari Kiam-mo Cai-li, dan tampak tangan kiri wanita itu bergerak dengan kuku-kuku jari tangannya yang runcing dan berbisa, mencengkeram ke arah muka Siok Tojin! Totu ini terkejut.
Dia sudah mendengar akan lihainya kuku-kuku runcing yang berbisa itu, maka dengan cepat dia pun menggerakkan tangan kiri dan miringkan tubuh, menangkis serangan lawannya dan berhasil menangkap pergelangan tangan lawan.
Akan tetapi Kiam-mo Cai-li masih terus tertawa karena hatinya girang melihat betapa pancingannya berhasil semua. Tentu saja dia sengaja membiarkan lengannya terpegang, kalau dia tidak sengaja demikian, mana bisa lawan menangkap lengan tangannya? Tiba-tiba kepalanya bergerak dan sinar hitam menyambar ke arah Siok Tojin. (Bersambung)
Pat-jiu Mo-kai mengangguk. Memang yang akan menjadi tukang menguji kepandaian dua orang wanita ,itu adalah mereka bertiga, dan dia mendengar bahwa kepandaian bekas Ratu Pulau Es itu lebih hebat daripada kepandaian Kiam-mo Cai-li, maka memang sebaiknya kalau Siok Tojin yang menghadapi Kiam-mo Cai-li sedangkan dia nanti yang akan menghadapi The Kwat Lin.
Kiam-mo Cai-li memandang tosu itu penuh perhatian, kemudian sambit tersenyum dia berkata, "Kalau aku hanya mampu menandingi Siok Tojin, agaknya belumlah patut aku menjadi tangan kanan Ratu Pulau Es dan akan menjadi kepercayaan An Goantwe, akan tetapi hendek kuperlihatkan bahwa aku akan cepat mengalahkan Totiang dalam sepuluh jurus. Kalau sampai dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan Totiang, anggap saja aku tidak becus dan aku akan mengundurkan diri!"
Ucapan ini mengejutkan semua utusan itu. Biarpun mereka sudah lama mendengar nama besar datuk wanita yang merupakan iblis betina ini, namun Siok Tojin bukan orang sembarangan. ilmu pedangnya amat tangkas, hebat dan kuat.
Bagaimana wanita itu berani bersombong mengatakan hendak mengalahkannya dalam sepuluh jurus? Namun The Kwat Lin yang dengan pandang matanya yang tajam dapat menilai orang, tenang-tenang saja. juga Kiam-mo Cai-li bukanlah menyombongkan diri secara ngawur, melainkan dia pun sudah dapat menilai kepandaian tosu itu dari gerakannya maka dia berani menantang akan mengalahkannya dalam sepuluh jurus.
Siok Tojin mengerutkan alisnya, perutnya terasa panas. Dia tidak pandai bicara, maka dalam kemendongkolannya dia hanya berkata, "Hemm, seekor kerbau diikat hidungnya, manusia diikat mulutnya!"
Ucapan ini mengandung maksud bahwa kalau Kiam-mo Cai-li tidak memehuni janji yang diucapkah dengan mulut, dia sama dengan seekor kerbau! Setelah berkata demikian, tangan kanannya bergerak dan tampaklah sinar berkilau dari pedang yang telah dicabutnya,
"Tentu saja mulutku dapat dipercaya, Siok Tojin! Aku akan mengalahkanmu dalam waktu sembilan jurus!" Kiam-mo Cai-li berkata sambil mengejek dan tangan kanannya memegang payung yang segera terbuka dan dipakainya, sedangkan tangan kirinya meraba-raba sanggul rambutnya, seperti merapikan padahal diam-diam dia melepas tali sanggul rembutnya yang panjang itu.
"Kau bilang sembilan jurus?" Siok Tojin membentak dengan mata mendelik saking marahnya karena dia merasa dipandang rendah sekali oleh wanita itu, pedang di tangannya sudah menggigil karena marahnya.
"Hi-hik, bukan sembilan melainkan delapan jurus! Aku akan mengalahkanmu dalam delapan jurus saja, Totiang!"
"Sombong kau.,.!!" Siok Tojin tak dapat menahan kemarahannya dan tubuhnya sudah bergerak maju mengirim serangan dengan pedangnya, menusuk dengan kecepatan kilat dan dengan pengerahan tenaga sinkangnya. Pedang itu lenyap dan yang mencuat ke depan hanyalah sinar pedang yang menyilaukan mata. Memang hebat serangan kakek ini.
"Dia memang cerdik...." Pat-jiu Mo-kai yang menonton di pinggiran berkata kepada dirinya sendiri penuh kagum. Memang kesombongan yang diperlihatkan Kiam-mo Cai-li itu membuktikan bahwa wanita ini tidak percuma dijuluki Cai-li (Wanita Cerdik) karena dia sudah dapat memancing kemarahan Siok Tojin. Padahal, andaikata Siok Tojin tidak terpancing kemarahannya dan bersikap tenang, hanya mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk bertahan tanpa menyerang, kiranya tidaklah mudah bagi wanita itu untuk mengalahkannya dalam sepuluh jurus, apalagi delapan jurus! Akan tetapi, tosu itu telah terpancing kemarahannya, tentu saja tidak ingat akan taktik ini dan untuk melampiaskan kemarahannya, dia telah menyerang dengan dahsyat.
Di dalam pertandingan silat, menyerang berarti mengurangi daya tahan karena sebagian dari tenaga dan gerakan dicurahkan untuk menyerang. Apalagi kalau orang sedang marah, maka daya tahannya menjadi makin lemah karena dalam keadaan bernafsu untuk melampiaskan kemarahannya, yang teringat hanyalah menyerang dan merobohkan lawan yang membuatnya marah.
Karena itu, kemarahan merupakan pantangan besar bagi seorang ahli silat yang menghadapi lawan. Tentu saja Siok Tojin pun maklum akan hal ini, akan tetapi karena lawannya adalah seorang datuk yang terkenal, dan kini wanita itu terlalu memandang rendah kepadanya, dia tidak dapat lagi menahan kemarahannya, karena dia pun tidak menyangka bahwa sikap Kiam-mo Cai-li itu adalah seauatu siasat yang amat cerdik dan dikiranya bahwa datuk kaum sesat itu memang memandang rendah kepadanya.
"Tring... cringggg...!!"
Sampai lima jurus Siok Tojin menyerang dengan dahsyatnya dan selalu terangkis oleh ujung pedang payung. Tiba-tiba dalam penangkisan terakhir, Kiam-mo Cai-li menggunakan sinkangnya yang lebih kuat untuk menindih pedang lawan dengan pedang payungnya.
Siok Tojin terkejut ketika merasa betapa pedangnya menempel dan melekat pada pedang payung lawan. Dia mengerahkan tenaga sinkang untuk membetotnya, namun tekanan lawan amat berat sehingga keadaannya berbahaya karena kalau dia menarik kembali pedangnya, tentu dia akan terancam oleh pedang lawan yang menekannya dan yang kini payungnya telah tertutup kembali itu. Selagi mereka mengadu sinkang, tiba-tiba terdengar suara ketawa dari Kiam-mo Cai-li, dan tampak tangan kiri wanita itu bergerak dengan kuku-kuku jari tangannya yang runcing dan berbisa, mencengkeram ke arah muka Siok Tojin! Totu ini terkejut.
Dia sudah mendengar akan lihainya kuku-kuku runcing yang berbisa itu, maka dengan cepat dia pun menggerakkan tangan kiri dan miringkan tubuh, menangkis serangan lawannya dan berhasil menangkap pergelangan tangan lawan.
Akan tetapi Kiam-mo Cai-li masih terus tertawa karena hatinya girang melihat betapa pancingannya berhasil semua. Tentu saja dia sengaja membiarkan lengannya terpegang, kalau dia tidak sengaja demikian, mana bisa lawan menangkap lengan tangannya? Tiba-tiba kepalanya bergerak dan sinar hitam menyambar ke arah Siok Tojin. (Bersambung)
(dwi)