Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 21 Bagian 4
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Mendengar ucapan pemuda itu yang diatur seperti orang membaca sajak, Soan Cu tertawa dan dia kagum juga. Terdengar amat indah kata-kata tadi. Akan tetapi timbul pula kenakalannya dan dia menjawab dengan nada mengejek, "Orang she Kwee, aku tertawa bukan menyambutmu, melainkan teringat akan peristiwa yang amat lucu. Engkau datang bersama Han Swat Hong, membelanya mati-matian, akan tetapi sekarang di manakah dia? Engkau ditinggalkannya begitu saja! Betapa lucunya! Lucu ataukah menyedihkan?"
Alis tebal itu makin dalam berkerut, akan tetapi kemudian Kwee Lun tersenyum lagi dan mengangguk-angguk, "Memang lucu sekali! Ha-ha-ha-ha, lucu sekali!"
Melihat pemuda itu tidak tersinggung malah tertawa-tawa, Soan Cu menjadi penasaran. "Apa yang lucu?" bentaknya.
"Kau... eh, kita berdua... yang lucu. Mengapa bisa begini kebetulan?"
"Apa yang kebetulan?" Soan Cu makin penasaran karena ejekannya itu kini agaknya malah dibalikkan oleh pemuda itu kepadanya.
"Bukankah kebetulan sekali nasib kita amat serupa? Aku datang bersama Nona Swat Hong dan aku ditinggalkan, sebaliknya engkau pun datang bersama Sin Liong dan engkau ditinggalkan pula. Nasib kita benar serupa, bukankah ini amat, lucunya?"
Wajah Soan Cu menjadi merah sekali. "Srattt!" Pedang Coa-kut-kiam yang bersinar-sinar telah berada di tangan kanannya. Kwee Lun terkejut bukan main, hanya memandang bengong karena sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang dianggapnya jujur dan lincah gembira ini demikian mudah tersinggung!
"Eh, Nona Ouw... kau... marah oleh godaanku tadi?"
"Siapa marah? Hayo cabut pedangmu, kita lanjutkan pertempuran kita yang terhenti ketika di Puncak Awan Merah. Aku masih belum kalah olehmu!"
Kwee Lun menarik napas pajang, hatinya lega. Tepat dugaannya, nona ini sama sekali bukan tersinggung oleh, godaannya, melainkan karena memiliki watak aneh, ingin melanjutkan pertempuran ketika mereka saling membela sahabat masing-masing di Puncak Awan Merah.
"Wah, berat, Nona. Aku terima kalah. Dalam gebrakan-gebrakan yang pernah kita lakukan itu saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada aku. Pula kita bukanlah musuh. Terserah kalau Nona hendak menganggap aku musuh, akan tetapi aku Kwee Lun sama sekali tidak menganggap kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita, mau atau tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang amat erat."
"Hemm, jangan kau mencoba untuk membujukku. Persahabatan dari mana? Enak saja kau bicara!"
"Eh, apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah sahabat baik dari Kwa Sin Liong, Nona?"
"Memang, dia adalah sahabat baikku, bukan engkau!"
"Nah, kalau engkau sahabat baik dari Kwa Sin Liong, berarti engkau adalah sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona itu adalah sahabatku. Sahabat dari Si Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dan sahabat Si Sumoi, bukan?"
"Hemm, kau memang pandai bicara." Soan Cu menyarungkan kembali pedangnya. "Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!"
"Tentu saja tidak berani, karena memang pedangku bukan untuk melawanmu, melainkan untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah kau hendak mencari Ayahmu, Nona? Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?"
Ditegur seperti itu, Soan Cu menjadi bingung lagi. Memang tadi dia sedang termenung bingung, tidak tahu harus pergi ke mana. Dengan matanya yang indah terbelalak gadis, itu memandang kepada Kwee Lun dan menggelengkan kepalanya, lalu dia bertanya, "Apakah kau tahu?"
"Tentu saja aku pun tidak tahu, Nona. Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis muda, sungguh tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat membantumu, aku senang merantau dengan guruku dahulu, dan aku banyak mengenal daerah-daerah, tahu pula dunia kang-ouw sehingga agaknya akan lebih menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau suka...."
Sampai lama Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas, berkata, "Engkau baik sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat kuandalkan seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat dia. Akan tetapi engkau juga gagah perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa engkau tentu dapat menjadi seorang sahabat."
"Ha-ha-ha, tenma kasih, Nona Ouw. Terima kasih, ha-ha-ha! Sudah kuduga bahwa engkau adalah seorang gadis yang luar biasa, polos dan tidak berpura-pura, cantik dan gagah perkasa. Ha-ha-ha!" Kwee Lun tertawa dengan bebas dan terkejutlah Soan Cu ketika melihat betapa air mata mengalir di kedua pipi pemuda tinggi besar yang gagah dan tampan ini.
"Eh, kau menangis??" (Bersambung)
Mendengar ucapan pemuda itu yang diatur seperti orang membaca sajak, Soan Cu tertawa dan dia kagum juga. Terdengar amat indah kata-kata tadi. Akan tetapi timbul pula kenakalannya dan dia menjawab dengan nada mengejek, "Orang she Kwee, aku tertawa bukan menyambutmu, melainkan teringat akan peristiwa yang amat lucu. Engkau datang bersama Han Swat Hong, membelanya mati-matian, akan tetapi sekarang di manakah dia? Engkau ditinggalkannya begitu saja! Betapa lucunya! Lucu ataukah menyedihkan?"
Alis tebal itu makin dalam berkerut, akan tetapi kemudian Kwee Lun tersenyum lagi dan mengangguk-angguk, "Memang lucu sekali! Ha-ha-ha-ha, lucu sekali!"
Melihat pemuda itu tidak tersinggung malah tertawa-tawa, Soan Cu menjadi penasaran. "Apa yang lucu?" bentaknya.
"Kau... eh, kita berdua... yang lucu. Mengapa bisa begini kebetulan?"
"Apa yang kebetulan?" Soan Cu makin penasaran karena ejekannya itu kini agaknya malah dibalikkan oleh pemuda itu kepadanya.
"Bukankah kebetulan sekali nasib kita amat serupa? Aku datang bersama Nona Swat Hong dan aku ditinggalkan, sebaliknya engkau pun datang bersama Sin Liong dan engkau ditinggalkan pula. Nasib kita benar serupa, bukankah ini amat, lucunya?"
Wajah Soan Cu menjadi merah sekali. "Srattt!" Pedang Coa-kut-kiam yang bersinar-sinar telah berada di tangan kanannya. Kwee Lun terkejut bukan main, hanya memandang bengong karena sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang dianggapnya jujur dan lincah gembira ini demikian mudah tersinggung!
"Eh, Nona Ouw... kau... marah oleh godaanku tadi?"
"Siapa marah? Hayo cabut pedangmu, kita lanjutkan pertempuran kita yang terhenti ketika di Puncak Awan Merah. Aku masih belum kalah olehmu!"
Kwee Lun menarik napas pajang, hatinya lega. Tepat dugaannya, nona ini sama sekali bukan tersinggung oleh, godaannya, melainkan karena memiliki watak aneh, ingin melanjutkan pertempuran ketika mereka saling membela sahabat masing-masing di Puncak Awan Merah.
"Wah, berat, Nona. Aku terima kalah. Dalam gebrakan-gebrakan yang pernah kita lakukan itu saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada aku. Pula kita bukanlah musuh. Terserah kalau Nona hendak menganggap aku musuh, akan tetapi aku Kwee Lun sama sekali tidak menganggap kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita, mau atau tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang amat erat."
"Hemm, jangan kau mencoba untuk membujukku. Persahabatan dari mana? Enak saja kau bicara!"
"Eh, apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah sahabat baik dari Kwa Sin Liong, Nona?"
"Memang, dia adalah sahabat baikku, bukan engkau!"
"Nah, kalau engkau sahabat baik dari Kwa Sin Liong, berarti engkau adalah sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona itu adalah sahabatku. Sahabat dari Si Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dan sahabat Si Sumoi, bukan?"
"Hemm, kau memang pandai bicara." Soan Cu menyarungkan kembali pedangnya. "Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!"
"Tentu saja tidak berani, karena memang pedangku bukan untuk melawanmu, melainkan untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah kau hendak mencari Ayahmu, Nona? Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?"
Ditegur seperti itu, Soan Cu menjadi bingung lagi. Memang tadi dia sedang termenung bingung, tidak tahu harus pergi ke mana. Dengan matanya yang indah terbelalak gadis, itu memandang kepada Kwee Lun dan menggelengkan kepalanya, lalu dia bertanya, "Apakah kau tahu?"
"Tentu saja aku pun tidak tahu, Nona. Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis muda, sungguh tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat membantumu, aku senang merantau dengan guruku dahulu, dan aku banyak mengenal daerah-daerah, tahu pula dunia kang-ouw sehingga agaknya akan lebih menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau suka...."
Sampai lama Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas, berkata, "Engkau baik sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat kuandalkan seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat dia. Akan tetapi engkau juga gagah perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa engkau tentu dapat menjadi seorang sahabat."
"Ha-ha-ha, tenma kasih, Nona Ouw. Terima kasih, ha-ha-ha! Sudah kuduga bahwa engkau adalah seorang gadis yang luar biasa, polos dan tidak berpura-pura, cantik dan gagah perkasa. Ha-ha-ha!" Kwee Lun tertawa dengan bebas dan terkejutlah Soan Cu ketika melihat betapa air mata mengalir di kedua pipi pemuda tinggi besar yang gagah dan tampan ini.
"Eh, kau menangis??" (Bersambung)
(dwi)