Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 12
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Kwee Lun menggerakkan tangannya tak sabar. "Aahh, mengapa takut? Kami hanya tertarik mendengar cerita biruang bertanding dengan harimau. Di manakah kejadian itu dan bagaimana asal mulanya?"
Kwee Lun mengeluarkan sepotong uang dan memberikan kepada orang itu. "Nah, ceritakanlah! Jangan takut-takut, ini hadiahnya." Orang itu menerima hadiah dan setelah memandang ke kanan kiri dia bercerita.
"Pagi tadi, sebelum masuk bekerja saya menemani Saudara Misan saya mengantar segerobak kayu bakar ke atas sana...." dia menuding keluar warung.
"Ke atas mana?"
"Di Puncak Awan Merah, tempat tinggal Siangkoan Lo-enghiong. Kami berdua mengantarkan kayu bakar dan melihat ribut-ribut di sana. Mendengar gerengan-gerengan dahsyat, saya lalu menyelinap dan mendahului saudara saya, mengintai.
Ternyata di sana sedang diadakan permainan yang luar biasa, yaitu adu harimau dan beruang! Entah milik siapa beruang itu, akan tetapi harimau itu saya kenal sebagai harimau peliharaan Siangkoan Lo-enghiong yang biasanya di dalam kerangkeng. Bukan main ramainya dan saya takut sekali. Agaknya di tempat Siangkoan Lo-eng-hiong ada tamu yang membawa biruang...."
"Siapa tamunya? Bagaimana macam orangnya?" Swat Hong mendesak penuh ketegangan hati.
Akan tetapi orang itu menggeleng kepala. "Bagaimana saya bisa tahu? Di atas sana banyak orang, murid-murid Lo-enghiong dan orang-orang seperti kami tidak mempunyai hubungan dengan Puncak Awan Merah, kami tidak diperbolehkan naik kecuali kalau ada pesanan dari sana. Hanya kadang-kadang saja Siocia atau murid Lo-enghiong yang turun ke sini. Melihat pertandingan amat dahsyat itu, saya ketakutan dan cepat lari turun tagi...."
Swat Hong mengerutkan alisnya. Mungkinkah suhengnya "kesasar" sampai di tempat ini? Tiba-tiba Kwee Lun bertanya, "Yang kausebut Siangkoan Lo-enghiong itu, apakah dia bernama Siangkoan Houw?"
Nama lengkapnya mana saya tahu? Orang Itu menggeleng kepala, kelihatannya takut-takut. "Julukannya Tee Tok (Racun Bumi),bukan?"
Orang itu makin ketakutan, akan tetapi dia mengangguk. "Pernah saya mendengar muridnya bicara menyebut julukan itu... harap Ji-wi maafkan, saya masih banyak pekerjaan di dapur." Dia tidak menanti jawaban, kembali ke dapur dengan sikap ketakutan.
"Aihh, kiranya Tee-tok sekarang tinggal di tempat ini!" kata Kwee Lun.
"Twako, siapakah Racun Bumi itu?"
"Hemm, seorang yang luar biasa! Dapat dikatakan saingan Suhu, menurut cerita Suhu, sukar dikatakan siapa yang lebih unggul. Dia adalah seorang di antara tokoh-tokoh dunia kang-ouw yang sudah terkenal sekali. Aku sendiri baru mendengar namanya dari Suhu saja.
Menurut Suhu, dia adalah seorang yang gagah perkasa dan jujur, akan tetapi sayang sekali, hatinya ganas dan kejam terhadap orang yang tak disukainya dan dia amat lihai dan berbahaya sebagai seorang ahli racun yang mengerikan. Karena itu julukannya adalah Racun Bumi. Sungguh tidak dinyana bahwa dengan orang seperti dia!"
"Hemm... kalau begitu engkau sudah merencanakan untuk mengunjungi Puncak Awan Merah, Twako?"
"Tidak begitukah kehendakmu? Agaknya sangat boleh jadi biruang itu milik Suhengmu. Hong-moi, karena di tempat tinggal seorang seperti Tee-tok, segala apa mungkin saja terjadi. Tentu saja amat mencurigakan dan hatiku tidak akan merasa puas kalau belum menyelidik ke sana. Kalau ternyata Suhengmu tidak berada di sana kita turun lagi karena aku tidak mempunyai urusan dengan Tee-tok."
Swat Hong mengangguk. "Baiklah, kalau begitu mari kita berangkat. Entah mengapa, betapa pun sedikit kemungkinannya bahwa Suheng berada di sana, akan tetapi hatiku merasakan sesuatu yang aneh. Kita harus menyelidiki ke sana." (Bersambung)
Kwee Lun menggerakkan tangannya tak sabar. "Aahh, mengapa takut? Kami hanya tertarik mendengar cerita biruang bertanding dengan harimau. Di manakah kejadian itu dan bagaimana asal mulanya?"
Kwee Lun mengeluarkan sepotong uang dan memberikan kepada orang itu. "Nah, ceritakanlah! Jangan takut-takut, ini hadiahnya." Orang itu menerima hadiah dan setelah memandang ke kanan kiri dia bercerita.
"Pagi tadi, sebelum masuk bekerja saya menemani Saudara Misan saya mengantar segerobak kayu bakar ke atas sana...." dia menuding keluar warung.
"Ke atas mana?"
"Di Puncak Awan Merah, tempat tinggal Siangkoan Lo-enghiong. Kami berdua mengantarkan kayu bakar dan melihat ribut-ribut di sana. Mendengar gerengan-gerengan dahsyat, saya lalu menyelinap dan mendahului saudara saya, mengintai.
Ternyata di sana sedang diadakan permainan yang luar biasa, yaitu adu harimau dan beruang! Entah milik siapa beruang itu, akan tetapi harimau itu saya kenal sebagai harimau peliharaan Siangkoan Lo-enghiong yang biasanya di dalam kerangkeng. Bukan main ramainya dan saya takut sekali. Agaknya di tempat Siangkoan Lo-eng-hiong ada tamu yang membawa biruang...."
"Siapa tamunya? Bagaimana macam orangnya?" Swat Hong mendesak penuh ketegangan hati.
Akan tetapi orang itu menggeleng kepala. "Bagaimana saya bisa tahu? Di atas sana banyak orang, murid-murid Lo-enghiong dan orang-orang seperti kami tidak mempunyai hubungan dengan Puncak Awan Merah, kami tidak diperbolehkan naik kecuali kalau ada pesanan dari sana. Hanya kadang-kadang saja Siocia atau murid Lo-enghiong yang turun ke sini. Melihat pertandingan amat dahsyat itu, saya ketakutan dan cepat lari turun tagi...."
Swat Hong mengerutkan alisnya. Mungkinkah suhengnya "kesasar" sampai di tempat ini? Tiba-tiba Kwee Lun bertanya, "Yang kausebut Siangkoan Lo-enghiong itu, apakah dia bernama Siangkoan Houw?"
Nama lengkapnya mana saya tahu? Orang Itu menggeleng kepala, kelihatannya takut-takut. "Julukannya Tee Tok (Racun Bumi),bukan?"
Orang itu makin ketakutan, akan tetapi dia mengangguk. "Pernah saya mendengar muridnya bicara menyebut julukan itu... harap Ji-wi maafkan, saya masih banyak pekerjaan di dapur." Dia tidak menanti jawaban, kembali ke dapur dengan sikap ketakutan.
"Aihh, kiranya Tee-tok sekarang tinggal di tempat ini!" kata Kwee Lun.
"Twako, siapakah Racun Bumi itu?"
"Hemm, seorang yang luar biasa! Dapat dikatakan saingan Suhu, menurut cerita Suhu, sukar dikatakan siapa yang lebih unggul. Dia adalah seorang di antara tokoh-tokoh dunia kang-ouw yang sudah terkenal sekali. Aku sendiri baru mendengar namanya dari Suhu saja.
Menurut Suhu, dia adalah seorang yang gagah perkasa dan jujur, akan tetapi sayang sekali, hatinya ganas dan kejam terhadap orang yang tak disukainya dan dia amat lihai dan berbahaya sebagai seorang ahli racun yang mengerikan. Karena itu julukannya adalah Racun Bumi. Sungguh tidak dinyana bahwa dengan orang seperti dia!"
"Hemm... kalau begitu engkau sudah merencanakan untuk mengunjungi Puncak Awan Merah, Twako?"
"Tidak begitukah kehendakmu? Agaknya sangat boleh jadi biruang itu milik Suhengmu. Hong-moi, karena di tempat tinggal seorang seperti Tee-tok, segala apa mungkin saja terjadi. Tentu saja amat mencurigakan dan hatiku tidak akan merasa puas kalau belum menyelidik ke sana. Kalau ternyata Suhengmu tidak berada di sana kita turun lagi karena aku tidak mempunyai urusan dengan Tee-tok."
Swat Hong mengangguk. "Baiklah, kalau begitu mari kita berangkat. Entah mengapa, betapa pun sedikit kemungkinannya bahwa Suheng berada di sana, akan tetapi hatiku merasakan sesuatu yang aneh. Kita harus menyelidiki ke sana." (Bersambung)
(dwi)