Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 22 Bagian 2
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Laki-laki gagah perkasa itu masih terus meraung-raung, dengan air mata bercucuran ketika dia telah membaringkan tubuh puterinya ke atas lantai kemudian dia mengamuk seperti seekor naga, menyebar maut di antara pengeroyoknya! Hujan senjata tidak dirasakannya lagi dan pedangnya sampai menjadi merah dari ujung sampai ke gagang, bahkan sampai ke lengannya!
Sementara itu Liu Bwee yang sudah banyak kehilangan darah juga makin lemah gerakannya. Kalau tidak ada Swat Hong, tentu dia sudah roboh oleh Ouw-yang Cin Cu. Untung bagi mereka agaknya kakek yang sudah menjadi kok-su ini hanya setengah hati saja bertempur, seringkali dia sengaja mundur dan membiarkan anak buah pengawal yang mengeroyok.
Hal ini karena dia sebetulnya tidak begitu suka kepada The Kwat Lin yang dianggapnya berbahaya. Pula, setelah sekarang dia telah memperoleh kedudukan tinggi, dia tidak membutuhkan kerja sama dengan The Kwat Lin. Selain itu, juga dia ingin menghindarkan sedapat mungkin permusuhan dengan orang-orang yang lihai, apalagi keluarga dari Pulau Es!
"Swat Hong, cepat kau pergi...!"
"Tidak, Ibu!"
"Kalau tidak, kau akan mati...!"
"Mati bersamamu merupakan kebahagiaan, Ibu!"
"Hushhh, anak bodoh. Kalau begitu, siapa yang akan mengembalikan pusaka? Kau ingat pesan Ayahmu."
"Tapi, Ibu...."
"Kalau kau membantah dan sampai tewas di sini, Ibumu tidak akan dapat mati dengan mata meram."
"Ibu...!"
"Lihatlah, dia... diapun akan mati... Ibu ada seorang teman yang baik... Ibu dan dia... ah, kami senang mati bersama... kau jangan ikut-ikut...!"
Mendengar ucapan ini, Swat Hong terkejut sekali dan menengok ke arah Ouw Sian Kok yang mengerikan keadaannya itu. Mergertilah dia bahwa ibunya dan laki-laki perkasa itu telah saling jatuh cinta! Jantungnya seperti ditusuk, teringat dia akan kesalahan ayahnya terhadap ibunya. Ibunya tidak bersalah, sudah sepantasnya menjatuhkan hati kepada pria lain karena disakiti hatinya oleh suami yang tergila-gila kepada wanita lain!
"Ibu...."
"Pergilah, dan ajak pemuda gagah itu!"
Sambil bercucuran air mata, Swat Hong mengangguk, memutar pedangnya dan mendekati Kwee Lun yang juga masih mengamuk. "Toako, hayo kita pergi!!
"Eh? Ibumu? Soan Cu? Ayahnya...?" "Ayolah...!!"
"Baik, baik...!"
Mereka berdua membuka jalan darah, akhirnya berhasil meloncat keluar.
"Jangan kejar mereka! Kepung saja yang berada di dalam!" terdengar Ouw-yang Cin Cu berseru.
Tidak terlalu lama Ouw Sian Kok dan Liu Bwee dapat bertahan. Mereka sudah kehabisan tenaga, juga terlalu banyak mengeluarkan darah. Akhirnya, mereka roboh berdekatan, di dekat mayat Soan Cu.
Ouwyang Cin Cu menghela napas panjang, kagum sekali menyaksikan kegagahan mereka itu. Dia masih belum menduga bahwa tiga orang yang telah tewas ini adalah orang-orang yang datang dari tempat yang hanya didengarnya dalam dongeng!
Wanita cantik setengah tua itu adalah bekas permaisuri Raja Pulau Es, sedangkan laki-laki perkasa dan dara jelita itu adalah ayah dan anak dari Pulau Neraka, bahkan merupa kan tokoh pimpinan! Dia menghela napas pula ketika melihat bahwa The Kwat Lin juga tewas dalam keadaan mengerikan.
Diam-diam dia merasa lega, karena dia maklum betapa di lubuk hati wanita ini tersembunyi cita-cita yang amat hebat, yang kelak mungkin membahayakan kedudukan kaisar, dan kedudakannya sendiri. (Bersambung)
Laki-laki gagah perkasa itu masih terus meraung-raung, dengan air mata bercucuran ketika dia telah membaringkan tubuh puterinya ke atas lantai kemudian dia mengamuk seperti seekor naga, menyebar maut di antara pengeroyoknya! Hujan senjata tidak dirasakannya lagi dan pedangnya sampai menjadi merah dari ujung sampai ke gagang, bahkan sampai ke lengannya!
Sementara itu Liu Bwee yang sudah banyak kehilangan darah juga makin lemah gerakannya. Kalau tidak ada Swat Hong, tentu dia sudah roboh oleh Ouw-yang Cin Cu. Untung bagi mereka agaknya kakek yang sudah menjadi kok-su ini hanya setengah hati saja bertempur, seringkali dia sengaja mundur dan membiarkan anak buah pengawal yang mengeroyok.
Hal ini karena dia sebetulnya tidak begitu suka kepada The Kwat Lin yang dianggapnya berbahaya. Pula, setelah sekarang dia telah memperoleh kedudukan tinggi, dia tidak membutuhkan kerja sama dengan The Kwat Lin. Selain itu, juga dia ingin menghindarkan sedapat mungkin permusuhan dengan orang-orang yang lihai, apalagi keluarga dari Pulau Es!
"Swat Hong, cepat kau pergi...!"
"Tidak, Ibu!"
"Kalau tidak, kau akan mati...!"
"Mati bersamamu merupakan kebahagiaan, Ibu!"
"Hushhh, anak bodoh. Kalau begitu, siapa yang akan mengembalikan pusaka? Kau ingat pesan Ayahmu."
"Tapi, Ibu...."
"Kalau kau membantah dan sampai tewas di sini, Ibumu tidak akan dapat mati dengan mata meram."
"Ibu...!"
"Lihatlah, dia... diapun akan mati... Ibu ada seorang teman yang baik... Ibu dan dia... ah, kami senang mati bersama... kau jangan ikut-ikut...!"
Mendengar ucapan ini, Swat Hong terkejut sekali dan menengok ke arah Ouw Sian Kok yang mengerikan keadaannya itu. Mergertilah dia bahwa ibunya dan laki-laki perkasa itu telah saling jatuh cinta! Jantungnya seperti ditusuk, teringat dia akan kesalahan ayahnya terhadap ibunya. Ibunya tidak bersalah, sudah sepantasnya menjatuhkan hati kepada pria lain karena disakiti hatinya oleh suami yang tergila-gila kepada wanita lain!
"Ibu...."
"Pergilah, dan ajak pemuda gagah itu!"
Sambil bercucuran air mata, Swat Hong mengangguk, memutar pedangnya dan mendekati Kwee Lun yang juga masih mengamuk. "Toako, hayo kita pergi!!
"Eh? Ibumu? Soan Cu? Ayahnya...?" "Ayolah...!!"
"Baik, baik...!"
Mereka berdua membuka jalan darah, akhirnya berhasil meloncat keluar.
"Jangan kejar mereka! Kepung saja yang berada di dalam!" terdengar Ouw-yang Cin Cu berseru.
Tidak terlalu lama Ouw Sian Kok dan Liu Bwee dapat bertahan. Mereka sudah kehabisan tenaga, juga terlalu banyak mengeluarkan darah. Akhirnya, mereka roboh berdekatan, di dekat mayat Soan Cu.
Ouwyang Cin Cu menghela napas panjang, kagum sekali menyaksikan kegagahan mereka itu. Dia masih belum menduga bahwa tiga orang yang telah tewas ini adalah orang-orang yang datang dari tempat yang hanya didengarnya dalam dongeng!
Wanita cantik setengah tua itu adalah bekas permaisuri Raja Pulau Es, sedangkan laki-laki perkasa dan dara jelita itu adalah ayah dan anak dari Pulau Neraka, bahkan merupa kan tokoh pimpinan! Dia menghela napas pula ketika melihat bahwa The Kwat Lin juga tewas dalam keadaan mengerikan.
Diam-diam dia merasa lega, karena dia maklum betapa di lubuk hati wanita ini tersembunyi cita-cita yang amat hebat, yang kelak mungkin membahayakan kedudukan kaisar, dan kedudakannya sendiri. (Bersambung)
(dwi)