Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 12 Bagian 10

Selasa, 07 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Swat Hong mengeluarkan suara mendengus dari hidung dan mengejek, sinar pedangnya berkelebatan dan bergulung-gulung sehingga jarum-jarum merah yang dilepas Siangkoan Hui secara lihai itu semua dapat dipukul runtuh.

"Haiiittt...!!" Swat Hong meluncur ke depan, didahului sinar pedangnya, pedang itu menusuk lalu disambung membabat ke kanan kiri, sedangkan sarung pedangnya masih bergerak menghantam dari atas. Seolah-olah semua jalan keluar tertutup dan tidak memungkinkan lawan untuk mengelak lagi!

"Hiaaahhhh!!" Siangkoan Hui memekik nyaring, sabuknya berubah menjadi sebatang benda keras yang diputar-putar, melindungi tubuhnya. Pada saat pedang tertangkis, tiba-tiba dari ujung sabuk merah itu menyambar dua batang paku merah yang meluncur tanpa tersangka-sangka dan dengan cepat sekali ke arah tenggorokan Swat Hong!

"Aihhh...!!" Swat Hong menjerit dan tidak ada jalan lain baginya kecuali membuka mulutnya yang kecil dan "menangkap" dua batang paku merah itu dengan gigitan giginya yang kecil-kecil dan putih berderet rapi itu!

Siangkoan Hui terkejut dan kagum bukan main, dan pada saat itu, Swat Hong telah meniupkan dua batang paku ke arah tubuh lawan. Tentu saja Siangkoan Hui dapat mengelakkan senjata rahasianya sendiri ini dengan mudah.

Akan tetapi kini Swat Hong sudah marah sekali dan pedangnya bergerak untuk membunuh! Jurus-jurus terhebat dari Pulau Es dimainkannya dan tentu saja Siangkoan Hui terdesak hebat dan ujung sabuknya sudah robek dicium ujung pedang!

"Sumoi, jangan...!!!" Tiba-tiba terdengar seruan dan Sin Liong melompat memasuki lapangan pertandingan, menolak lengan sumoinya dengan tangan kiri. "Sumoi...! Sukur kita dapat saling bertemu di sini...!" Sin Liong berseru girang bukan main.

Akan tetapi, perut Swat Hong terasa panas saking mendongkolnya. Tadi dia sudah berhasil mendesak lawan dan belasan jurus lagi saja dia tentu akan menang. Siapa tahu, suhengnya muncul dan lawannya itu dapat meloncat keluar dan kini berdiri di belakang kakek yang menjadi ayahnya!

"Aku harus membunuhnya!" bentaknya dan dia hendak melompat ke arah Siangkoan Hui.

"Sumoi, jangan serang orang!"

"Kalau begitu, serang kau saja!" Dan gadis ini lalu menyerang Sin Liong kalang kabut dengan pedangnya!

"Eh-eh...! Ohhh...! Sumoi..., mengapa kau marah-marah?" Sin Liong terpaksa berlompatan ke sana-sini mengelak karena sambaran pedang di tangan sumoinya itu bukan main-main!

"Kenapa kau membelanya? Kenapa?" Swat Hong berkata pertahan dan menyerang terus tanpa mempedulikan seruan suhengnya.

Pada saat itu tampak dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri Kwee Lun dan Soan Cu. Bagaimana dua orang muda ini dapat datang bersama?

Telah kita ketahui bahwa Soan Cu disuruh pergi oleh Sin Liong, dan karena dengan gadis ini amat taat kepada Sin Liong, dengan hati berat dia meninggalkan puncak itu hendak turun ke dusun kembali. Dan telah diceritakan pula di bagian depan betapa Kwee Lun melakukan penyelidikan bersama Swat Hong dan mereka berpencar.

Kwee Lun mengambil jalan dari kiri. Kebetulan sekali ketika pemuda ini sedang berindap-indap melakukan penyelidikan, dia melihat seorang gadis cantik berjalan seorang diri keluar dari pagar. Tentu saja dia mengira bahwa gadis itu adalah seorang musuh.

Timbul dalam pikirannya untuk menangkap gadis ini dan memaksanya mengaku apa yang telah terjadi di sebelah dalam. Hal ini akan lebih memudahkan penyelidikannya, daripada menyelidiki dari luar tak berketentuan. Dengan pikiran ini, Kwee Lun tiba-tiba meloncat keluar dari tempat sembunyinya dan langsung dia menubruk dan memeluk Soan Cu!

Dapat dibayangkan betapa marahnya dara ini. Ketika tiba-tiba ada seorang keluar dari semak-semak dan gerakan secepat kilat menyergap memeluknya, tentu saja dia mengira ini tentulah anak buah Tee-tok hendak menangkapnya atau hendak kurang ajar.

"Setan keparat jahanam terkutuk!!" bentakannya dan dia mengerahkan tenaganya, meronta dan menggerakkan kaki tangannya, menyepak dan menampar.

"Plak-plak-plak...! Wah-wah... galak Kwee Lun kewalahan dan terpaksa melepaskan rangkulannya karena tulang kering kakinya kena ditendang, pipinya dicakar dan dagunya ditampar! (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0451 seconds (0.1#10.140)