Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 9

Jum'at, 02 Juni 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 9
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Pek Sim Tojin lalu menghadapi Liem Toan Ki dan bertanya, "Toan Ki, apa artinya ini semua? Benarkah kalian menyembunyikan Pusaka Pulau Es di Hoa-san-pai?"

Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio segera menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Ketua Hoa-san-pai itu. Liem Toan Ki segera berkata, "Harap Supek mengampunkan teecu berdua. Adalah mendiang Twa-supek yang mengijinkan teecu berdua dan Beliau yang melarang teecu berdua menceritakan kepada siapapun juga, bahkan Beliau yang membantu teecu berdua dalam hal ini. Karena sekarang mereka telah mengetahuinya dan hendak menggunakan paksaan, biarlah teecu berdua menghadapinya sendiri tanpa membawa-bawa Hoa-san-pai."

Setelah berkata demikian, Toan Ki dan Bu Swi Nio meloncat bangun, mencabut pedang dan berkatalah Toan Ki dengan suara lantang, "Haiii, kaum kang-ouw dengarlah! Urusan ini adalah urusan kami berdua suami isteri, bukan sebagai murid Hoa-san-pai, maka kalau kalian begitu tidak tahu malu hendak merampas Pusaka Pulau Es, biar kami menghadapi kalian sampai titik darah penghabisan!"

"Keparat, aku tidak membiarkan kau mampus sebelum kalian menyerahkan pusaka itu." Thian-tok membentak.

"Tahan!" Tiba-tiba Pek Sim Tojin membentak dan sikapnya angker sekali. "Cu-wi sekalian sungguh terlalu, memperebutkan pusaka milik orang lain dan sama sekali tidak memandang mata kepada Hoa-san-pai, hendak membikin ribut di sini. Siapa saja tidak akan pinto ijinkan untuk menggunakan kekerasan di Hoa-san-pai!"

"Tepat sekali! Aku Tee-tok Siangkoan Houw pun bukan seorang yang tak tahu malu! Aku tidak akan membolehkan siapa pun menjamah Pusaka Pulau Es yang menjadi milik Nona Han Swat Hong!" Tiba-tiba tokoh Tai-hang-san yang tinggi besar itu sudah melompat ke atas ruangan luar dan mendampingi Toan Ki dan Swi Nio dengan sikap gagah!

"Ha-ha-ha, itu baru namanya laki-laki sejati! Tee-tok, kau membikin aku merasa malu saja! Aku pun tua bangka yang tidak berguna mana ingin memperebutkan pusaka orang lain? Aku pun tidak membiarkan siapa pun memperebutkan pusaka itu!"

Lam-hai Seng-jin, guru Kwee Lun, tosu yang bersikap halus dengan tangan kiri memegang kipas dan tangan kanan memegang hudtim (kebutan pertapa), telah melangkah ke ruangan depan mendampingi Tee-tok.

"Masih ada aku yang menentang orang-orang kang-ouw tak tahu malu hendak merampas pusaka lain orang!" Tampak bayangan berkelebat disertai suara halus melengking dan di ruang depan itu nampak Gin-siauw Siucai Si Sastrawan yang bersenjata suling perak dan, mauwpit!

Melihat ini Thian-tok tertawa bergelak dengan hati penuh kemarahan, apalagi melihat bekas sutenya, Tee Tok, memelopori lebih dulu membela Hoa-san-pai dan murid Hoa-san-pai yang membawa Pusaka Pulau Es yang amat dikehendakinya.

"Ha-ha-ha! Kalian pura-pura menjadi pendekar budiman? Hendak kulihat sampai di mana kepandaian kalian!" Thian-tok sudah lari ke depan, diikuti oleh banyak tokoh kang-ouw lagi dan dapat dibayangkan betapa tentu sebentar akan terjadi perang kecil yang amat hebat antara para anggauta Hoa-san-pai dibantu oleh tiga tokoh kang-ouw itu melawan para orang kang-ouw yang memperebutkan pusaka.

"Tahan...!"

Seruan ini halus dan ramah, tidak mengandung kekerasan sesuatu pun, akan tetapi anehnya, semua orang merasa ada getaran yang membuat mereka menghentikan gerakan mereka mencabut senjata dan kini semua mata memandang ke atas ruangan depan itu karena tadi ada berkelebat dua sosok bayangan orang ke arah situ.

Ternyata Sin Liong dan Swat Hong telah berdiri di ruangan depan markas Hoa-san-pai. Dengan sikap tenang sekali Sin Liong menghadapi semua orang, terutama sekali memandang tokoh-tokoh besar dunia persilatan yang hadir, dan yang semua memandang kepadanya dengan mata terbelalak, kemudian terdengar pemuda ini berkata, "Cu-wi Locianpwe mengapa sejak dahulu sampai sekarang gemar sekali memperebutkan sesuatu?"

Thian-tok Bhong Sek Bin yang berwatak kasar memandang dengan terbelalak, demikian pula Thian-he Tee-it Ciang Ham, Lam-hai Seng-jin, Gin-siauw Siucai dan para tokoh lain yang belasan tahun lalu pernah hendak memperebutkan bocah ajaib, Sin-tong yang bukan lain adalah Sin Liong sendiri. Mereka merasa kenal pemuda ini, akan tetapi lupa lagi.

"Ka... kau siapakah...?" akhirnya Thian-tok bertanya.

"Ha-ha-ha, kalian lupa lagi siapa dia ini?" Tiba-tiba Tee Tok Siangkoan Houw keras, hatinya girang dan lega main bahwa dia tadi tidak ragu-ragu untuk melindungi Pusaka Pulau Es. munculnya pemuda yang dia tahu memiliki kelihaian yang luar biasa dia girang sekali. "Coba lihat dengan baik-baik, belasan tahun yang lalu di lereng Pegunungan Jeng-hoa-san kalian luga memperebutkan sesuatu. Siapa dia?"

"Sin-tong...!"

"Bocah ajaib...!!" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.1026 seconds (0.1#10.140)