Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 6 Bagian 1

Selasa, 04 Juli 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"NONA yang baik, mengapa kau menangis?" Dengan gerakan halus dan mesra pemuda itu mengusap-usap kedua pipi yang penuh air mata. "Aku tertarik oleh kecantikanmu, dan andaikata aku tidak tahu bahwa kau adalah suci dari Jenderal kam Si Ek, tentu aku tidak akan berlaku sesabar ini! Aku ingin kau menyerahkan diri kepadaku berikut hatimu, ingin kau membalas cintaku dan kau akan kuajak ke Khitan, menjadi isteriku, isteri seorang panglima!

Dengan ikatan ini, tentu adik seperguruanmu akan suka bersekutu dengan kami. Nona, kau tinggal pilih, menyerah kepadaku dengan sukarela, ataukah kau ingin menjadi orang terhina karena aku menggunakan kekerasan? Kau tidak ingin dinodai seperti itu, bukan? Aku Bayisan, panglima terkenal di Khitan, tidak kecewa kau menjadi kekasihku..." Pemuda itu menundukkan mukanya hendak mencium muka gadis yang tak berdaya itu.

Tiba-tiba pemuda yang bernama Bayisan itu meloncat bangun, membatalkan niatnya mencium karena tengkuknya terasa panas dan sakit. Matanya jelilatan ke sana ke mari, cuping hidungnya kembang kempis karena ia mencium bau arak. Ia meraba tengkuknya yang ternyata basah dan ketika ia mendekatkan tangannya ke depan hidung, ia berseru kaget.

"Keparat, siapa berani main-main dengan aku?" "Penjahat cabul jahanam! Di tempat umum kau berani melakukan perbuatan biadab, sekarang bertemu dengan aku tak mungkin kau dapat mengumbar nafsu iblismu!" terdengar suara Kwee Seng dari atas genteng.

Bayisan bergerak cepat sekali, tahu-tahu tubuhnya sudah melayang ke luar dari jendela kamar dan beberapa menit kemudian ia sudah meloncat naik ke atas genteng. Akan tetapi ia tidak melihat orang di atas genteng yang sunyi itu! Bayisan celingukan, napasnya terengah-engah karena menahan amarah, sebatang pedang sudah berada di tangan kanannya.

"Heeeei! Jahanam cabul, aku di sini. Mari kita keluar dusun kalau kau memang berani!" Tahu-tahu Kwee Seng suah berada agak jauh dari tempat itu, melambai-lambaikan guci araknya ke arah Bayisan. Tentu saja orang Khitan ini makin marah dan sambil berseru keras ia mengejar. Kwee Seng lari cepat dan terjadilah kejar-kejaran di malam gelap itu, menuju ke luar dusun. Di luar dusun inilah Kwee Seng menantikan lawannya.

Mereka berhadapan. Kwee Seng tenang dan ketika lawannya datang ia sedang meneguk araknya. Bayisan marah sekali, mukanya merah matanya jalang, pedang ditangannya gemetar. Ketika mengenal pemuda pelajar pemabokan itu, ia makin marah.

"Eh, kiranya kau, pelajar jembel tukang mabok! Kau siapakah dan mengapa kau lancang dan mencampuri urusan pribadi orang lain?" Bayisan membentak menahan kemarahannya karena ia maklum bahwa yang berdiri di depannya bukan orang sembarangan sehingga ia harus bersikap hati-hati dan mengenal keadaan lawan lebih dulu. Bayisan terkenal sebagai seorang pemuda yang selain tinggi ilmunya. Juga amat cerdik dan keji. Di Khitan ia terkenal sebagai seorang panglima muda yang tangguh dan pandai.

Kwee Seng tertawa. "Aku orang biasa saja, tidak seperti engkau ini, Panglima Khitan merangkap penjahat cabul! Aku mendengar tadi namamu Bauw I San? Belum pernah aku mendengar nama itu! Pernah aku mendengar nama Kalisani sebagai tokoh Khitan yang dipuji-puji, akan tetapi nama Bouw I San (Bayisan) tukang petik bunga (penjahat cabul) aku belum pernah!"

"Hemm, manusia sombong! Aku memang bernama Bayisan Panglima Khitan, kau mendengarnya atau belum bukan urusanku. Aku suka gadis itu dan hendak mengambilnya sebagai kekasih, kau mau apa? Apakah kau iri? Kalau kau iri, apakah kau tidak bisa mencari perempuan lain? Tak tahu malu engkau, hendak merebut perempuan yang sudah menjadi tawananku!"

"Heh-heh-heh, Bayisan hidung belang! Jangan samakan aku dengan engkau! Kau suka mengganggu wanita, aku tidak! Kau penjahat cabul, aku justeru membasmi penjahat cabul! Aku Kwee Seng selamanya tidak memaksa perempuan yang tidak cinta kepadaku!" kalaimat terakhir ini tanpa ia sadari keluar dari mulutnya dan diam-diam Kwee Seng selamanya tidak memaksa perempuan yang tidak cinta kepadaku!" Kalimat terakhir ini tanpa ia sadari keluar dari mulutnya dan diam-diam Kwee Seng meringis karena ia teringat akan Liu Lu Sian yang tidak cinta kepadanya. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0332 seconds (0.1#10.140)