FKUI Ungkap Fakta Terbaru Penyakit Celiac di Indonesia, Prevalensi hingga Pasien yang Berisiko Tinggi
Kamis, 11 Juli 2024 - 10:26 WIB
Pasien IBS dipilih sebagai populasi subjek, karena memiliki gejala yang mirip dengan pasien yang sudah diketahui terdiagnosis penyakit celiac.
"Berdasarkan salah satu studi di Mesir, 8 dari 100 pasien IBS itu memenuhi kriteria penyakit celiac setelah dilakukan pemeriksaan penunjang," jelas Prof Ari dalam pernyataan resminya yang diterima pada Kamis (11/7/2024).
Ia melanjutkan, penelitian observasional dengan metode potong lintang ini melibatkan 283 pasien yang direkrut dari poliklinik gastroenterologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien-pasien ini dipilih berdasarkan kriteria risiko tinggi dan memberikan persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam studi tersebut.
Mereka diminta untuk mengisi kuesioner terkait penyakit celiac, kemudian dilakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan serologis dengan metode ELISA untuk mendeteksi antibodi IgA anti-transglutaminase jaringan (anti-TTG) dan IgG anti-peptida deaminasi gliadin (anti-DGP) sebagai pemeriksaan penunjang untuk penyakit celiac.
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 dari 283 pasien (2,83%) secara serologis terkonfirmasi menderita penyakit celiac," ungkap Prof Ari yang merupakan penulis utama dalam penelitian ini.
Lebih lanjut, analisis bivariat mengungkapkan bahwa variabel usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan riwayat penyakit autoimun memiliki hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit celiac. Namun, pada analisis multivariat, hanya riwayat penyakit autoimun yang tetap menunjukkan hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit ini.
"Sehingga dapat ditafsirkan, berdasarkan hasil ini bahwa pasien-pasien IBS yang memiliki karakteristik usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan terutama riwayat penyakit autoimun sebelumnya perlu lebih waspada kemungkinan memiliki penyakit celiac," terang Prof Ari.
Prof Ari menerangkan, penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai prevalensi penyakit celiac pada populasi berisiko tinggi di Indonesia.
"Berdasarkan salah satu studi di Mesir, 8 dari 100 pasien IBS itu memenuhi kriteria penyakit celiac setelah dilakukan pemeriksaan penunjang," jelas Prof Ari dalam pernyataan resminya yang diterima pada Kamis (11/7/2024).
Ia melanjutkan, penelitian observasional dengan metode potong lintang ini melibatkan 283 pasien yang direkrut dari poliklinik gastroenterologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien-pasien ini dipilih berdasarkan kriteria risiko tinggi dan memberikan persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam studi tersebut.
Mereka diminta untuk mengisi kuesioner terkait penyakit celiac, kemudian dilakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan serologis dengan metode ELISA untuk mendeteksi antibodi IgA anti-transglutaminase jaringan (anti-TTG) dan IgG anti-peptida deaminasi gliadin (anti-DGP) sebagai pemeriksaan penunjang untuk penyakit celiac.
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 dari 283 pasien (2,83%) secara serologis terkonfirmasi menderita penyakit celiac," ungkap Prof Ari yang merupakan penulis utama dalam penelitian ini.
Lebih lanjut, analisis bivariat mengungkapkan bahwa variabel usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan riwayat penyakit autoimun memiliki hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit celiac. Namun, pada analisis multivariat, hanya riwayat penyakit autoimun yang tetap menunjukkan hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit ini.
"Sehingga dapat ditafsirkan, berdasarkan hasil ini bahwa pasien-pasien IBS yang memiliki karakteristik usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan terutama riwayat penyakit autoimun sebelumnya perlu lebih waspada kemungkinan memiliki penyakit celiac," terang Prof Ari.
Prof Ari menerangkan, penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai prevalensi penyakit celiac pada populasi berisiko tinggi di Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda