Gejala Neurologis Penanda Virus Corona
Kamis, 08 Oktober 2020 - 14:15 WIB
JAKARTA - Covid-19 bukan hanya penyakit pernapasan yang membuat penderitanya batuk, pilek, sesak napas dengan gejala yang bervariasi dari ringan hingga berat. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa virus ini jika terinfeksi akan membuat penderitanya mengalami gejala neurologis.
Bahkan, gejala ini sangat umum ditemukan pada pasien Covid-19 dan harus dirawat. Gejalanya beragam dari ringan hingga berat seperti sakit kepala, dan pusing merujuk pada penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Annals of Clinical and Translational Neurology. (Baca: Keajaiban Surah Al-Fatihah Menyembuhkan Penyakit dan Penawar Racun)
Penelitian ini menemukan bahwa pasien bisa mengalami gejala ini bahkan lama setelah mereka sembuh dari Covid-19 . Dalam studi ini, peneliti dari Northwestern Medicine meneliti 509 pasien yang dirawat inap di 10 rumah sakit di Chicago, AS, bulan Maret-April. Sekira seperempatnya memakai ventilator.
Ditemukan 82% pasien yang mengalami gangguan sistem syaraf. “Artinya 4 dari 5 pasien rawat inap di masa awal pandemi mengalami gangguan neurologis,” kata Dr. Igor Koralnik, ketua peneliti sekaligus Ahli Neurologi di Northwestern Medicine.
Nyeri otot dilaporkan oleh hampir 44,8% pasien sementara 37,7% mengeluh sakit kepala. Kurang dari sepertiga pasien menderita gangguan neurologis yang lebih serius seperti ensefalopati (setiap penyakit otak yang mengubah fungsi atau struktur otak) atau perubahan fungsi otak. (Baca juga: Miris, UU Ciptaker Tempatkan Pendidikan Sebagai Komoditas yang Diperdagangkan)
Gangguan tersebut mulai dari ringan seperti kesulitan untuk konsentrasi, mengingat memori jangka pendek, konsentrasi, hingga kesulitan untuk melakukan kegiatan multitasking. “Termasuk kebingungan, penurunan kesadaran hingga koma,” sebut Koralnik.
Sedangkan gangguan berat diantaranya gangguan fungsi otak yang mungkin muncul pada pasien lansia diatas 65 tahun. Pasien lain melaporkan keluhan pusing, kehilangan kemampuan indera penciuman dan perasa. “Hal ini menegaskan bahwa manifestasi neurologis sangat umum tapi bersifat ringan,” kata Dr. Alejandro Rabinstein, ahli syaraf di Mayo Clinic. (Baca juga: Batalkan Demo DPR, Ribuan Buruh Tanjung Priok Akan Geruduk Istana)
Ia melanjutkan, banyak pasien Covid-19 rawat inap yang menderita nyeri otot, kehilangan kemampuan indera penciuman dan perasa. Itu bersifat ringan dan reversible. Gejala neurologis yang berkembang tersebut dikarenakan virus Sars-Cov-2.
42% pasien yang diteliti mengaku memiliki gejala neurologis ketika pertama kali mengeluh sakit. Gejala itu bisa jadi tanda awal terinfeksi virus corona. Orang yang tiba-tiba tidak bisa mencium bau harus diwaspadai gejala awal Covid-19.
Sementara itu, dampak jangka panjang dari gejala neuroligis ini masih belum diketahui. Koralnik dan koleganya akan mengikuti perkembangan pasien setelah keluar dari rumah sakit termasuk mereka yang mengalami long hauler. (Lihat videonya: Buruh Blokir Pintu Tol di Tangerang Menolak UU Cipta Kerja)
Ini adalah istilah bagi pasien yang sudah dinyatakan sembuh tetapi masih mengeluhkan adanya gejala-gejala yang seolah-olah merupakan bagian dari covid-19 . Seperti demam, kelelahan, hingga kabut otak yang dirasakan walau sudah berbulan sembuh. Kabut otak merupakan gejala yang mempengaruhi pikiran. Sehingga penderita sulit fokus, kebingungan, dan sebagainya.
“Kita masih harus melanjutkan penelitian lain untuk mencari jawaban kenapa ini terjadi. Terutama keluhan kabut otak,” pungkas Koralnik. (Sri Noviarni)
Lihat Juga: Covid-19 Kembali Serang Singapura, Ini Langkah Kemenkes untuk Halau Penyebarannya di Indonesia
Bahkan, gejala ini sangat umum ditemukan pada pasien Covid-19 dan harus dirawat. Gejalanya beragam dari ringan hingga berat seperti sakit kepala, dan pusing merujuk pada penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Annals of Clinical and Translational Neurology. (Baca: Keajaiban Surah Al-Fatihah Menyembuhkan Penyakit dan Penawar Racun)
Penelitian ini menemukan bahwa pasien bisa mengalami gejala ini bahkan lama setelah mereka sembuh dari Covid-19 . Dalam studi ini, peneliti dari Northwestern Medicine meneliti 509 pasien yang dirawat inap di 10 rumah sakit di Chicago, AS, bulan Maret-April. Sekira seperempatnya memakai ventilator.
Ditemukan 82% pasien yang mengalami gangguan sistem syaraf. “Artinya 4 dari 5 pasien rawat inap di masa awal pandemi mengalami gangguan neurologis,” kata Dr. Igor Koralnik, ketua peneliti sekaligus Ahli Neurologi di Northwestern Medicine.
Nyeri otot dilaporkan oleh hampir 44,8% pasien sementara 37,7% mengeluh sakit kepala. Kurang dari sepertiga pasien menderita gangguan neurologis yang lebih serius seperti ensefalopati (setiap penyakit otak yang mengubah fungsi atau struktur otak) atau perubahan fungsi otak. (Baca juga: Miris, UU Ciptaker Tempatkan Pendidikan Sebagai Komoditas yang Diperdagangkan)
Gangguan tersebut mulai dari ringan seperti kesulitan untuk konsentrasi, mengingat memori jangka pendek, konsentrasi, hingga kesulitan untuk melakukan kegiatan multitasking. “Termasuk kebingungan, penurunan kesadaran hingga koma,” sebut Koralnik.
Sedangkan gangguan berat diantaranya gangguan fungsi otak yang mungkin muncul pada pasien lansia diatas 65 tahun. Pasien lain melaporkan keluhan pusing, kehilangan kemampuan indera penciuman dan perasa. “Hal ini menegaskan bahwa manifestasi neurologis sangat umum tapi bersifat ringan,” kata Dr. Alejandro Rabinstein, ahli syaraf di Mayo Clinic. (Baca juga: Batalkan Demo DPR, Ribuan Buruh Tanjung Priok Akan Geruduk Istana)
Ia melanjutkan, banyak pasien Covid-19 rawat inap yang menderita nyeri otot, kehilangan kemampuan indera penciuman dan perasa. Itu bersifat ringan dan reversible. Gejala neurologis yang berkembang tersebut dikarenakan virus Sars-Cov-2.
42% pasien yang diteliti mengaku memiliki gejala neurologis ketika pertama kali mengeluh sakit. Gejala itu bisa jadi tanda awal terinfeksi virus corona. Orang yang tiba-tiba tidak bisa mencium bau harus diwaspadai gejala awal Covid-19.
Sementara itu, dampak jangka panjang dari gejala neuroligis ini masih belum diketahui. Koralnik dan koleganya akan mengikuti perkembangan pasien setelah keluar dari rumah sakit termasuk mereka yang mengalami long hauler. (Lihat videonya: Buruh Blokir Pintu Tol di Tangerang Menolak UU Cipta Kerja)
Ini adalah istilah bagi pasien yang sudah dinyatakan sembuh tetapi masih mengeluhkan adanya gejala-gejala yang seolah-olah merupakan bagian dari covid-19 . Seperti demam, kelelahan, hingga kabut otak yang dirasakan walau sudah berbulan sembuh. Kabut otak merupakan gejala yang mempengaruhi pikiran. Sehingga penderita sulit fokus, kebingungan, dan sebagainya.
“Kita masih harus melanjutkan penelitian lain untuk mencari jawaban kenapa ini terjadi. Terutama keluhan kabut otak,” pungkas Koralnik. (Sri Noviarni)
Lihat Juga: Covid-19 Kembali Serang Singapura, Ini Langkah Kemenkes untuk Halau Penyebarannya di Indonesia
(ysw)
tulis komentar anda