Pakar Tegaskan Tak Ada Bukti Wanita Hamil Lebih Rentan Terpapar COVID-19
Selasa, 15 Desember 2020 - 18:35 WIB
"Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan pada ibu hamil yang berisiko tinggi, seperti yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, atau pertumbuhan janin terhambat," imbuh Prof Iko.
Sementara, pada trimester ketiga atau saat kehamilan memasuki usia 37 minggu ke atas, pemeriksaan antenatal harus dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan proses persalinan.
Meski demikian, ketika ibu hamil mengalami kondisi gawat darurat seperti mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang, pemeriksaan tentu tak bisa ditunda. Demikian pula jika ibu hamil memiliki penyakit diabetes mellitus gestasional, preeklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan ibu
dengan riwayat obstetri buruk.
"Layanan telemedicine tersedia untuk ibu hamil pada saat kehamilan. Telemdedicine juga dapat dilakukan oleh pasangan yang membutuhkan layanan kontrasepsi serta perawatan kesehatan seksual dan reproduksi lain selama pandemi COVID-19," jelas Prof. Iko.
( )
Data menunjukkan, 15% ibu hamil terpapar COVID-19. Dari jumlah tersebut, 85% tidak bergejala. Saat terpapar COVID-19, ibu hamil boleh menunda pemeriksaan kehamilan dan fokus menyembuhkan penyakitnya dulu. Kecuali ada risiko tinggi dan kondisi ibu memburuk, tentu pemeriksaan kehamilan tak boleh ditunda lagi.
Setelah bayi lahir, ibu yang positif COVID-19 juga boleh menyusui bayinya dengan memakai masker N95 dan face shield. Hanya, Prof. Iko melarang praktik inisiasi menyusu dini (IMD) karena itu berarti akan terjadi kontak dekat antara ibu dengan bayinya tanpa pelindung apapun. Hindari pula rawat gabung antara bayi dengan ibu yang positif COVID-19.
Sementara, pada trimester ketiga atau saat kehamilan memasuki usia 37 minggu ke atas, pemeriksaan antenatal harus dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan proses persalinan.
Meski demikian, ketika ibu hamil mengalami kondisi gawat darurat seperti mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang, pemeriksaan tentu tak bisa ditunda. Demikian pula jika ibu hamil memiliki penyakit diabetes mellitus gestasional, preeklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan ibu
dengan riwayat obstetri buruk.
"Layanan telemedicine tersedia untuk ibu hamil pada saat kehamilan. Telemdedicine juga dapat dilakukan oleh pasangan yang membutuhkan layanan kontrasepsi serta perawatan kesehatan seksual dan reproduksi lain selama pandemi COVID-19," jelas Prof. Iko.
( )
Data menunjukkan, 15% ibu hamil terpapar COVID-19. Dari jumlah tersebut, 85% tidak bergejala. Saat terpapar COVID-19, ibu hamil boleh menunda pemeriksaan kehamilan dan fokus menyembuhkan penyakitnya dulu. Kecuali ada risiko tinggi dan kondisi ibu memburuk, tentu pemeriksaan kehamilan tak boleh ditunda lagi.
Setelah bayi lahir, ibu yang positif COVID-19 juga boleh menyusui bayinya dengan memakai masker N95 dan face shield. Hanya, Prof. Iko melarang praktik inisiasi menyusu dini (IMD) karena itu berarti akan terjadi kontak dekat antara ibu dengan bayinya tanpa pelindung apapun. Hindari pula rawat gabung antara bayi dengan ibu yang positif COVID-19.
(tsa)
tulis komentar anda