Beban Ganda Wanita Jadi Kendala Kesetaraan Gender
Sabtu, 19 Desember 2020 - 11:52 WIB
Inggrid juga berharap keberhasilan para pengusaha muslimah baik di tingkat daerah, nasional, maupun regional dapat menyetarakan peran perempuan yang bisa ikut memajukan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis ekonomi kerakyatan.
"Keberadaan IPMI ini bisa menjadi wadah bagi para pengusaha muslimah di Indonesia untuk bersinergi dan mengembangan jaringan usaha, termasuk meningkatkan daya saing uaha dalam menghadapi tantangan ekonomi global," ungkap Inggrid kepada Koran SINDO, Jumat (18/12/2020).
Inggrid menambahkan, peran perempuan saat ini dilihat tidak hanya dari ranah formal, juga di bidang nonformal. Terbukti, banyak perempuan Indonesia yang bisa mandiri dan aktif mengembangkan ide, sehingga tidak ada lagi kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki.
Meski begitu, menurut pengamat kebijakan publik dari Univeritas Indonesia (UI) Sri Budi Eko Wardani, tidak banyak perempuan duduk di posisi jabatan tinggi birokasi. Puskopol UI mencatat hanya 22,38% perempuan yang duduk di jabatan struktural kementerian atau lembaga.
"Semakin tinggi jabatan, semakin sedikit jumlah perempuan. Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menunjukkan bahwa untuk jabatan fungsional jumlah keterwakilan perempuan itu berimbang dengan laki-laki. Namun, di struktural jomplang," jelasnya.
Salah satu kendala untuk mempromosikan perempuan pada jabatan struktural tinggi karena beban ganda perempuan yang tidak dikenali secara formal dalam regulasi. Kedua, peraturan promosi karier di birokasi tidak mengakomodir kondisi perempuan yang memiliki beban ganda.
"Ini yang masih dipertanyakan, mengapa harus ada sumbatan untuk masuk ke posisi tinggi. Kita harus lihat persoalannya, bukan sekadar timpang atau sama. Masalah ini tidak bisa diselesaikan kalau negara tidak ambil alih, sehingga hanya perempuan tertentu yang bisa naik. Kalau negara tidak mengenali itu, enggak bisa," tambahnya.
Hal senada diungkapkan pengamat sumber daya manusia Handi Kurniawan. Menurutnya, banyak wanita yang mampu meniti karier sampai pada tahap manajer. Tapi, semakin tinggi jabatannya, semakin sedikit jumlahnya. "Menurut saya, masalahnya ada pada self limiting belief. Mindset seperti itu yang seharunya dihancurkan," ujar Handi.
Satu-satunya hal yang menghalangi wanita dalam mencapai posisi top leader adalah pembatasan diri yang mereka lakukan. Sebagian dari wanita karier menganggap posisi yang mereka jabat sudah cukup memuaskan, sehingga tidak ingin meneruskan ke posisi lebih tinggi. Ketakutan akan meninggalkan urusan keluargalah yang melatar belakangi sikap para wnaita tersebut.
"Keberadaan IPMI ini bisa menjadi wadah bagi para pengusaha muslimah di Indonesia untuk bersinergi dan mengembangan jaringan usaha, termasuk meningkatkan daya saing uaha dalam menghadapi tantangan ekonomi global," ungkap Inggrid kepada Koran SINDO, Jumat (18/12/2020).
Inggrid menambahkan, peran perempuan saat ini dilihat tidak hanya dari ranah formal, juga di bidang nonformal. Terbukti, banyak perempuan Indonesia yang bisa mandiri dan aktif mengembangkan ide, sehingga tidak ada lagi kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki.
Meski begitu, menurut pengamat kebijakan publik dari Univeritas Indonesia (UI) Sri Budi Eko Wardani, tidak banyak perempuan duduk di posisi jabatan tinggi birokasi. Puskopol UI mencatat hanya 22,38% perempuan yang duduk di jabatan struktural kementerian atau lembaga.
"Semakin tinggi jabatan, semakin sedikit jumlah perempuan. Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menunjukkan bahwa untuk jabatan fungsional jumlah keterwakilan perempuan itu berimbang dengan laki-laki. Namun, di struktural jomplang," jelasnya.
Salah satu kendala untuk mempromosikan perempuan pada jabatan struktural tinggi karena beban ganda perempuan yang tidak dikenali secara formal dalam regulasi. Kedua, peraturan promosi karier di birokasi tidak mengakomodir kondisi perempuan yang memiliki beban ganda.
"Ini yang masih dipertanyakan, mengapa harus ada sumbatan untuk masuk ke posisi tinggi. Kita harus lihat persoalannya, bukan sekadar timpang atau sama. Masalah ini tidak bisa diselesaikan kalau negara tidak ambil alih, sehingga hanya perempuan tertentu yang bisa naik. Kalau negara tidak mengenali itu, enggak bisa," tambahnya.
Hal senada diungkapkan pengamat sumber daya manusia Handi Kurniawan. Menurutnya, banyak wanita yang mampu meniti karier sampai pada tahap manajer. Tapi, semakin tinggi jabatannya, semakin sedikit jumlahnya. "Menurut saya, masalahnya ada pada self limiting belief. Mindset seperti itu yang seharunya dihancurkan," ujar Handi.
Satu-satunya hal yang menghalangi wanita dalam mencapai posisi top leader adalah pembatasan diri yang mereka lakukan. Sebagian dari wanita karier menganggap posisi yang mereka jabat sudah cukup memuaskan, sehingga tidak ingin meneruskan ke posisi lebih tinggi. Ketakutan akan meninggalkan urusan keluargalah yang melatar belakangi sikap para wnaita tersebut.
Lihat Juga :
tulis komentar anda