Efikasi Vaksin Ternyata Juga Tergantung Kondisi Tiap Individu
Jum'at, 15 Januari 2021 - 10:50 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah menjamin keamanan vaksin COVID-19 produksi Sinovac yang digunakan di tahap pertama program vaksinasi di Indonesia, dengan mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA). BPOM juga telah mengumumkan hasil efikasi berdasarkan uji klinik fase 3 di Indonesia yang mencapai 65,3%.
Angka efikasi ini lebih tinggi dari ketentuan WHO yang menetapkan syarat minimal efikasi vaksin COVID-19 sebesar 50%. Namun menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Dr. dr. Hariadi Wibisono, isu efikasi sebetulnya erat kaitannya dengan seroconversion atau serokonversi.
“Seroconversion itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin. seroconversion bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus apapun vaksin yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka,” beber Dr. Hariadi.
Serokonversi adalah perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi. Mengutip dari Bloomberg, Sinovac Biotech Ltd, mengklaim vaksin Covid-19 buatannya mampu menciptakan antibodi 97% diantara sukarelawan yang terlibat pada uji klinis tahap akhir di Indonesia.
Angka 97% ini merujuk pada tingkat seroconversion atau serekonversi. Meski tingginya tingkat serekonversi tidak selalu berbanding lurus dengan efektivitas vaksin dalam melindungi tubuh dari COVID-19 .
Ditambahkan Dr. Hariadi, faktor kualitas rantai dingin (cold chain), yaitu sejak vaksin tersebut keluar dari pabrik hingga saat akan disuntikkan, juga akan menentukan baik-tidaknya kualitas vaksin.
Pengawasan rantai dingin yang baik juga akan mempengaruhi kualitas vaksin. Vaksin COVID-19 dari Sinovac yang digunakan saat ini dibuat dengan metode inactivated virus. Indonesia telah memiliki pengalaman berpuluh tahun dalam membuat dan mengelola vaksin dengan model seperti itu.
Angka efikasi ini lebih tinggi dari ketentuan WHO yang menetapkan syarat minimal efikasi vaksin COVID-19 sebesar 50%. Namun menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Dr. dr. Hariadi Wibisono, isu efikasi sebetulnya erat kaitannya dengan seroconversion atau serokonversi.
“Seroconversion itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin. seroconversion bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus apapun vaksin yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka,” beber Dr. Hariadi.
Serokonversi adalah perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi. Mengutip dari Bloomberg, Sinovac Biotech Ltd, mengklaim vaksin Covid-19 buatannya mampu menciptakan antibodi 97% diantara sukarelawan yang terlibat pada uji klinis tahap akhir di Indonesia.
Angka 97% ini merujuk pada tingkat seroconversion atau serekonversi. Meski tingginya tingkat serekonversi tidak selalu berbanding lurus dengan efektivitas vaksin dalam melindungi tubuh dari COVID-19 .
Ditambahkan Dr. Hariadi, faktor kualitas rantai dingin (cold chain), yaitu sejak vaksin tersebut keluar dari pabrik hingga saat akan disuntikkan, juga akan menentukan baik-tidaknya kualitas vaksin.
Pengawasan rantai dingin yang baik juga akan mempengaruhi kualitas vaksin. Vaksin COVID-19 dari Sinovac yang digunakan saat ini dibuat dengan metode inactivated virus. Indonesia telah memiliki pengalaman berpuluh tahun dalam membuat dan mengelola vaksin dengan model seperti itu.
tulis komentar anda