Dukung Pelestarian Satwa Liar, JAQS Lakukan Pelepasliaran Penyu dan Tukik
Sabtu, 05 Juni 2021 - 18:33 WIB
Dari tujuh spesies penyu laut di seluruh dunia, Penyu Hijau dan Penyu Sisik paling sering hidup di perairan Indonesia. Keduanya benar-benar terancam punah, masing-masing diklasifikasikan sebagai terancam punah dan sangat terancam punah.
Berkurangnya jumlah populasi spesies ini memiliki konsekuensi drastis bagi stabilitas dan keberadaan mereka di masa depan. Pasalnya, jumlah hewan yang lebih sedikit bereproduksi, berkurangnya keragaman genetik dalam populasi membuat mereka rentan terhadap risiko penyakit, parasit, dan tekanan lainnya yang lebih besar.
Penyu dapat memakan waktu hingga 50 tahun untuk matang sebelum mereka siap untuk bereproduksi dan bahkan ketika mereka mampu menciptakan generasi hewan berikutnya. Tingkat kelangsungan hidup mendekati hanya 1 dari setiap 1.000 bayi yang lahir yang akan mencapai dewasa dan bereproduksi diri.
Penyu laut tidak sering berhasil dikembangbiakkan di penangkaran karena banyak faktor, kendala untuk mendapatkan hewan sehat yang benar-benar dapat bereproduksi tidak umum. Karena sebagian besar hewan yang diselamatkan di akuarium seringkali terlalu muda, terlalu sakit, atau sebaliknya.
Pemanasan global merupakan ancaman yang signifikan bagi penyu, karena suhu yang lebih hangat menciptakan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin. Jenis kelamin penyu ditentukan oleh suhu di mana mereka diinkubasi pada 27,7 derajat Celsius dan di bawah suhu itu jantan sering lahir, sementara suhu di atas itu menghasilkan betina.
APabila suhu global terus meningkat dan pasir tempat telur diletakkan terus menghangat, maka semua penyu di masa depan kemungkinan besar akan betina, sehingga spesies tersebut dapat menghadapi kepunahan tanpa rasio pejantan yang memadai untuk kawin.
"Kami dapat membantu dalam hal ini, dengan mengumpulkan telur secara aman dan mengeraminya pada suhu yang tepat yang menghasilkan pejantan dan kemudian melepaskannya saat siap menetas. Dukungan dari organisasi yang sah yang melakukan ini dan mengurangi jejak karbon kami sebagai konsumen dapat sangat membantu mengatasi masalah ini. Setiap individu yang dikembalikan ke alam, memiliki potensi untuk menyumbangkan gen uniknya sendiri kepada populasi dan mendukung spesies secara keseluruhan," papar Aaron.
Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Pulau Panggang, Iskandar mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan tersebut, sebagai salah satu upaya mempromosikan Pesona Pariwisata Kepulauan Seribu di mana kawasan Kepulauanmemiliki potensi untuk dikembangkan. "Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak yang baik bagi pengembangan pariwisata yang berbasiskan masyarakat. Dan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan," harap Iskandar.
Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati menyatakan kegembiraannya ketika terpilih mendampingi JAQS dalam pelepasliaran penyu ini.
"Pulau Seribu bukan hanya tempat rekreasi, tapi juga kombinasi untuk edukasi, konservasi yang berdampak baik untuk lingkungan sekitar. Karena itu saya senang, ketika JAQS mengajak saya untuk berpartisipasi dalam pelepasliaran penyu ini demi pelestarian satwa dan lingkungan. Jika kita dapat menjaga satwa dan lingkungan dengan baik tentu akan berdampak secara ekonomi, sosial dan juga budaya," tuturnya.
Berkurangnya jumlah populasi spesies ini memiliki konsekuensi drastis bagi stabilitas dan keberadaan mereka di masa depan. Pasalnya, jumlah hewan yang lebih sedikit bereproduksi, berkurangnya keragaman genetik dalam populasi membuat mereka rentan terhadap risiko penyakit, parasit, dan tekanan lainnya yang lebih besar.
Penyu dapat memakan waktu hingga 50 tahun untuk matang sebelum mereka siap untuk bereproduksi dan bahkan ketika mereka mampu menciptakan generasi hewan berikutnya. Tingkat kelangsungan hidup mendekati hanya 1 dari setiap 1.000 bayi yang lahir yang akan mencapai dewasa dan bereproduksi diri.
Penyu laut tidak sering berhasil dikembangbiakkan di penangkaran karena banyak faktor, kendala untuk mendapatkan hewan sehat yang benar-benar dapat bereproduksi tidak umum. Karena sebagian besar hewan yang diselamatkan di akuarium seringkali terlalu muda, terlalu sakit, atau sebaliknya.
Pemanasan global merupakan ancaman yang signifikan bagi penyu, karena suhu yang lebih hangat menciptakan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin. Jenis kelamin penyu ditentukan oleh suhu di mana mereka diinkubasi pada 27,7 derajat Celsius dan di bawah suhu itu jantan sering lahir, sementara suhu di atas itu menghasilkan betina.
APabila suhu global terus meningkat dan pasir tempat telur diletakkan terus menghangat, maka semua penyu di masa depan kemungkinan besar akan betina, sehingga spesies tersebut dapat menghadapi kepunahan tanpa rasio pejantan yang memadai untuk kawin.
"Kami dapat membantu dalam hal ini, dengan mengumpulkan telur secara aman dan mengeraminya pada suhu yang tepat yang menghasilkan pejantan dan kemudian melepaskannya saat siap menetas. Dukungan dari organisasi yang sah yang melakukan ini dan mengurangi jejak karbon kami sebagai konsumen dapat sangat membantu mengatasi masalah ini. Setiap individu yang dikembalikan ke alam, memiliki potensi untuk menyumbangkan gen uniknya sendiri kepada populasi dan mendukung spesies secara keseluruhan," papar Aaron.
Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Pulau Panggang, Iskandar mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan tersebut, sebagai salah satu upaya mempromosikan Pesona Pariwisata Kepulauan Seribu di mana kawasan Kepulauanmemiliki potensi untuk dikembangkan. "Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak yang baik bagi pengembangan pariwisata yang berbasiskan masyarakat. Dan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan," harap Iskandar.
Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati menyatakan kegembiraannya ketika terpilih mendampingi JAQS dalam pelepasliaran penyu ini.
"Pulau Seribu bukan hanya tempat rekreasi, tapi juga kombinasi untuk edukasi, konservasi yang berdampak baik untuk lingkungan sekitar. Karena itu saya senang, ketika JAQS mengajak saya untuk berpartisipasi dalam pelepasliaran penyu ini demi pelestarian satwa dan lingkungan. Jika kita dapat menjaga satwa dan lingkungan dengan baik tentu akan berdampak secara ekonomi, sosial dan juga budaya," tuturnya.
tulis komentar anda