Dukung Pelestarian Satwa Liar, JAQS Lakukan Pelepasliaran Penyu dan Tukik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jakarta Aquarium dan Safari (JAQS) untuk kali pertama melakukan pelepasliaran penyu pada 28 Mei 2021 lalu. Hal itu dilakukan sebagai bukti dan tanggung jawab JAQS, yang merupakan Lembaga Konservasi ex-situ (Taman Safari Indonesia Group) dan di bawah pengawasan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: Kemenkes Targetkan 5 Juta Masyarakat Indonesia Berhenti Merokok
"JAQS bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Yayasan Puteri Indonesia melepasliarkan penyu dan tukik-tukik sebagai wujud tanggung jawab kami sebagai sebuah Lembaga Konservasi yang peduli terhadap pelestarian satwa dan lingkungan," ujar Head of Social, Branding, and Communication JAQS, Fira Basuki dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/6).
JAQS memiliki kewajiban untuk mendukung pelestarian satwa liar, sebagai pusat konservasi dan pendidikan. JAQS juga memfasilitasi pendidikan dan meningkatkan kesadaran spesies, kepentingan ekologis mereka bagi alam dan bagi manusia, serta apa yang mengancam mereka. Menyelamatkan dan merehabilitasi penyu adalah salah satunya.
Kegiatan tersebut memungkinkan JAQS untuk mengambil hewan yang sakit, rusak, atau lemah, terkena sengatan panas, tertangkap dalam alat tangkap misalnya, dan mengembalikannya ke kesehatan penuh sehingga mereka dapat dilepasliarkan ke alam liar dengan setiap kesempatan untuk berhasil dalam hidup dan terus berkembang biak.
Seekor penyu dan puluhan ekor tukik dilepasliarkan di Pantai Cikaya, Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Kegiatan itu diwakili Aaron Morgan Jupp, Kurator JAQS dan Putu Ayu Saraswati, Puteri Indonesia Lingkungan 2020 dengan didampingi tim Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka, dan tim JAQS.
Kali ini, yang dilepaskan adalah seekor penyu dewasa berjenis Penyu Sisik atau Hawksbill Sea Turtle (Eretmochelys imbricata) dan 30 tukik. Kegiatan pelestarian lingkungan tersebut dilakukan sekaligus memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni 2021.
"Sebenarnya kami menampung total 6 hewan. 1 Penyu Hijau dan 5 Penyu Sisik. Beberapa masih tinggal di Pusat Suaka Penyu Pulau Pramuka menunggu pelepasan. Mereka belum cukup siap untuk alam liar sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun kekuatan, massa otot, dan berat keseluruhan mereka," ujar Aaron.
Dari tujuh spesies penyu laut di seluruh dunia, Penyu Hijau dan Penyu Sisik paling sering hidup di perairan Indonesia. Keduanya benar-benar terancam punah, masing-masing diklasifikasikan sebagai terancam punah dan sangat terancam punah.
Berkurangnya jumlah populasi spesies ini memiliki konsekuensi drastis bagi stabilitas dan keberadaan mereka di masa depan. Pasalnya, jumlah hewan yang lebih sedikit bereproduksi, berkurangnya keragaman genetik dalam populasi membuat mereka rentan terhadap risiko penyakit, parasit, dan tekanan lainnya yang lebih besar.
Penyu dapat memakan waktu hingga 50 tahun untuk matang sebelum mereka siap untuk bereproduksi dan bahkan ketika mereka mampu menciptakan generasi hewan berikutnya. Tingkat kelangsungan hidup mendekati hanya 1 dari setiap 1.000 bayi yang lahir yang akan mencapai dewasa dan bereproduksi diri.
Penyu laut tidak sering berhasil dikembangbiakkan di penangkaran karena banyak faktor, kendala untuk mendapatkan hewan sehat yang benar-benar dapat bereproduksi tidak umum. Karena sebagian besar hewan yang diselamatkan di akuarium seringkali terlalu muda, terlalu sakit, atau sebaliknya.
Pemanasan global merupakan ancaman yang signifikan bagi penyu, karena suhu yang lebih hangat menciptakan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin. Jenis kelamin penyu ditentukan oleh suhu di mana mereka diinkubasi pada 27,7 derajat Celsius dan di bawah suhu itu jantan sering lahir, sementara suhu di atas itu menghasilkan betina.
APabila suhu global terus meningkat dan pasir tempat telur diletakkan terus menghangat, maka semua penyu di masa depan kemungkinan besar akan betina, sehingga spesies tersebut dapat menghadapi kepunahan tanpa rasio pejantan yang memadai untuk kawin.
"Kami dapat membantu dalam hal ini, dengan mengumpulkan telur secara aman dan mengeraminya pada suhu yang tepat yang menghasilkan pejantan dan kemudian melepaskannya saat siap menetas. Dukungan dari organisasi yang sah yang melakukan ini dan mengurangi jejak karbon kami sebagai konsumen dapat sangat membantu mengatasi masalah ini. Setiap individu yang dikembalikan ke alam, memiliki potensi untuk menyumbangkan gen uniknya sendiri kepada populasi dan mendukung spesies secara keseluruhan," papar Aaron.
Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Pulau Panggang, Iskandar mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan tersebut, sebagai salah satu upaya mempromosikan Pesona Pariwisata Kepulauan Seribu di mana kawasan Kepulauanmemiliki potensi untuk dikembangkan. "Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak yang baik bagi pengembangan pariwisata yang berbasiskan masyarakat. Dan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan," harap Iskandar.
Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati menyatakan kegembiraannya ketika terpilih mendampingi JAQS dalam pelepasliaran penyu ini.
"Pulau Seribu bukan hanya tempat rekreasi, tapi juga kombinasi untuk edukasi, konservasi yang berdampak baik untuk lingkungan sekitar. Karena itu saya senang, ketika JAQS mengajak saya untuk berpartisipasi dalam pelepasliaran penyu ini demi pelestarian satwa dan lingkungan. Jika kita dapat menjaga satwa dan lingkungan dengan baik tentu akan berdampak secara ekonomi, sosial dan juga budaya," tuturnya.
Selain pelepasan penyu, kegiatan lainnya adalah penanaman mangrove dilakukan di Pulau Pramuka sebanyak 50 batang, satu frame transplantasi tanam lamun. "Selain pelepas liaran tukik, kami juga melakukan penanaman mangrove bersama Puteri Indonesia Lingkungan 2020, kemudian tanam lamun," kata Kepala SPTN Wilayah III Pulau Pramuka Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kusminardi.
Baca juga: Tingkatkan Kesehatan Jantung dengan Mengonsumsi Omega-3
Siapapun bisa mendukung aksi pelestarian satwa Jakarta Aquarium & Safari dengan berkunjung ke Lembaga Konservasi sekaligus tempat rekreasi yang terletak di Neo Soho Mall, Jakarta Barat. Buka setiap hari pukul 10.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Baca juga: Kemenkes Targetkan 5 Juta Masyarakat Indonesia Berhenti Merokok
"JAQS bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Yayasan Puteri Indonesia melepasliarkan penyu dan tukik-tukik sebagai wujud tanggung jawab kami sebagai sebuah Lembaga Konservasi yang peduli terhadap pelestarian satwa dan lingkungan," ujar Head of Social, Branding, and Communication JAQS, Fira Basuki dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/6).
JAQS memiliki kewajiban untuk mendukung pelestarian satwa liar, sebagai pusat konservasi dan pendidikan. JAQS juga memfasilitasi pendidikan dan meningkatkan kesadaran spesies, kepentingan ekologis mereka bagi alam dan bagi manusia, serta apa yang mengancam mereka. Menyelamatkan dan merehabilitasi penyu adalah salah satunya.
Kegiatan tersebut memungkinkan JAQS untuk mengambil hewan yang sakit, rusak, atau lemah, terkena sengatan panas, tertangkap dalam alat tangkap misalnya, dan mengembalikannya ke kesehatan penuh sehingga mereka dapat dilepasliarkan ke alam liar dengan setiap kesempatan untuk berhasil dalam hidup dan terus berkembang biak.
Seekor penyu dan puluhan ekor tukik dilepasliarkan di Pantai Cikaya, Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Kegiatan itu diwakili Aaron Morgan Jupp, Kurator JAQS dan Putu Ayu Saraswati, Puteri Indonesia Lingkungan 2020 dengan didampingi tim Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka, dan tim JAQS.
Kali ini, yang dilepaskan adalah seekor penyu dewasa berjenis Penyu Sisik atau Hawksbill Sea Turtle (Eretmochelys imbricata) dan 30 tukik. Kegiatan pelestarian lingkungan tersebut dilakukan sekaligus memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni 2021.
"Sebenarnya kami menampung total 6 hewan. 1 Penyu Hijau dan 5 Penyu Sisik. Beberapa masih tinggal di Pusat Suaka Penyu Pulau Pramuka menunggu pelepasan. Mereka belum cukup siap untuk alam liar sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun kekuatan, massa otot, dan berat keseluruhan mereka," ujar Aaron.
Dari tujuh spesies penyu laut di seluruh dunia, Penyu Hijau dan Penyu Sisik paling sering hidup di perairan Indonesia. Keduanya benar-benar terancam punah, masing-masing diklasifikasikan sebagai terancam punah dan sangat terancam punah.
Berkurangnya jumlah populasi spesies ini memiliki konsekuensi drastis bagi stabilitas dan keberadaan mereka di masa depan. Pasalnya, jumlah hewan yang lebih sedikit bereproduksi, berkurangnya keragaman genetik dalam populasi membuat mereka rentan terhadap risiko penyakit, parasit, dan tekanan lainnya yang lebih besar.
Penyu dapat memakan waktu hingga 50 tahun untuk matang sebelum mereka siap untuk bereproduksi dan bahkan ketika mereka mampu menciptakan generasi hewan berikutnya. Tingkat kelangsungan hidup mendekati hanya 1 dari setiap 1.000 bayi yang lahir yang akan mencapai dewasa dan bereproduksi diri.
Penyu laut tidak sering berhasil dikembangbiakkan di penangkaran karena banyak faktor, kendala untuk mendapatkan hewan sehat yang benar-benar dapat bereproduksi tidak umum. Karena sebagian besar hewan yang diselamatkan di akuarium seringkali terlalu muda, terlalu sakit, atau sebaliknya.
Pemanasan global merupakan ancaman yang signifikan bagi penyu, karena suhu yang lebih hangat menciptakan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin. Jenis kelamin penyu ditentukan oleh suhu di mana mereka diinkubasi pada 27,7 derajat Celsius dan di bawah suhu itu jantan sering lahir, sementara suhu di atas itu menghasilkan betina.
APabila suhu global terus meningkat dan pasir tempat telur diletakkan terus menghangat, maka semua penyu di masa depan kemungkinan besar akan betina, sehingga spesies tersebut dapat menghadapi kepunahan tanpa rasio pejantan yang memadai untuk kawin.
"Kami dapat membantu dalam hal ini, dengan mengumpulkan telur secara aman dan mengeraminya pada suhu yang tepat yang menghasilkan pejantan dan kemudian melepaskannya saat siap menetas. Dukungan dari organisasi yang sah yang melakukan ini dan mengurangi jejak karbon kami sebagai konsumen dapat sangat membantu mengatasi masalah ini. Setiap individu yang dikembalikan ke alam, memiliki potensi untuk menyumbangkan gen uniknya sendiri kepada populasi dan mendukung spesies secara keseluruhan," papar Aaron.
Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Pulau Panggang, Iskandar mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan tersebut, sebagai salah satu upaya mempromosikan Pesona Pariwisata Kepulauan Seribu di mana kawasan Kepulauanmemiliki potensi untuk dikembangkan. "Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak yang baik bagi pengembangan pariwisata yang berbasiskan masyarakat. Dan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan," harap Iskandar.
Puteri Indonesia Lingkungan 2020, Putu Ayu Saraswati menyatakan kegembiraannya ketika terpilih mendampingi JAQS dalam pelepasliaran penyu ini.
"Pulau Seribu bukan hanya tempat rekreasi, tapi juga kombinasi untuk edukasi, konservasi yang berdampak baik untuk lingkungan sekitar. Karena itu saya senang, ketika JAQS mengajak saya untuk berpartisipasi dalam pelepasliaran penyu ini demi pelestarian satwa dan lingkungan. Jika kita dapat menjaga satwa dan lingkungan dengan baik tentu akan berdampak secara ekonomi, sosial dan juga budaya," tuturnya.
Selain pelepasan penyu, kegiatan lainnya adalah penanaman mangrove dilakukan di Pulau Pramuka sebanyak 50 batang, satu frame transplantasi tanam lamun. "Selain pelepas liaran tukik, kami juga melakukan penanaman mangrove bersama Puteri Indonesia Lingkungan 2020, kemudian tanam lamun," kata Kepala SPTN Wilayah III Pulau Pramuka Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kusminardi.
Baca juga: Tingkatkan Kesehatan Jantung dengan Mengonsumsi Omega-3
Siapapun bisa mendukung aksi pelestarian satwa Jakarta Aquarium & Safari dengan berkunjung ke Lembaga Konservasi sekaligus tempat rekreasi yang terletak di Neo Soho Mall, Jakarta Barat. Buka setiap hari pukul 10.00 WIB hingga 21.00 WIB.
(nug)