Demam Minggu Ke-2 pada Pasien Covid-19 Bisa Sebabkan Kematian, Waspadalah!
Selasa, 24 Agustus 2021 - 14:20 WIB
"Jadi, dapat digambarkan virus yang sudah ada dalam tubuh dan menginfeksi, terus mendorong lebih banyak sel untuk membiarkan masuk dan terus menginfeksi lebih parah lagi," terangnya, dikutip Selasa (24/8).
"Karena sifat virus yang terus menginfeksi, ini memengaruhi susunan genetik dan kondisi yang ada sebelumnya dan membuat presentasi penyakit meningkat," tambahnya.
Di laporan ini pun diterangkan bahwa ada spesifikasi pasien Covid-19 yang dikhawatirkan mengalami kondisi second-week crash, yaitu pasien Covid-19 tanpa gejala seperti penurunan kadar oksigen, sesak napas, atau kondisi kritis lain, dan pasien Covid-19 kondisi parah yang terlambat mendapatkan pertolongan karena masalah menunggu terlalu lama untuk dapat ICU bed.
"Orang-orang yang kritis ini sebenarnya sudah lama sakit," papar Merceditas Villanueva, seorang profesor kedokteran di Yale School of Medicine.
"Jadi, mereka meremehkan gejala ringan atau mereka memang terlambat mendapatkan ICU bed," tegasnya.
Di sisi lain, seorang dokter paru dan perawatan kritis di Ronald Reagan UCLA Medical Center Los Angeles, Russell G. Buhr, menerangkan bahwa keparahan pasien Covid-19 di second-week crash terjadi karena sel-sel baik di paru-parunya dibunuh virus yang membuat paru-paru pasien tetap terbuka dan menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida tidak berjalan baik.
"Jadi, paru-paru menyebarkan karbondioksida ke tubuh dan ini yang menyebabkan peradangan semakin serius," ungkapnya.
Buhr menambahkan, situasi demam minggu kedua Covid-19 juga dapat memperburuk kondisi pasien Covid-19 karena penggunaan ventilator terutama di rumah sakit yang kewalahan. Maksudnya, dokter di rumah sakit itu tidak dapat memaksimalkan penggunaan alat dan malah memaksa oksigen masuk ke paru-paru .
"Terlalu banyak tekanan pada paru-paru yang tegang dapat menghasilkan lebih banyak respons peradangan terhadap virus corona dan ini memperburuk penyumbatan kantung udara yang disebut alveoli," papar Buhr.
"Karena sifat virus yang terus menginfeksi, ini memengaruhi susunan genetik dan kondisi yang ada sebelumnya dan membuat presentasi penyakit meningkat," tambahnya.
Di laporan ini pun diterangkan bahwa ada spesifikasi pasien Covid-19 yang dikhawatirkan mengalami kondisi second-week crash, yaitu pasien Covid-19 tanpa gejala seperti penurunan kadar oksigen, sesak napas, atau kondisi kritis lain, dan pasien Covid-19 kondisi parah yang terlambat mendapatkan pertolongan karena masalah menunggu terlalu lama untuk dapat ICU bed.
"Orang-orang yang kritis ini sebenarnya sudah lama sakit," papar Merceditas Villanueva, seorang profesor kedokteran di Yale School of Medicine.
"Jadi, mereka meremehkan gejala ringan atau mereka memang terlambat mendapatkan ICU bed," tegasnya.
Di sisi lain, seorang dokter paru dan perawatan kritis di Ronald Reagan UCLA Medical Center Los Angeles, Russell G. Buhr, menerangkan bahwa keparahan pasien Covid-19 di second-week crash terjadi karena sel-sel baik di paru-parunya dibunuh virus yang membuat paru-paru pasien tetap terbuka dan menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida tidak berjalan baik.
"Jadi, paru-paru menyebarkan karbondioksida ke tubuh dan ini yang menyebabkan peradangan semakin serius," ungkapnya.
Buhr menambahkan, situasi demam minggu kedua Covid-19 juga dapat memperburuk kondisi pasien Covid-19 karena penggunaan ventilator terutama di rumah sakit yang kewalahan. Maksudnya, dokter di rumah sakit itu tidak dapat memaksimalkan penggunaan alat dan malah memaksa oksigen masuk ke paru-paru .
"Terlalu banyak tekanan pada paru-paru yang tegang dapat menghasilkan lebih banyak respons peradangan terhadap virus corona dan ini memperburuk penyumbatan kantung udara yang disebut alveoli," papar Buhr.
Lihat Juga :
tulis komentar anda