Eksotisme Rumah Adat Baruniang, Wae Rebo, NTT Tawarkan Pengalaman Menakjubkan bagi Wisatawan
Selasa, 16 Agustus 2022 - 22:03 WIB
Bentuk rumah Baruniang melingkar serupa kubus dengan ujung bagian atas seperti kerucut. Simbol keharmonisan dan kebersamaan. Konstuksi rumah adat Baruniang sepenuhnya berbahan kayu, untuk mengikat sambungan antartiangnya menggunakan rotan. Sedangkan atapnya memakai lontar dan ijuk yang melambangkan persaudaraan dan perlindungan. Rumah Baruniang ibarat ibu yang selalu mengayomi dan memberi rasa aman.
Sensasi Menginap di Desa Adat Baruniang
Desa tradisional Baruniang juga terbuka untuk wisatawan jika ingin bermalam dengan tarif yang terjangkau. Hanya dengan biaya Rp325 ribu permalam, sudah termasuk sarapan dan makan malam. Pastikan membawa jacket ya. Maklum, Desa Wisata Wae Rebo berada di ketinggian 1100 mdpl. Arus listrik hanya menyala pada pukul 18.00 hingga pukul 22.00 WIT.
Untuk menu makan malam dan pagi, kita akan suguhi kuliner lokal seperti sayur waluh dan telur untuk menemani nasi putih. Nah untuk kudapannya biasanya disajikan talas rebus yang dipetik langsung di halaman belakang rumah. Talas dicuci, dikupas, dipotong lalu dikukus tanpa campuran garam dan segala macam rempah lainnya. Meski dimasak dengan cara sederhana, tapi pasti akan terasa nikmat.
Pagi-pagi sebelum sarapan kita bisa mandi di sosor, yaitu pancuran dari mata air yang tak henti mengalir. Setelah sarapan kita akan disuguhi permainan tradisional rangkuk aluh, yaitu melompat-lompat di antara tongkat bambu yang dibuka tutup.
Sebelum mengakhiri kunjungan di Desa Wisata Wae Rebo jangan lupa membeli kerajinan khas desa ini ya agar perekonomian warga setempat tetap bergerak. Kain tenun bisa jadi pilihan menarik, hasil kreasi tradisional dijual mulai Rp700.000 per helai. “Ciri khasnya warna-warna cerah. Harganya mahal karena proses pembuatannya rumit dan memakan waktu lama hingga 3 bulan,” kata Mama Rita, pengrajin tenun.
Selain itu, ada pula paket wisata kopi, di mana kita bisa memetik langsung biji kopi, lalu melihatnya diproses menjadi bubuk kopi. Mulai dari dijemur, dibersihkan kuitnya lalu disangrai lalu ditumbuk dan disaring jadi bubuk kopi lembut yang siap diseduh.
Vincencius Farman, Ketua Pengelola Desa Wisata Wae Rebo, menuturkan program Desa Wisata yang digulirkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kesif (Kemenparekraf) sangat bermanfaat bagi warga Desa Wae Rebo. Menurutnya, bantuan dari Kemenparekraf dapat digunakan untuk memperbaiki fasilitas wisatawan.
Keunikan Desa Wisata Wae Rebo memang sangat menarik, itulah yang mengantar desa ini masuk dalam deretan 50 besar Anugerah Desa Wisata (ADWi) 2021 dari Kemenparekraf. Sepuluh tahun sebelumnya Unesco bahkan menetapkan Rumah Adat Baruniang sebagai Warisan Budaya Dunia.
Nah karena, kita harus ke Labuan Bajo dulu sebelum masuk dan meninggalkan Desa Wisata Wae Rebo, kita juga bisa mampir ke Taman Nasional Komodo, untuk melihat lebih dekat komodo ‘kadal raksasa’ yang hanya ada di NTT atau bisa juga menyelam untuk menikmati biota laut Labun Bajo yang terkenal keindahannya.
Sensasi Menginap di Desa Adat Baruniang
Desa tradisional Baruniang juga terbuka untuk wisatawan jika ingin bermalam dengan tarif yang terjangkau. Hanya dengan biaya Rp325 ribu permalam, sudah termasuk sarapan dan makan malam. Pastikan membawa jacket ya. Maklum, Desa Wisata Wae Rebo berada di ketinggian 1100 mdpl. Arus listrik hanya menyala pada pukul 18.00 hingga pukul 22.00 WIT.
Untuk menu makan malam dan pagi, kita akan suguhi kuliner lokal seperti sayur waluh dan telur untuk menemani nasi putih. Nah untuk kudapannya biasanya disajikan talas rebus yang dipetik langsung di halaman belakang rumah. Talas dicuci, dikupas, dipotong lalu dikukus tanpa campuran garam dan segala macam rempah lainnya. Meski dimasak dengan cara sederhana, tapi pasti akan terasa nikmat.
Pagi-pagi sebelum sarapan kita bisa mandi di sosor, yaitu pancuran dari mata air yang tak henti mengalir. Setelah sarapan kita akan disuguhi permainan tradisional rangkuk aluh, yaitu melompat-lompat di antara tongkat bambu yang dibuka tutup.
Sebelum mengakhiri kunjungan di Desa Wisata Wae Rebo jangan lupa membeli kerajinan khas desa ini ya agar perekonomian warga setempat tetap bergerak. Kain tenun bisa jadi pilihan menarik, hasil kreasi tradisional dijual mulai Rp700.000 per helai. “Ciri khasnya warna-warna cerah. Harganya mahal karena proses pembuatannya rumit dan memakan waktu lama hingga 3 bulan,” kata Mama Rita, pengrajin tenun.
Selain itu, ada pula paket wisata kopi, di mana kita bisa memetik langsung biji kopi, lalu melihatnya diproses menjadi bubuk kopi. Mulai dari dijemur, dibersihkan kuitnya lalu disangrai lalu ditumbuk dan disaring jadi bubuk kopi lembut yang siap diseduh.
Vincencius Farman, Ketua Pengelola Desa Wisata Wae Rebo, menuturkan program Desa Wisata yang digulirkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kesif (Kemenparekraf) sangat bermanfaat bagi warga Desa Wae Rebo. Menurutnya, bantuan dari Kemenparekraf dapat digunakan untuk memperbaiki fasilitas wisatawan.
Keunikan Desa Wisata Wae Rebo memang sangat menarik, itulah yang mengantar desa ini masuk dalam deretan 50 besar Anugerah Desa Wisata (ADWi) 2021 dari Kemenparekraf. Sepuluh tahun sebelumnya Unesco bahkan menetapkan Rumah Adat Baruniang sebagai Warisan Budaya Dunia.
Nah karena, kita harus ke Labuan Bajo dulu sebelum masuk dan meninggalkan Desa Wisata Wae Rebo, kita juga bisa mampir ke Taman Nasional Komodo, untuk melihat lebih dekat komodo ‘kadal raksasa’ yang hanya ada di NTT atau bisa juga menyelam untuk menikmati biota laut Labun Bajo yang terkenal keindahannya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda