Korban Selamat Tragedi Kanjuruhan Berisiko Alami PTSD, Begini Cara Mengatasinya
Senin, 03 Oktober 2022 - 09:30 WIB
JAKARTA - Korban selamat tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur berisiko mengalami gangguan stres pascatrauma atau PTSD lantaran menyaksikan kerusuhan suporter yang menelan ratusan korban jiwa. Hal serupa juga bisa dialami oleh keluarga para korban.
PTSD dapat terjadi ketika seseorang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan pada peristiwa yang mengerikan. Kematian tragis memperbesar risiko seseorang mengalami masalah kesehatan mental ini.
Faktanya, satu studi yang dilakukan oleh Keyes mencatat bahwa kematian tidak terduga dikaitkan secara konsisten dengan peningkatan kemungkinan terjadinya PTSD baru. Seperti gangguan panik, dan episode depresi di semua tahap perjalanan hidup.
Adapun gejala PTSD antara lain menjadi sering marah, tegang, atau gelisah, gejala fisik seperti jantung berdebar, berkeringat, atau hiperventilasi, terus mengingat kejadian buruk tersebut atau memikirkan apa yang dialami korban di peristiwa tragis itu.
Selain itu, mereka yang mengalami PTSD juga menghindar dari hal-hal berkaitan dengan tragedi yang dialami korban, bahkan mendengar tempat kejadian tidak berdaya. Menghindari emosi seputar kematian atau peristiwa yang terjadi, alami masalah tidur atau sering mimpi buruk.
Dilansir dari Center for Anxiety Disorders, Senin (3/10/2022) gejala lainnya dalah mengubah rutinitas untuk menghindari ingatan buruk, perasaan bersalah yang terdistorsi, menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang menimpa korban dan pikiran negatif selalu ada.
Sebagian orang akan perlahan pulih dan mulai melupakan semua kejadian. Tapi, bagi penderita PTSD, gejalanya secara dramatis memengaruhi kehidupan mereka dan ini berlangsung setidaknya sebulan lamanya.
Ada beberapa terapi pengobatan yang efektif untuk mengatasi PTSD setelah kematian mendadak atau peristiwa traumatis dari orang tercinta. Terapi yang disarankan termasuk Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).
PTSD dapat terjadi ketika seseorang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan pada peristiwa yang mengerikan. Kematian tragis memperbesar risiko seseorang mengalami masalah kesehatan mental ini.
Faktanya, satu studi yang dilakukan oleh Keyes mencatat bahwa kematian tidak terduga dikaitkan secara konsisten dengan peningkatan kemungkinan terjadinya PTSD baru. Seperti gangguan panik, dan episode depresi di semua tahap perjalanan hidup.
Adapun gejala PTSD antara lain menjadi sering marah, tegang, atau gelisah, gejala fisik seperti jantung berdebar, berkeringat, atau hiperventilasi, terus mengingat kejadian buruk tersebut atau memikirkan apa yang dialami korban di peristiwa tragis itu.
Selain itu, mereka yang mengalami PTSD juga menghindar dari hal-hal berkaitan dengan tragedi yang dialami korban, bahkan mendengar tempat kejadian tidak berdaya. Menghindari emosi seputar kematian atau peristiwa yang terjadi, alami masalah tidur atau sering mimpi buruk.
Dilansir dari Center for Anxiety Disorders, Senin (3/10/2022) gejala lainnya dalah mengubah rutinitas untuk menghindari ingatan buruk, perasaan bersalah yang terdistorsi, menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang menimpa korban dan pikiran negatif selalu ada.
Sebagian orang akan perlahan pulih dan mulai melupakan semua kejadian. Tapi, bagi penderita PTSD, gejalanya secara dramatis memengaruhi kehidupan mereka dan ini berlangsung setidaknya sebulan lamanya.
Ada beberapa terapi pengobatan yang efektif untuk mengatasi PTSD setelah kematian mendadak atau peristiwa traumatis dari orang tercinta. Terapi yang disarankan termasuk Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).
tulis komentar anda