Leptospirosis Banyak Ditemukan di Sejumlah Daerah, Kemenkes: Jateng Tembus 111 Kasus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap kasus leptospirosis yang disebabkan kencing tikus, belakangan ini banyak ditemukan di sejumlah daerah.
Bahkan, berdasarkan data terbaru daerah dengan jumlah kasus leptospirosis tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 111 kasus, sedangkan DKI Jakarta masih belum ada laporan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan kasus leptospirosis di Jateng mengakibatkan 18 orang meninggal dunia.
"Jawa Tengah ada 111 kasus dan 18 meninggal, Jawa Barat 9 kasus dan meninggal 2, DIY ada 86 kasus dan 12 kematian, serta Sulsel kasus 4 kematian 0," ungkap dr Nadia kepada MNC Portal, Rabu (1/3/2023).
"DKI belum ada sampai saat ini, karena ini berdasarkan laporan dari Provinsi saja," tambahnya.
Sebelumnya, kasus leptospirosis baru ini menjadi sorotan karena ditemukan 6 kasus kematian di Bantul. Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Bantul Abednego Dani Nugroho mengatakan, jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding dengan tahun lalu.
Pada 2022, hanya ada 4 kasus kematian akibat akibat leptospirosis. Sehingga selama kurun bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari ini sudah ada 37 kasus Leptospirosis. Ia mencatat, di Januari ada 29 kasus dan Februari sampai tanggal 20 kemarin ada 8 kasus Leptospirosis.
"Paling banyak temuan di Kapanewon Kasihan dengan jumlah 10 kasus, Kapanewon Pandak 6 kasus. Kemudian Kapanewon Bambanglipuro dan Bantul masing-masing 4 kasus, Sewon 3 kasus dan kapanewon lain rata-rata satu kasus," kata dia.
Sebagai informasi, penyakit leptospirosis kerap dialami saat musim penghujan, disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
Beberapa hewan bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis seperti tikus, sapi, anjing, dan babi. Sementara untuk gejala leptospirosis seperti demam, sakit kepala, menggigil, muntah, sakit kuning, anemia dan terkadang ruam.
Lihat Juga: Kemenkes Resmikan PLTS di RS Bekasi, Komitmen untuk Terapkan Prinsip Keberlanjutan di Sektor Kesehatan
Bahkan, berdasarkan data terbaru daerah dengan jumlah kasus leptospirosis tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 111 kasus, sedangkan DKI Jakarta masih belum ada laporan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan kasus leptospirosis di Jateng mengakibatkan 18 orang meninggal dunia.
"Jawa Tengah ada 111 kasus dan 18 meninggal, Jawa Barat 9 kasus dan meninggal 2, DIY ada 86 kasus dan 12 kematian, serta Sulsel kasus 4 kematian 0," ungkap dr Nadia kepada MNC Portal, Rabu (1/3/2023).
"DKI belum ada sampai saat ini, karena ini berdasarkan laporan dari Provinsi saja," tambahnya.
Sebelumnya, kasus leptospirosis baru ini menjadi sorotan karena ditemukan 6 kasus kematian di Bantul. Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Bantul Abednego Dani Nugroho mengatakan, jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding dengan tahun lalu.
Pada 2022, hanya ada 4 kasus kematian akibat akibat leptospirosis. Sehingga selama kurun bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari ini sudah ada 37 kasus Leptospirosis. Ia mencatat, di Januari ada 29 kasus dan Februari sampai tanggal 20 kemarin ada 8 kasus Leptospirosis.
"Paling banyak temuan di Kapanewon Kasihan dengan jumlah 10 kasus, Kapanewon Pandak 6 kasus. Kemudian Kapanewon Bambanglipuro dan Bantul masing-masing 4 kasus, Sewon 3 kasus dan kapanewon lain rata-rata satu kasus," kata dia.
Sebagai informasi, penyakit leptospirosis kerap dialami saat musim penghujan, disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
Beberapa hewan bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis seperti tikus, sapi, anjing, dan babi. Sementara untuk gejala leptospirosis seperti demam, sakit kepala, menggigil, muntah, sakit kuning, anemia dan terkadang ruam.
Lihat Juga: Kemenkes Resmikan PLTS di RS Bekasi, Komitmen untuk Terapkan Prinsip Keberlanjutan di Sektor Kesehatan
(hri)