Pelayanan Kesehatan Aritmia di Indonesia Perlu Ditingkatkan, Penting demi Kualitas Hidup Pasien
loading...
A
A
A
Sementara itu, penanganan aritmia dapat dilakukan dengan tindakan kateter ablasi yaitu tindakan untuk detak jantung yang tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung.
"Karena keberhasilan tindakan semakin tinggi, tindakan ablasi sudah menjadi pilihan pertama. Obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia tetapi tidak menyembuhkannya,” terang dr Dicky.
Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung.
ICD adalah sebuah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga 8 tahun, bergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia, menurut dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD selaku Ketua InaHRS/PERITMI, yaitu terkait kurangnya jumlah dokter spesialis di bidang ini dibandingkan dengan kebutuhan.
"Hanya terdapat 46 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ahli aritmia di Indonesia sampai tahun 2023," imbuh dr Sunu.
Tantangan kedua, lanjut dr Sunu, adalah akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit aritmia yang masih sangat buruk.
Sementara terkait layanan Ablasi FA dan ICD di Indonesia saat ini, dr Sunu menjelaskan, itu sangat membantu masyarakat yang mengidap aritmia.
Namun sayang, berdasarkan data tahun 2021, hanya ada 84 tindakan Ablasi FA yang dilakukan di Indonesia. Demikian pula untuk tindakan ICD di tahun yang sama, baru ada 66 tindakan.
Hal itu menunjukkan masih minimnya akses yang diperoleh pasien-pasien aritmia di Indonesia untuk mendapat pelayanan yang standar buat penyakit mereka. Padahal, kedua tindakan tersebut terbukti bisa meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia pasien.
"Karena keberhasilan tindakan semakin tinggi, tindakan ablasi sudah menjadi pilihan pertama. Obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia tetapi tidak menyembuhkannya,” terang dr Dicky.
Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung.
ICD adalah sebuah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga 8 tahun, bergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia, menurut dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD selaku Ketua InaHRS/PERITMI, yaitu terkait kurangnya jumlah dokter spesialis di bidang ini dibandingkan dengan kebutuhan.
"Hanya terdapat 46 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ahli aritmia di Indonesia sampai tahun 2023," imbuh dr Sunu.
Tantangan kedua, lanjut dr Sunu, adalah akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit aritmia yang masih sangat buruk.
Sementara terkait layanan Ablasi FA dan ICD di Indonesia saat ini, dr Sunu menjelaskan, itu sangat membantu masyarakat yang mengidap aritmia.
Namun sayang, berdasarkan data tahun 2021, hanya ada 84 tindakan Ablasi FA yang dilakukan di Indonesia. Demikian pula untuk tindakan ICD di tahun yang sama, baru ada 66 tindakan.
Hal itu menunjukkan masih minimnya akses yang diperoleh pasien-pasien aritmia di Indonesia untuk mendapat pelayanan yang standar buat penyakit mereka. Padahal, kedua tindakan tersebut terbukti bisa meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia pasien.