Waspada Penyakit Leptospirosis saat Musim Penghujan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Musim hujan telah memasuki puncaknya. Tingginya intensitas hujan menyebabkan banjir di beberapa wilayah Indonesia. Banjir tak hanya merugikan secara materi, namun juga menjadi salah satu ancaman penyakit bagi manusia, salah satunya leptospirosis.
Ahli Biostatistika dan Epidemiologik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Dr Windhu Purnomo dr MS turut menanggapi persoalan tersebut.
Dr Windhu menjelaskan, penyakit leptospirosis termasuk dalam penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Agen dari penyakit leptospirosis yakni bakteri Leptospira.
“Bakteri Leptospira ini berbentuk lancip dan umumnya mereka tinggal di ginjal tikus. Hal ini sangat riskan jika tikus pipis di genangan air saat banjir. Hal ini dapat menyebabkan penularan bakteri leptospira dari hewan ke manusia,” terangnya.
Dia menerangkan, bakteri leptospira sangat mudah untuk masuk ke dalam tubuh manusia, terutama saat musim penghujan atau bencana banjir. Contohnya, kaki yang terkena genangan air saat hujan.
“Hal yang biasanya yang dianggap remeh justru berpotensi untuk kita dapat tertular leptospirosis. Salah satunya, tidak memakai alas kaki jika terjadi banjir atau melewati genangan. Ditambah, jika ada luka akan mempercepat masuknya bakteri Leptospira di dalam tubuh manusia,” beber Windhu. .
Ahli Biostatistika dan Epidemiologi itu mengimbau, saat ada genangan air atau banjir sangat dianjurkan untuk memakai alas kaki yang tepat. Yakni sepatu boots atau plastik penutup kaki. Baginya, dengan langkah sederhana tersebut dapat mencegah manusia untuk terinfeksi leptospirosis.
Penyakit leptospirosis banyak dipandang sebelah mata karena dampak yang disebabkan penyakit tersebut tidaklah berat. Nyatanya, penyakit leptospirosis dapat menyebabkan kematian manusia jika tidak tertangani dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan yakni dengan deteksi dini.
Salah satu gejala yang kerap kali dialami oleh orang yang mengidap penyakit leptospirosis yakni demam yang tinggi, tubuh menggigil, mata kekuningan, dan rasa nyeri-nyeri pada beberapa bagian tubuh. Jika mengalami gejala tersebut harus segera melakukan pemeriksaan lebih dalam.
“Sebenarnya orang yang terjangkit leptospirosis ini tidak memiliki kekhasan untuk gejala awalnya. Justru gejala yang timbul kerap kali memiliki kemiripan dengan penyakit lainnya. Maka demikian, jika sudah dirasa mengalami gejala tersebut sebaiknya langsung melakukan pemeriksaan oleh tenaga profesional,” ujarnya.
Dr Windhu menambahkan, karena tidak memiliki gejala yang signifikan dan cenderung memiliki kesamaan dengan penyakit lain, orang yang terindikasi harus melakukan skrining tes untuk memastikan bakteri Leptospira terdapat dalam tubuh atau tidak.
“Salah satu tesnya yakni tes serologi dan polymerase chain reaction test atau tes PCR. Konsep PCR ini sama halnya dengan tes Covid-19. Tidak dapat sembarangan diagnosa untuk penyakit leptospirosis ini, membutuhkan tes yang akurat untuk mendiagnosa orang dengan leptospirosis,” tegasnya.
“Jika kita telat melakukan pencegahan dapat berisiko untuk timbulnya keparahan. Terdapat tiga hal dalam mengobati, pertama dapat sembuh sempurna tanpa sisa, kedua sembuh namun masih terdapat sisa dari penyakit, dan ketiga tidak dapat sembuh dan mengakibatkan kematian,” ungkapnya.
Pencegahan leptospirosis dapat dimulai dari diri sendiri, dengan cara menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana pun dan kapan pun, melakukan vaksinasi secara berkala dan memiliki gaya hidup yang sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi dan olahraga yang rutin.
“Tak lupa, lingkungan yang bersih menjadi salah satu kunci dalam pencegahan leptospirosis. Lingkungan yang bersih tidak hanya membuat nyaman, juga menciptakan kehidupan yang bersih dari penyakit,” tandasnya.
Ahli Biostatistika dan Epidemiologik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Dr Windhu Purnomo dr MS turut menanggapi persoalan tersebut.
Dr Windhu menjelaskan, penyakit leptospirosis termasuk dalam penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Agen dari penyakit leptospirosis yakni bakteri Leptospira.
Baca Juga
“Bakteri Leptospira ini berbentuk lancip dan umumnya mereka tinggal di ginjal tikus. Hal ini sangat riskan jika tikus pipis di genangan air saat banjir. Hal ini dapat menyebabkan penularan bakteri leptospira dari hewan ke manusia,” terangnya.
Dia menerangkan, bakteri leptospira sangat mudah untuk masuk ke dalam tubuh manusia, terutama saat musim penghujan atau bencana banjir. Contohnya, kaki yang terkena genangan air saat hujan.
“Hal yang biasanya yang dianggap remeh justru berpotensi untuk kita dapat tertular leptospirosis. Salah satunya, tidak memakai alas kaki jika terjadi banjir atau melewati genangan. Ditambah, jika ada luka akan mempercepat masuknya bakteri Leptospira di dalam tubuh manusia,” beber Windhu. .
Ahli Biostatistika dan Epidemiologi itu mengimbau, saat ada genangan air atau banjir sangat dianjurkan untuk memakai alas kaki yang tepat. Yakni sepatu boots atau plastik penutup kaki. Baginya, dengan langkah sederhana tersebut dapat mencegah manusia untuk terinfeksi leptospirosis.
Penyakit leptospirosis banyak dipandang sebelah mata karena dampak yang disebabkan penyakit tersebut tidaklah berat. Nyatanya, penyakit leptospirosis dapat menyebabkan kematian manusia jika tidak tertangani dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan yakni dengan deteksi dini.
Salah satu gejala yang kerap kali dialami oleh orang yang mengidap penyakit leptospirosis yakni demam yang tinggi, tubuh menggigil, mata kekuningan, dan rasa nyeri-nyeri pada beberapa bagian tubuh. Jika mengalami gejala tersebut harus segera melakukan pemeriksaan lebih dalam.
“Sebenarnya orang yang terjangkit leptospirosis ini tidak memiliki kekhasan untuk gejala awalnya. Justru gejala yang timbul kerap kali memiliki kemiripan dengan penyakit lainnya. Maka demikian, jika sudah dirasa mengalami gejala tersebut sebaiknya langsung melakukan pemeriksaan oleh tenaga profesional,” ujarnya.
Dr Windhu menambahkan, karena tidak memiliki gejala yang signifikan dan cenderung memiliki kesamaan dengan penyakit lain, orang yang terindikasi harus melakukan skrining tes untuk memastikan bakteri Leptospira terdapat dalam tubuh atau tidak.
“Salah satu tesnya yakni tes serologi dan polymerase chain reaction test atau tes PCR. Konsep PCR ini sama halnya dengan tes Covid-19. Tidak dapat sembarangan diagnosa untuk penyakit leptospirosis ini, membutuhkan tes yang akurat untuk mendiagnosa orang dengan leptospirosis,” tegasnya.
Langkah Pencegahan
Dalam ilmu kesehatan masyarakat, manusia lebih baik untuk mencegah sedari dini daripada mengobati. Menurutnya, dengan pencegahan secara dini dapat mencegah adanya keparahan yang timbul akibat telatnya penanganan yang tepat.“Jika kita telat melakukan pencegahan dapat berisiko untuk timbulnya keparahan. Terdapat tiga hal dalam mengobati, pertama dapat sembuh sempurna tanpa sisa, kedua sembuh namun masih terdapat sisa dari penyakit, dan ketiga tidak dapat sembuh dan mengakibatkan kematian,” ungkapnya.
Pencegahan leptospirosis dapat dimulai dari diri sendiri, dengan cara menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana pun dan kapan pun, melakukan vaksinasi secara berkala dan memiliki gaya hidup yang sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi dan olahraga yang rutin.
“Tak lupa, lingkungan yang bersih menjadi salah satu kunci dalam pencegahan leptospirosis. Lingkungan yang bersih tidak hanya membuat nyaman, juga menciptakan kehidupan yang bersih dari penyakit,” tandasnya.
(tsa)