Kisah Desa Legetang di Dieng yang Menghilang dalam Semalam
loading...
A
A
A
BANJARNEGARA - Di balik keindahan alam yang mempesona, Dataran Tinggi Dieng menyimpan kisah pilu tentang Desa Legetang yang hilang dalam semalam. Desa yang dahulu terletak di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah itu kini hanya tinggal kenangan setelah terkubur longsor dahsyat pada 17 April 1955.
Hujan deras mengguyur kawasan Dieng pada malam nahas itu. Sekitar pukul 23.00 WIB, terdengar suara gemuruh keras seperti dentuman bom. Tanah di lereng Gunung Pengamun runtuh dan menimpa Desa Legetang yang berada di bawahnya.
Tragedi ini menelan korban jiwa 351 orang, termasuk bayi dan balita. Hanya satu orang yang berhasil selamat, yaitu seorang pemuda bernama Suhuri yang sedang berada di luar desa saat kejadian.
Dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (18/6/2024), hingga kini, penyebab pasti longsor yang menelan Desa Legetang masih menjadi misteri. Ada beberapa versi cerita yang beredar di masyarakat.
Foto/tangkapan layar YouTube Cerita Desa Indonesia
Konon, penduduk Desa Legetang hidup dalam kemaksiatan, sehingga mereka dihukum oleh Allah SWT dengan longsor dahsyat. Versi lain menyebutkan bahwa longsor terjadi murni karena bencana alam, tanpa kaitannya dengan perbuatan manusia.
Di sisi lain, beberapa pihak menduga longsor dipicu oleh aktivitas Gunung Pengamun yang memang memiliki potensi letusan.
Sementara itu, Untuk mengenang tragedi ini, didirikanlah sebuah tugu peringatan di lokasi bekas Desa Legetang. Tugu ini menjadi pengingat bagi generasi penerus tentang peristiwa memilukan yang pernah terjadi di tempat tersebut.
Meskipun desa aslinya telah hilang, semangat masyarakat Legetang tidak padam. Pada 1970-an, sebagian warga yang selamat mendirikan kembali desa baru dengan nama Dusun Legetang di lokasi yang lebih aman.
Kisah Desa Legetang menjadi warisan budaya dan pelajaran berharga bagi masyarakat Dieng dan sekitarnya. Tragedi ini mengingatkan akan kekuatan alam yang dahsyat dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Selain itu, kisah ini juga menjadi pengingat untuk selalu hidup dalam kebaikan dan menjauhi perbuatan yang tercela.
Lihat Juga: Shenshayba Bazaar, Desa Satu Ginjal yang Penduduknya Terpaksa Jual Organ Demi Bertahan Hidup
Hujan deras mengguyur kawasan Dieng pada malam nahas itu. Sekitar pukul 23.00 WIB, terdengar suara gemuruh keras seperti dentuman bom. Tanah di lereng Gunung Pengamun runtuh dan menimpa Desa Legetang yang berada di bawahnya.
Tragedi ini menelan korban jiwa 351 orang, termasuk bayi dan balita. Hanya satu orang yang berhasil selamat, yaitu seorang pemuda bernama Suhuri yang sedang berada di luar desa saat kejadian.
Dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (18/6/2024), hingga kini, penyebab pasti longsor yang menelan Desa Legetang masih menjadi misteri. Ada beberapa versi cerita yang beredar di masyarakat.
Foto/tangkapan layar YouTube Cerita Desa Indonesia
Konon, penduduk Desa Legetang hidup dalam kemaksiatan, sehingga mereka dihukum oleh Allah SWT dengan longsor dahsyat. Versi lain menyebutkan bahwa longsor terjadi murni karena bencana alam, tanpa kaitannya dengan perbuatan manusia.
Di sisi lain, beberapa pihak menduga longsor dipicu oleh aktivitas Gunung Pengamun yang memang memiliki potensi letusan.
Sementara itu, Untuk mengenang tragedi ini, didirikanlah sebuah tugu peringatan di lokasi bekas Desa Legetang. Tugu ini menjadi pengingat bagi generasi penerus tentang peristiwa memilukan yang pernah terjadi di tempat tersebut.
Meskipun desa aslinya telah hilang, semangat masyarakat Legetang tidak padam. Pada 1970-an, sebagian warga yang selamat mendirikan kembali desa baru dengan nama Dusun Legetang di lokasi yang lebih aman.
Baca Juga
Kisah Desa Legetang menjadi warisan budaya dan pelajaran berharga bagi masyarakat Dieng dan sekitarnya. Tragedi ini mengingatkan akan kekuatan alam yang dahsyat dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Selain itu, kisah ini juga menjadi pengingat untuk selalu hidup dalam kebaikan dan menjauhi perbuatan yang tercela.
Lihat Juga: Shenshayba Bazaar, Desa Satu Ginjal yang Penduduknya Terpaksa Jual Organ Demi Bertahan Hidup
(dra)