Kemenkes Siapkan Cara Jitu Atasi Klaim Fiktif Program JKN, Buntut 3 RS Lakukan Kecurangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan akhirnya turun tangan terkait kasus dugaan kecurangan atau fraud terkait klaim fiktif (phantom billing) dan manipulasi diagnosis atas klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kecurangan klaim program JKN tersebut ditemukan di tiga rumah sakit swasta di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Kemenkes pun membentuk tim pencegahan khusus sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, tim pencegahan dan penanganan kecurangan atau fraud menemukan klaim fiktif (phantom billing) pada layanan fisioterapi dan manipulasi diagnosis atas operasi katarak di tiga rumah sakit swasta tersebut.
"Kasus klaim yang dilakukan tiga rumah sakit ini sebanyak 4.341 kasus pada layanan fisioterapi, tetapi hanya 1.071 kasus yang memiliki catatan rekam medis sehingga kasus yang diduga fiktif sebanyak 3.269 kasus,” tutur Pahala, dalam keterangan resminya, Kamis (25/7/2024).
“Sedangkan pada manipulasi diagnosis atas operasi katarak di tiga rumah sakit dengan sampel sebanyak 39 pasien, tetapi hanya 14 pasien yang sesuai diagnosis," ujar dia lagi.
Di tiga rumah sakit swasta, kasus phantom billing atas layanan fisioterapi sebanyak 75% dari total kasus, atau senilai dengan Rp501,27 juta.
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Murti Utami menegaskan, dari temuan tersebut, Kemenkes akan menindaklanjuti dan memberikan sanksi kepada oknum yang bertanggung jawab atas dugaan klaim fiktif dan manipulasi diagnosis tersebut.
"Tentu ini akan ditindaklanjuti dan juga akan diberi sanksi pada setiap individu seperti penundaan pengumpulan SKP selama enam bulan sampai pencabutan izin praktik, pemutusan kerja sama antara RS dan BPJS," kata dr. Murti pada diskusi media tersebut.
Kemenkes juga akan melakukan penguatan Tim PK-JKN di tingkat provinsi untuk meningkatkan proses verifikasi fraud. Selain itu, memberikan kesempatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) yang diduga melakukan phantom billing dan manipulasi diagnosis untuk melakukan koreksi dan mengembalikan kerugian negara ke BPJS Kesehatan.
"Jadi nanti akan diberikan kesempatan dalam jangka waktu selama enam bulan lamanya untuk melakukan pengembalian atas kerugian negara ke BPJS Kesehatan dan bersama-sama kita menjaga dananya agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri," kata dr. Murti.
Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari mengungkapkan, BPKP juga telah melakukan telaah di tiga rumah sakit dan hasilnya menunjukkan adanya bukti dugaan kasus phantom billing.
"Kami mendukung upaya untuk bersama menjaga dana jaminan kesehatan itu, tapi tidak terelakkan ketika upaya itu dan pelakunya tidak berhenti," ungkap Agustina.
"Terkait dengan kerugian negara, tentunya BPKP akan memvalidasi setelah proses yang lainnya telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia lagi.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati menjelaskan, BPJS Kesehatan memiliki beberapa lapis (layer) verifikasi untuk memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku.
Verifikasi dilakukan di tahap awal, pasca-pembayaran (verifikasi pasca-klaim/VPK), dan audit administrasi klaim (AAK). Pengelolaan klaim berlapis ini untuk memastikan pembiayaan dibayarkan tepat kepada FKRTL/rumah sakit.
“Manajemen klaim yang dilakukan BPJS Kesehatan secara bertahap dan tentu mengandalkan sistem informasi yang mumpuni. Ini menunjukkan keseriusan kami dalam proses verifikasi klaim agar efektif dan tepat guna,” ujar Lily.
Untuk menjaga pengelolaan klaim dari potensi kecurangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan, telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Ekosistem anti-fraud dalam Program JKN ini juga terus dibangun sebagai upaya bersama menciptakan Program JKN yang bebas dari kecurangan.
Tim PK-JKN terdiri dari berbagai unsur, yaitu Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Tugas dari Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, meningkatkan budaya pencegahan kecurangan (fraud), mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik, melakukan upaya deteksi dan penyelesaian kecurangan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan.
Pada kesempatan itu, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno mengungkapkan, jika ditemukan ketidaksesuaian atas klaim pelayanan kesehatan yang telah dibayarkan sebelumnya dalam proses verifikasi pasca-klaim dan/atau audit administrasi klaim, Tim Anti Kecurangan JKN Kantor Cabang BPJS Kesehatan bersama Tim PK-JKN di level provinsi, kabupaten/kota akan melakukan penelusuran atau investigasi sesuai dengan ketentuan.
Penelusuran ini melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti dinas kesehatan, asosiasi faskes, dan organisasi profesi.
Jika hasil penelusuran atau investigasi menunjukkan bukti kecurangan, hal itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Dalam kesempatan ini, kami mengajak semua pihak untuk memperkuat sinergi dan komitmen dalam mewujudkan pengelolaan Program JKN yang bersih dari segala tindak kecurangan,” ucap Mundiharno.
Kecurangan klaim program JKN tersebut ditemukan di tiga rumah sakit swasta di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Kemenkes pun membentuk tim pencegahan khusus sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, termasuk layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, tim pencegahan dan penanganan kecurangan atau fraud menemukan klaim fiktif (phantom billing) pada layanan fisioterapi dan manipulasi diagnosis atas operasi katarak di tiga rumah sakit swasta tersebut.
"Kasus klaim yang dilakukan tiga rumah sakit ini sebanyak 4.341 kasus pada layanan fisioterapi, tetapi hanya 1.071 kasus yang memiliki catatan rekam medis sehingga kasus yang diduga fiktif sebanyak 3.269 kasus,” tutur Pahala, dalam keterangan resminya, Kamis (25/7/2024).
“Sedangkan pada manipulasi diagnosis atas operasi katarak di tiga rumah sakit dengan sampel sebanyak 39 pasien, tetapi hanya 14 pasien yang sesuai diagnosis," ujar dia lagi.
Di tiga rumah sakit swasta, kasus phantom billing atas layanan fisioterapi sebanyak 75% dari total kasus, atau senilai dengan Rp501,27 juta.
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Murti Utami menegaskan, dari temuan tersebut, Kemenkes akan menindaklanjuti dan memberikan sanksi kepada oknum yang bertanggung jawab atas dugaan klaim fiktif dan manipulasi diagnosis tersebut.
"Tentu ini akan ditindaklanjuti dan juga akan diberi sanksi pada setiap individu seperti penundaan pengumpulan SKP selama enam bulan sampai pencabutan izin praktik, pemutusan kerja sama antara RS dan BPJS," kata dr. Murti pada diskusi media tersebut.
Kemenkes juga akan melakukan penguatan Tim PK-JKN di tingkat provinsi untuk meningkatkan proses verifikasi fraud. Selain itu, memberikan kesempatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) yang diduga melakukan phantom billing dan manipulasi diagnosis untuk melakukan koreksi dan mengembalikan kerugian negara ke BPJS Kesehatan.
"Jadi nanti akan diberikan kesempatan dalam jangka waktu selama enam bulan lamanya untuk melakukan pengembalian atas kerugian negara ke BPJS Kesehatan dan bersama-sama kita menjaga dananya agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri," kata dr. Murti.
Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari mengungkapkan, BPKP juga telah melakukan telaah di tiga rumah sakit dan hasilnya menunjukkan adanya bukti dugaan kasus phantom billing.
"Kami mendukung upaya untuk bersama menjaga dana jaminan kesehatan itu, tapi tidak terelakkan ketika upaya itu dan pelakunya tidak berhenti," ungkap Agustina.
"Terkait dengan kerugian negara, tentunya BPKP akan memvalidasi setelah proses yang lainnya telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia lagi.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati menjelaskan, BPJS Kesehatan memiliki beberapa lapis (layer) verifikasi untuk memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku.
Verifikasi dilakukan di tahap awal, pasca-pembayaran (verifikasi pasca-klaim/VPK), dan audit administrasi klaim (AAK). Pengelolaan klaim berlapis ini untuk memastikan pembiayaan dibayarkan tepat kepada FKRTL/rumah sakit.
“Manajemen klaim yang dilakukan BPJS Kesehatan secara bertahap dan tentu mengandalkan sistem informasi yang mumpuni. Ini menunjukkan keseriusan kami dalam proses verifikasi klaim agar efektif dan tepat guna,” ujar Lily.
Untuk menjaga pengelolaan klaim dari potensi kecurangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan, telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Ekosistem anti-fraud dalam Program JKN ini juga terus dibangun sebagai upaya bersama menciptakan Program JKN yang bebas dari kecurangan.
Tim PK-JKN terdiri dari berbagai unsur, yaitu Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Tugas dari Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, meningkatkan budaya pencegahan kecurangan (fraud), mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik, melakukan upaya deteksi dan penyelesaian kecurangan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan.
Pada kesempatan itu, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno mengungkapkan, jika ditemukan ketidaksesuaian atas klaim pelayanan kesehatan yang telah dibayarkan sebelumnya dalam proses verifikasi pasca-klaim dan/atau audit administrasi klaim, Tim Anti Kecurangan JKN Kantor Cabang BPJS Kesehatan bersama Tim PK-JKN di level provinsi, kabupaten/kota akan melakukan penelusuran atau investigasi sesuai dengan ketentuan.
Penelusuran ini melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti dinas kesehatan, asosiasi faskes, dan organisasi profesi.
Jika hasil penelusuran atau investigasi menunjukkan bukti kecurangan, hal itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Dalam kesempatan ini, kami mengajak semua pihak untuk memperkuat sinergi dan komitmen dalam mewujudkan pengelolaan Program JKN yang bersih dari segala tindak kecurangan,” ucap Mundiharno.
(tdy)