Penggunaan Antibiotik Tidak Bijak Picu Resistensi, Kemenkes Beri Peringatan Keras
loading...
A
A
A
Berdasarkan laporan rumah sakit yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Sebab, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien.
“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada," ujarnya.
Menurut dr. Azhar, penegakan diagnosis bisa menjadi lambat. Pasalnya, dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama. Di mana, untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu. Sehingga memperlambat perawatan yang tepat. Kemudian, dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium.
Faktor lainnya terkait dengan efek samping. Pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik dengan efek samping yang berat atau risiko toksisitas. Selain itu, infeksi resistensi antimikroba dapat menyebar cepat. Terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.
“Kelima, biaya tinggi. Karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan,” tandasnya.
Lihat Juga: Terungkap, dr. Aulia Risma Dimintai Uang hingga Rp40 Juta per Bulan untuk Kebutuhan Senior
“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada," ujarnya.
Menurut dr. Azhar, penegakan diagnosis bisa menjadi lambat. Pasalnya, dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama. Di mana, untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu. Sehingga memperlambat perawatan yang tepat. Kemudian, dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium.
Faktor lainnya terkait dengan efek samping. Pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik dengan efek samping yang berat atau risiko toksisitas. Selain itu, infeksi resistensi antimikroba dapat menyebar cepat. Terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.
“Kelima, biaya tinggi. Karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan,” tandasnya.
Lihat Juga: Terungkap, dr. Aulia Risma Dimintai Uang hingga Rp40 Juta per Bulan untuk Kebutuhan Senior
(dra)