Penyintas Covid-19 Kesulitan Tidur

Selasa, 27 Oktober 2020 - 02:41 WIB
loading...
Penyintas Covid-19 Kesulitan Tidur
Banyak pasien sembuh Covid-19 yang kesulitan tidur. Ini menjadi salah satu keluhan yang dihadapi. Hal itu diketahui dalam survey grup Facebook Survivor Corp. Foto/Istimewa.
A A A
JAKARTA - Setengah dari pasien sembuh Covid-19 melaporkan kesulitan tidur sebagai salah satu keluhan yang dihadapi dalam sebuah survey yang dengan lebih dari 1.500 partisipan pada grup Facebook Survivor Corp (sumber bagi penyintas Covid-19 dengan lebih dari 100 ribu anggota).

Sekira 16% melaporkan kesulitan tidur tidak seperti normalnya. Anggota dari grup ini terkadang dijuluki long-haulers karena mereka membahas efek jangka panjang dari penyakit tersebut. (Baca juga: Sudah Sembuh, Kenapa Bisa Terinfeksi Covid-19 Lagi? )

Peneliti tidur dan profesor di Yale School of Medicine di New Haven, Connecticut, AS, Dr. Meir Kryger, telah meneliti beberapa pasien dengan gejala long hauler (istilah bagi pasien yang sembuh namun masih mengeluhkan gejala yang seolah-olah merupakan bagian dari covid -19) yang berhubungan dengan kebiasaan tidur.

Memang, kebanyakan penyintas tidak mengeluh sakit berat sehingga harus dirawat. Namun mereka harus tetap berjuang dengan isu fisik maupun mental jangka panjang. Beberapa menderita insomnia, ketakutan untuk tidur lantaran takut sesuatu yang buruk akan terjadi.

Salah seorang pasien bahkan mengalami depresi dan berakhir dengan bunuh diri karena ketakutan meninggal sewaktu terlelap. Sebagian penyintas bercerita mereka terbangun dengan napas pendek dan kadar oksigen dalam darah yang rendah. Hal ini mengindikasikan gejala pernapasan kronik. Beberapa lainnya mengalami abnormalitas pada sistem syaraf pusat.

“Saya rasa yang mereka alami adalah gangguan pada cara otak mengontrol pernapasan selama tidur. Pada pasien tersebut, virus sudah mempengaruhi cara mengontrol napas secara normal,”beber Kryger dikutip dari Today.

Sayang, para peneliti tidak memiliki literatur yang cukup untuk memahami apa yang terjadi pada pasien. Dokter juga mengungkap, selain merusak paru, virus corona juga mempengaruhi jantung, ginjal, otak, sistem syaraf, dan sistem peredaran darah.

Terkait gangguan tidur, hal ini bisa membuat orang frustasi seperti yang dialami Franco, penyintas Covid-19. Ia terinfeksi di bulan Maret, kemudian melihat kadar oksigen dalam darahnya selama beberapa bulan ke depan karena ketakutan mengalami kejadian buruk seperti waktu masih terinfeksi.

“Ketika mencoba untuk tidur, saya merasa berhenti bernapas dan langsung terbangun dengan napas terengah-engah,” ujar Franco.

Rasanya seperti tenggelam, sambungnya. Meski tidak pernah dirawat kembali, Franco mengikuti studi tidur dan mengenakan pulse oximeter. Biasanya kadar oksigen dalam darah Franco 95% tapi terkadang turun ke 80 bahkan 70. Beruntung kondisi Franco semakin lama makin membaik.

Menurut Kryger, gejala long hauler lain yang ia temui pada pasien adalah brain fog (gangguan kemampuan mental yang bisa bersifat sementara maupun berkepanjangan), lemah, lelah, dan mengantuk di siang hari.

Tidak diketahui apakah brain fog ini disebabkan karena adanya kerusakan di sistem syaraf atau lantaran pasien menderita gangguan tidur. Dimana mereka tidur tidak cukup sehingga brain fog apakah merupakan manifestasi dari kondisi mengantuk berat? Jawabannya belum diketahui. (Baca juga: Billy dan Amanda Bakal Klarifikasi di Silet Awards 2020 )

Pasien bisa mendapat treatment oksigen jika kondisi itu yang terjadi. Jika mereka mengalami central sleep apnes, yang membuat otak berhenti sementara mengirimkan sinyal ke otot yang mengatur pernapasan, mesin CPAP yang bisa membuka jalur pernapasan bisa digunakan. Sedangkan pasien yang mengalami ketakutan untuk tidur tapi tidak memiliki masalah kadar oksigen rendah atau tidak memiliki masalah pernapasan, sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater.
(tdy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0805 seconds (0.1#10.140)