Berdampak Buruk, Hindari Penggunaan Kemasan Plastik Mengandung BPA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemasan galon air minum di pasaran kebanyakan saat ini memiliki 2 jenis, yakni kemasan galon isi ulang yang terbuat dari polikarbonat yang mengandung BPA dan kemasan galon sekali pakai yang terbuat dari PET yang tidak mengandung BPA (BPA free). Walau sudah ada larangan penggunaan galon plastik yang mengandung BPA, tapi tetap saja penggunaan galon plastik isi ulang masih tinggi. Ini patut diwaspadai.
(Baca juga: Luapan Emosi Isyana di Single Terbaru Unlock the Key )
Agar masyarakat lebih menyadari hal tersebut, maka perlu dilakukan kampanye yang menyeluruh. Menariknya, permasalahan ini sudah menjadi perhatian Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia , Arist Merdeka Sirait dalam tiga tahun terakhir. Dia sudah mengingatkan kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu agar berhati-hati dalam memilih produk atau produk makanan dan minuman dengan kemasan plastik, seperti di antaranya botol minuman, tempat makanan, ataupun minuman utamanya yang dikemas dalam kemasan galon isi ulang.
"Persoalan plastik ini sebenarnya menjadi konsentrasi Komnas Perlindungan Anak sejak tiga tahun silam. Dampaknya memang bukan hanya kesehatan, tapi menghambat pertumbuhan anak secara mental, dan intelektual," papar Arist melalui pernyataan tertulisnya, Rabu (11/11).
Merasa khawatir, Arist pun sempat mengingatkan kepada Badan POM untuk mengawasi produk yang dikemas dengan kemasan plastik. Pasalnya, bahan pembuat plastik polikarbonat (kode no 7) adalah senyawa Bisphenol A yang lebih dikenal dengan sebutan BPA. BPA inilah salah satunya yang mengandung racun berbahaya bagi anak-anak, terutama pada kemasan galon air isi ulang.
Hal senada diungkapkan anggota DPR RI Komisis IX, Arzeti Bilbina Huzaimi S.E, dari Fraksi PKB. Menurutnya, kemungkinan paparan zat kimia dari BPA tersebut bisa melalui botol-botol plastik yang dibawa anak-anak sekolah, juga dari air minum galon isi ulang yang ada di sekolah.
"Sebetulnya ini kita harus aware. Pemerintah yang terlibat di dalam tupoksi untuk bicara mengenai bahan, yang dipakai untuk penunjang. Apa yang ingin kita lakukan adalah proses menjadi lebih baik. Jadi jangan sampai apa yang kita ingin lakukan membuat produk menjadi baik saja. Tapi jadikanlah produk itu menjadi sehat," papar Arzeti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa BPA baik dalam bentuk aktif maupun inaktif mampu menembus plasenta. BPA bebas yang telah menembus plasenta dan mencapai fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya. Sedangkan bila senyawa yang menembus plasenta adalah bentuk inaktifnya maka senyawa tersebut dapat diubah kembali menjadi BPA bentuk aktif.
Hasil penelitian di atas menunjukkan fetus mempunyai kemungkinan tertinggi terpapar BPA melalui plasenta. Di dalam rahim, paparan estrogen pada waktu yang tidak tepat dalam kadar yang melebihi atau kurang dari normal dapat menyebabkan efek merugikan terhadap perkembangan berbagai organ dan sistem, termasuk sistem reproduksi, perkembangan otak, kelenjar susu dan sistem imun. Jika rute paparannya melalui pangan atau minuman yang tertelan, maka bayi mempunyai kemungkinan untuk terpapar BPA dari pada kelompok umur lainnya.
"Jadi Komnas Perlindungan anak merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan kemasan yang mengandung BPA. Dari temuan-temuan yang dilakukan inilah, yang harus diserukan Komnas Perlindungan Anak. BPOM juga tidak bisa berbuat banyak kalau masyarakat tidak diberi tahu," ungkap Arist.
Demi mencegah bahaya terpapar BPA, Kementerian Kesehatan dalam akun Facebook-nya memberikan tips agar aman dalam memilih air minum kemasan galon yang tidak mengandung BPA. Salah satunya adalah hindari kemasan minum yang kode daur ulangnya 3 atau 7, terutama botol minum untuk anak-anak.
(Baca juga: Kafein Meningkatkan Kemampuan Fokus, tapi Tak Merangsang Kreativitas )
Sedangkan kemasan minum yang aman untuk digunakan, baik sekali pakai maupun berulang kali adalah yang memiliki kode daur ulang bernomor 2,4 yang terbuat dari polyethylene dan kode daur ulang 5 terbuat dari polypropylene atau pilih kode daur ulang nomor 1 yang terbuat dari PET. Selain itu, cari kemasan plastik yang mencantumkan label BPA-free.
(Baca juga: Luapan Emosi Isyana di Single Terbaru Unlock the Key )
Agar masyarakat lebih menyadari hal tersebut, maka perlu dilakukan kampanye yang menyeluruh. Menariknya, permasalahan ini sudah menjadi perhatian Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia , Arist Merdeka Sirait dalam tiga tahun terakhir. Dia sudah mengingatkan kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu agar berhati-hati dalam memilih produk atau produk makanan dan minuman dengan kemasan plastik, seperti di antaranya botol minuman, tempat makanan, ataupun minuman utamanya yang dikemas dalam kemasan galon isi ulang.
"Persoalan plastik ini sebenarnya menjadi konsentrasi Komnas Perlindungan Anak sejak tiga tahun silam. Dampaknya memang bukan hanya kesehatan, tapi menghambat pertumbuhan anak secara mental, dan intelektual," papar Arist melalui pernyataan tertulisnya, Rabu (11/11).
Merasa khawatir, Arist pun sempat mengingatkan kepada Badan POM untuk mengawasi produk yang dikemas dengan kemasan plastik. Pasalnya, bahan pembuat plastik polikarbonat (kode no 7) adalah senyawa Bisphenol A yang lebih dikenal dengan sebutan BPA. BPA inilah salah satunya yang mengandung racun berbahaya bagi anak-anak, terutama pada kemasan galon air isi ulang.
Hal senada diungkapkan anggota DPR RI Komisis IX, Arzeti Bilbina Huzaimi S.E, dari Fraksi PKB. Menurutnya, kemungkinan paparan zat kimia dari BPA tersebut bisa melalui botol-botol plastik yang dibawa anak-anak sekolah, juga dari air minum galon isi ulang yang ada di sekolah.
"Sebetulnya ini kita harus aware. Pemerintah yang terlibat di dalam tupoksi untuk bicara mengenai bahan, yang dipakai untuk penunjang. Apa yang ingin kita lakukan adalah proses menjadi lebih baik. Jadi jangan sampai apa yang kita ingin lakukan membuat produk menjadi baik saja. Tapi jadikanlah produk itu menjadi sehat," papar Arzeti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa BPA baik dalam bentuk aktif maupun inaktif mampu menembus plasenta. BPA bebas yang telah menembus plasenta dan mencapai fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya. Sedangkan bila senyawa yang menembus plasenta adalah bentuk inaktifnya maka senyawa tersebut dapat diubah kembali menjadi BPA bentuk aktif.
Hasil penelitian di atas menunjukkan fetus mempunyai kemungkinan tertinggi terpapar BPA melalui plasenta. Di dalam rahim, paparan estrogen pada waktu yang tidak tepat dalam kadar yang melebihi atau kurang dari normal dapat menyebabkan efek merugikan terhadap perkembangan berbagai organ dan sistem, termasuk sistem reproduksi, perkembangan otak, kelenjar susu dan sistem imun. Jika rute paparannya melalui pangan atau minuman yang tertelan, maka bayi mempunyai kemungkinan untuk terpapar BPA dari pada kelompok umur lainnya.
"Jadi Komnas Perlindungan anak merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan kemasan yang mengandung BPA. Dari temuan-temuan yang dilakukan inilah, yang harus diserukan Komnas Perlindungan Anak. BPOM juga tidak bisa berbuat banyak kalau masyarakat tidak diberi tahu," ungkap Arist.
Demi mencegah bahaya terpapar BPA, Kementerian Kesehatan dalam akun Facebook-nya memberikan tips agar aman dalam memilih air minum kemasan galon yang tidak mengandung BPA. Salah satunya adalah hindari kemasan minum yang kode daur ulangnya 3 atau 7, terutama botol minum untuk anak-anak.
(Baca juga: Kafein Meningkatkan Kemampuan Fokus, tapi Tak Merangsang Kreativitas )
Sedangkan kemasan minum yang aman untuk digunakan, baik sekali pakai maupun berulang kali adalah yang memiliki kode daur ulang bernomor 2,4 yang terbuat dari polyethylene dan kode daur ulang 5 terbuat dari polypropylene atau pilih kode daur ulang nomor 1 yang terbuat dari PET. Selain itu, cari kemasan plastik yang mencantumkan label BPA-free.
(nug)