Pandemi Picu Rumah Sakit Beradaptasi dengan Penanganan Kegawatdaruratan

Sabtu, 10 April 2021 - 01:39 WIB
loading...
Pandemi Picu Rumah Sakit Beradaptasi dengan Penanganan Kegawatdaruratan
Para pelaku di sektor kesehatan juga berpacu dengan perkembangan teknologi, termasuk digitalisasi dan di saat yang sama, berjibaku dengan isu keamananan. / Foto: ilustrasi/ist
A A A
JAKARTA - Setahun pandemi Covid-19 , tenaga medis, organisasi profesi dan kesehatan lainnya memasuki zona bertumbuh, setelah sebelumnya melewati zona ketakutan dan belajar. Para pelaku di sektor kesehatan juga berpacu dengan perkembangan teknologi, termasuk digitalisasi dan di saat yang sama, berjibaku dengan isu keamananan.

Baca juga: Comeback, Maria Simorangkir Perkenalkan Single Is This Love

Demikian terungkap dalam Workshop Persiapan Kegawatdaruratan Sistem Kesehatan untuk Persiapan Bencana (Disaster Preparedness) Biologis dan Non Biologis yang diselenggarakan dalam rangkaian Indonesia Digital Medic Summit (IDMS) 2021, belum lama ini.

IDMS 2021 diselenggarakan Pusat Digital dan Informasi PERSI (PDPERSI) bekerja sama dengan Komunitas Digital Medis dan Rumah Sakit Indonesia (KITRAS) bergandengan dengan perhimpunan dan asosiasi kesehatan di Indonesia secara virtual. Berbagai tema terkait digitalisasi di bidang kesehatan dikupas pada 15-31 Maret 2021, mempertemukan kalangan perumahsakitan dengan ekosistem digital dalam bentuk seminar dan pelatihan, baik berbayar maupun tidak berbayar.

"Awal-awalnya kita gagap, tapi seluruh dunia juga kini telah memasuki tahap konsolidasi. Sangat penting untuk berkomunikasi agar semua pihak tidak berjalan sendiri-sendiri. Terlebih, kondisi Indonesia belum bisa dievaluasi karena tracing rate juga belum sesuai dengan standar WHO sehingga kita masih harus sangat waspada," ujar Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) yang juga dokter anastesi di RSUD Chatib Quzwaun Sarolangun Jambi, Dr Nirwan Satria Sp.An, yang membawakan materi berjudul Konsolidasi Lintas Organisasi Profesi dalam Menghadapi Pandemi Covid-19, melalui siaran persnya, Jumat (9/4).

Nirwan menekankan konsolidasi ini sangat perlu dilakukan 23 organisasi profesi tenaga kesehatan berdasarkan PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan dan 33 organisasi profesi yang tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Kesehatan Indonesia (FOPKI).

"Terima kasih kepada Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang bisa membantu komunikasi dengan berbagai organisasi profesi dalam acara ini. Jangan sampai ada gesekan yang tidak penting, masing-masing organisasi harus punya visi yang sama. Meski sumber daya berbeda, tapi punya potensi untuk bersama-sama menjadi kekuatan dibawah komanda Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," papar Nirwan.

Sementara, Ketua Cabang PDEI Jawa Tengah yang juga Dokter Bedah di RSUP Surakarta, Dr Arif Budi Satria Sp.B dalam materinya yang berjudul RS Lapangan, Transportasi Pasien Airbone Diseases, BTCLS untuk Pasien Covid-19 memaparkan pengalamannya saat terlibat dalam pembangunan dan pengoperasian RS Lapangan Solo di Benteng Vastenburg.

"RS lapangan itu didirikan modular, sehingga cepat didirikan. Di Solo diputuskan untuk mendirikan RS lapangan karena saat itu rumah-rumah sakit sudah penuh. Solo pun selalu merah, sesekali saja oranye dan hingga kini masih beroperasi. RS lapangan ini juga baik bagi penanganan pasien karena sirkulasi udara dan temperaturnya," tutur Arif.

RS lapangan tersebut, kata Arif, berfokus menangani pasien ringan dan sedang dan dikawal TNI, BNPB serta dokter dari RSUD Dr. Moewardi serta rumah-rumah sakit lainnya di Solo. Pasien yang kondisinya berat, dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Baca juga: Fashionable, Istri Menteri Perdagangan, Bianca Adinegoro Borong Kain Tenun Tradisional

"Mantranya adalah interkolaborasi antar profesi, seperti keputusan membuka ruang perawatan di asrama haji di Solo. Saat itu kami rapat antar organisasi, adaptasi dilakukan bersama, juga dilakukan delegasi agar dokter tidak kelelahan semua. Kita harus ingat, dokter yang wafat juga sudah banyak, mereka sekolah minimal 10 tahun dan dokter koas juga saat ini juga terhambat sekolahnya," tukas Arif.
(nug)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1525 seconds (0.1#10.140)