Film Pulau Plastik Soroti Banyaknya Sampah Plastik di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Film Pulau Plastik telah tayang di bioskop sejak 22 April 2021. Ini merupakan film dokumenter kolaborasi Visinema Pictures dengan Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc yang menghadirkan fakta polusi plastik sekali pakai di Indonesia.
Film karya sutradara Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini menggabungkan jurnalisme investigasi dan budaya populer. Dengan pendekatan baru, film ini menyoroti tentang persoalan polusi sampah plastik yang masih menjadi tugas besar Indonesia.
"Pulau Plastik bukan hanya kolaborasi produser, film maker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan, dan seni menyoroti keprihatinan sampah plastik," kata Dandhy saat jumpa pers di Plaza Senayan, Jakarta Kamis (29/4).
Menurutnya, kolaborasi berbagai pihak sangat penting ketika banyak masyarakat belum sadar akan darurat sampah di Indonesia. Pasalnya, sebagai negara dengan potensi sumber kekayaan laut yang sangat melimpah, Indonesia justru menjadi negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China.
Sampah plastik tersebut didominasi oleh plastik yang sulit terurai, seperti sedotan plastik yang jumlahnya bisa mencapai 93 juta setiap harinya. Banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, menjadi penyebab utama terkontaminasinya lautan yang ada di Indonesia.
Ini karena sampah terpecah menjadi mikroplastik, yang kemudian termakan dan masuk ke dalam tubuh biota laut. Tanpa disadari, sampah tersebut berakhir di hidangan piring masyarakat.
"Eksploitasi mineral secara brutal dan konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan jalan pintas menuju kehancuran planet bumi, jika kita tidak melakukan sesuatu, sekarang," jelas Dandhy.
Sementara itu, film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi, dan ahli biologi serta penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi. Keduanya tergerak oleh masalah yang sama yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.
Film karya sutradara Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini menggabungkan jurnalisme investigasi dan budaya populer. Dengan pendekatan baru, film ini menyoroti tentang persoalan polusi sampah plastik yang masih menjadi tugas besar Indonesia.
"Pulau Plastik bukan hanya kolaborasi produser, film maker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan, dan seni menyoroti keprihatinan sampah plastik," kata Dandhy saat jumpa pers di Plaza Senayan, Jakarta Kamis (29/4).
Menurutnya, kolaborasi berbagai pihak sangat penting ketika banyak masyarakat belum sadar akan darurat sampah di Indonesia. Pasalnya, sebagai negara dengan potensi sumber kekayaan laut yang sangat melimpah, Indonesia justru menjadi negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China.
Sampah plastik tersebut didominasi oleh plastik yang sulit terurai, seperti sedotan plastik yang jumlahnya bisa mencapai 93 juta setiap harinya. Banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, menjadi penyebab utama terkontaminasinya lautan yang ada di Indonesia.
Ini karena sampah terpecah menjadi mikroplastik, yang kemudian termakan dan masuk ke dalam tubuh biota laut. Tanpa disadari, sampah tersebut berakhir di hidangan piring masyarakat.
"Eksploitasi mineral secara brutal dan konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan jalan pintas menuju kehancuran planet bumi, jika kita tidak melakukan sesuatu, sekarang," jelas Dandhy.
Sementara itu, film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi, dan ahli biologi serta penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi. Keduanya tergerak oleh masalah yang sama yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.