Selalu Ditunggu Saat Lebaran, Ini Sejarah THR di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - THR (Tunjangan Hari Raya) menjadi salah satu hal yang paling ditungu-tunggu saat Lebaran . THR pun sudah menjadi salah satu tradisi masyarakat Indonesia selain mudik .
Selain itu para karyawan pun mendapatkan THR, setelah mereka satu tahun bekerja, atau disesuaikan dengan masa kerjanya. Ini merupakan kewajiban setiap perusahaan, memberikan THR.
Lalu bagaimana awal mula dan sejarah THR berasal?
Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa THR pertama kali diadakan pada era Kabinet Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi sekitar tahun 1950-an.
Saat itu THR diberikan sebagai salah satu bentuk program pemerintah, guna meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara yang dulunya dikenal dengan sebutan pamong pradja.
Menurut Saiful Hakam, peneliti muda LIPI, kabinet Soekiman membayarkan tunjangan kepada pegawai di akhir Ramadhan sebesar Rp125 (sekarang setara dengan Rp1,1 juta) hingga Rp200 (sekarang setara dengan Rp1,75 juta).
"Bukan hanya itu, mula-mula kabinet ini juga memberikan tunjangan beras setiap bulannya," kata Hakam dikutip MNC Portal darisitus resmi LIPI, Sabtu (8/5).
Saat itu pemberian THR ini pun sempat menuai pro dan kontra. Mengingat kala itu THR hanya diberikan kepada para PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sementara kaum buruh tidak mendapatkan tunjangan tersebut.
Kemudian mereka sepakat untuk mogok kerja pada 13 Februari 1952. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes mereka agar pemerintah juga memberikan tunjangan mereka.
Namun sayang, perjuangan mereka langsung dibungkam oleh tentara yang diturunkan pemerintah. Hakam mengungkapkan bahwa pada saat itu sebagian besar pamong pradja terdiri dari priayi, menak, kaum ningrat yang kebanyakan berafiliasi ke Partani Nasional Indonesia (PNI).
Untuk mengambil hati pegawai, Soekiman lalu memutuskan untuk memberikan tunjangan di akhir bulan puasa dengan harapan mereka akan mendukung kabinet yang dipimpinnya.
"Nah, sejak itulah THR jadi anggaran rutin di pemerintahan bahkan sekarang kalau ada perusahaan yang mangkir tak bayar THR karyawannya bisa kena tegur pemerintah, bahkan kena penalti," tukas Hakam.
Hingga seiring berjalannya waktu, pemberian THR pun akhirnya dapat merata atau tak hanya PNS saja yang mendapatkannya.
Selain itu di luar pekerja, bentuk THR tak melulu soal uang. Ada yang menggantinya dengan makanan, bahan-bahan pokok, hingga barang-barang lainnya yang masa kini disebut sebagai hampers .
Selain itu para karyawan pun mendapatkan THR, setelah mereka satu tahun bekerja, atau disesuaikan dengan masa kerjanya. Ini merupakan kewajiban setiap perusahaan, memberikan THR.
Lalu bagaimana awal mula dan sejarah THR berasal?
Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa THR pertama kali diadakan pada era Kabinet Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi sekitar tahun 1950-an.
Saat itu THR diberikan sebagai salah satu bentuk program pemerintah, guna meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara yang dulunya dikenal dengan sebutan pamong pradja.
Menurut Saiful Hakam, peneliti muda LIPI, kabinet Soekiman membayarkan tunjangan kepada pegawai di akhir Ramadhan sebesar Rp125 (sekarang setara dengan Rp1,1 juta) hingga Rp200 (sekarang setara dengan Rp1,75 juta).
"Bukan hanya itu, mula-mula kabinet ini juga memberikan tunjangan beras setiap bulannya," kata Hakam dikutip MNC Portal darisitus resmi LIPI, Sabtu (8/5).
Saat itu pemberian THR ini pun sempat menuai pro dan kontra. Mengingat kala itu THR hanya diberikan kepada para PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sementara kaum buruh tidak mendapatkan tunjangan tersebut.
Kemudian mereka sepakat untuk mogok kerja pada 13 Februari 1952. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes mereka agar pemerintah juga memberikan tunjangan mereka.
Namun sayang, perjuangan mereka langsung dibungkam oleh tentara yang diturunkan pemerintah. Hakam mengungkapkan bahwa pada saat itu sebagian besar pamong pradja terdiri dari priayi, menak, kaum ningrat yang kebanyakan berafiliasi ke Partani Nasional Indonesia (PNI).
Untuk mengambil hati pegawai, Soekiman lalu memutuskan untuk memberikan tunjangan di akhir bulan puasa dengan harapan mereka akan mendukung kabinet yang dipimpinnya.
"Nah, sejak itulah THR jadi anggaran rutin di pemerintahan bahkan sekarang kalau ada perusahaan yang mangkir tak bayar THR karyawannya bisa kena tegur pemerintah, bahkan kena penalti," tukas Hakam.
Hingga seiring berjalannya waktu, pemberian THR pun akhirnya dapat merata atau tak hanya PNS saja yang mendapatkannya.
Selain itu di luar pekerja, bentuk THR tak melulu soal uang. Ada yang menggantinya dengan makanan, bahan-bahan pokok, hingga barang-barang lainnya yang masa kini disebut sebagai hampers .
(dra)