Hari Kesehatan Mental Sedunia, 1 dari 5 Orang Indonesia Alami Gangguan Mental
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati setiap 10 Oktober. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebanyak satu dari lima orang di Indonesia mengalami gangguan mental .
Masalah kesehatan mental pun semakin meningkat di masa pandemi Covid-19 . Terlebih di masa sulit ini, gejala seperti kecemasan, rasa takut berlebih, dan perasaan kesepian jadi hal yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe menerangkan bahwa prevalensi orang dengan gangguan mental di Indonesia cukup tinggi.
"Untuk saat ini, Indonesia memiliki angka prevalensi orang dengan gangguan mental sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan mental," kata Celestinus dikutip dari Sehat Negeriku Kemenkes, Senin (11/10/2021).
"Ini masalah yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta jiwa secara keseluruhan mengalami masalah kesehatan mental," tambahnya.
Masalah tersebut semakin pelik dengan fakta di lapangan mengungkapkan bahwa belum semua provinsi di Indonesia memiliki rumah sakit jiwa (RSJ). Ini berakibat pada ketidakmerataan layanan kesehatan mental bagi masyarakat.
"Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan mental juga masih sangat kurang, karena sampai saat ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan mental hanya 1.053 orang," ungkap Celestinus.
Artinya, satu psikiater harus melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurut Celestinus, ini sangat tidak ideal dan menjadi beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan mental di Indonesia.
Belum lagi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat mengenai masalah gangguan mental. Hal ini pun disadari penuh Kementerian Kesehatan.
"Kami sadari bahwa sampai hari ini kami masih mengupayakan edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada mereka," jelas Celestinus.
Masalah kesehatan mental pun semakin meningkat di masa pandemi Covid-19 . Terlebih di masa sulit ini, gejala seperti kecemasan, rasa takut berlebih, dan perasaan kesepian jadi hal yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe menerangkan bahwa prevalensi orang dengan gangguan mental di Indonesia cukup tinggi.
"Untuk saat ini, Indonesia memiliki angka prevalensi orang dengan gangguan mental sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan mental," kata Celestinus dikutip dari Sehat Negeriku Kemenkes, Senin (11/10/2021).
"Ini masalah yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta jiwa secara keseluruhan mengalami masalah kesehatan mental," tambahnya.
Masalah tersebut semakin pelik dengan fakta di lapangan mengungkapkan bahwa belum semua provinsi di Indonesia memiliki rumah sakit jiwa (RSJ). Ini berakibat pada ketidakmerataan layanan kesehatan mental bagi masyarakat.
"Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan mental juga masih sangat kurang, karena sampai saat ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan mental hanya 1.053 orang," ungkap Celestinus.
Artinya, satu psikiater harus melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurut Celestinus, ini sangat tidak ideal dan menjadi beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan mental di Indonesia.
Belum lagi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat mengenai masalah gangguan mental. Hal ini pun disadari penuh Kementerian Kesehatan.
"Kami sadari bahwa sampai hari ini kami masih mengupayakan edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada mereka," jelas Celestinus.
(dra)