Evolusi Perilaku Manusia Diperlukan untuk Atasi Masalah Sampah Plastik di Indonesia
loading...
A
A
A
Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si menerangkan, perilaku masyarakat terhadap sampah dapat dipahami melalui pendekatan materialisme budaya dari Marvin Harris. Pendekatan ini memandang bahwa kebudayaan merupakan produk hubungan antara benda-benda, di mana manusia menciptakan kebudayaan tertentu karena dianggap sesuai dengan lingkungan alam sekitar.
Dalam prosesnya, tiap kelompok masyarakat memiliki siasat untuk menghadapi berbagai tekanan geografis dan ancaman lingkungan sebagai bentuk strategi adaptasi.
“Berdasarkan pendekatan ini, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu infrastruktur, suprastruktur dan struktur. Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan dengan industri," kata Dr. Yosefina.
Dalam komponen infrastruktur, industri harus menggunakan teknologi yang mendukung kelestarian ekologi dan populasi manusia. Sementara suprastruktur mencakup beragam ide, gagasan atau cara pandang ketika manusia harus hidup berdampingan dengan sampah sebagai konsekuensi dari industri.
"Untuk menciptakan perilaku bijak sampah, diperlukan pula dukungan dari struktur, yaitu organisasi yang ada dalam struktur masyarakat untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari," ujar Dr. Yosefina.
Sementara dari sisi sosiologi, penanaman kesadaran kolektif untuk bijak sampah plastik dapat dilakukan melalui banyak pendekatan. Namun, semua harus diawali dengan membangun kultur bijak sampah plastik, yaitu kesadaran individual untuk mengubah persepsi mengenai sampah plastik, serta peranan mereka dalam mengatasi permasalahan tersebut.
“Masyarakat harus terlebih daulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup," pungkas Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si, Sosiolog dan Pengajar Fisipol Universitas Gadjah Mada.
Dalam prosesnya, tiap kelompok masyarakat memiliki siasat untuk menghadapi berbagai tekanan geografis dan ancaman lingkungan sebagai bentuk strategi adaptasi.
“Berdasarkan pendekatan ini, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu infrastruktur, suprastruktur dan struktur. Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan dengan industri," kata Dr. Yosefina.
Dalam komponen infrastruktur, industri harus menggunakan teknologi yang mendukung kelestarian ekologi dan populasi manusia. Sementara suprastruktur mencakup beragam ide, gagasan atau cara pandang ketika manusia harus hidup berdampingan dengan sampah sebagai konsekuensi dari industri.
"Untuk menciptakan perilaku bijak sampah, diperlukan pula dukungan dari struktur, yaitu organisasi yang ada dalam struktur masyarakat untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari," ujar Dr. Yosefina.
Sementara dari sisi sosiologi, penanaman kesadaran kolektif untuk bijak sampah plastik dapat dilakukan melalui banyak pendekatan. Namun, semua harus diawali dengan membangun kultur bijak sampah plastik, yaitu kesadaran individual untuk mengubah persepsi mengenai sampah plastik, serta peranan mereka dalam mengatasi permasalahan tersebut.
“Masyarakat harus terlebih daulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup," pungkas Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si, Sosiolog dan Pengajar Fisipol Universitas Gadjah Mada.
(tsa)