Dua Pasang Hati

Kamis, 30 Juli 2015 - 08:15 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
“Lah, elo.. mulut kok dipites. Mulut jangan dipites, mulut itu gunanya makan, kalo nggak buat ciuman…” sahut Echa tertawa-tawa.

“Ye, gila. Dasar lo.. nggak bisa nahan dosa di restoran,” sindir Lara balik sambil tertawa juga. “Eh, tapi berarti… penantian panjang lo selama sembilan tahun, berhasil dong. Dia udah mulai ngerespon perasaan lo, walopun dia kaku gitu dan nggak pake ngemeng, tapi dari gestur badannya ketahuan sih.” Echa mencoba menelaah. Lara hanya tersipu-sipu malu, dan bungkam setelahnya.

Lara tersenyum kecil mengingat kenangan indahnya dengan Keenan beberapa waktu lalu. Rasanya nggak percaya aja, si dingin itu bisa-bisanya menggandeng tangannya seolah mereka pacaran. Tapi ngomongngomong, cewek yang mencium Keenan itu siapa dong? Dan, Keenan juga nggak pernah konfirmasi mengenai hal itu. Anehnya, Lara malah cuek dan tak peduli dengan hal itu, hati kecilnya seakan ingin percaya tidak ada hubungan apa-apa antara Keenan dan wanita itu. “Ra, mau pake mobil yang mana?

” Tiba-tiba suara Gavin mengejutkan Lara yang sedang duduk termangu di ruangannya. “Mobil X-trail aja deh, Vin. Soalnya, mobil kantor yang satu lagi di servis katanya,” ujar Lara dengan tampang bingung. “Ok.” Tadinya cowok itu bergegas meninggalkan Lara di ruangan, namun tiba-tiba ia berbalik badan lagi, “Ra.. ntar malem mau pulang bareng gue?” tawar cowok itu. Terang saja, Lara sempat terkejut dengan tawaran Gavin yang mengajaknya pulang bareng.

Bukannya nggak mau keluar bensin banyak, tapi belakangan area rumah Lara sudah mulai tidak aman, dengardengar ada satu gadis yang menjadi korban pencopetan oleh oknum yang tak dikenalnya. “Boleh…” jawab Lara ragu-ragu. Cowok itu berdiri mendekati Lara, “Nggak usah sungkan, Ra. Kita kan temen.” Ia tersenyum setelahnya. Dan setelah berkata begitu, keduanya meluncur ke lokasi pembangunan bersama timnya.

Dua rekan mereka, sejak tadi mengamati gerakgerik Gavin yang sepertinya memberi perhatian lebih dari teman pada Lara. Lihat saja, perhatian kecil yang diberikan oleh cowok itu, saat Lara bersin-bersin. Ia mengecilkan temperatur pendingin mobilnya agar gadis itu merasa lebih hangat. Belum lagi, cowok itu menyodorkan sebuah selimut hangat yang selalu dibawanya kemana-mana. “Pake ini, Ra. Biar lo nggak terlalu kedinginan,” kata Gavin.

Sejurus kemudian, Gavin mengambil sehelai rambut Lara, memerhatikannya baik-baik. “Lo nggak ngeringin rambut tadi pagi?” tanya cowok itu dengan alis mengernyit, dan raut wajah khawatir. Dua rekan yang duduk di belakang mereka, sudah bersorak kegirangan. “Eh.. iya, Vin. Tadi pagi gue telat bangun, daripada telat gue langsung jalan. Nggak sempet ngeringin,” aku cewek itu jujur. “Ckckck… kalo gitu terus, bisabisa lo flu…”

Cowok itu mengacak rambut Lara, membuat gadis itu menyunggingkan senyum tersipu. Dodo yang sejak tadi bungkam bersama Silvia, dengan sengaja berdeham, menyadarkan dua pasangan di depan mereka yang canggung mendadak. “Embat aja toh, Vin. Kalo emang suka…” Dodo sengaja mengompori Gavin. “Iya, Mbak… tancap aja!” timpal Silvia gemas.

Kontan keduanya semakin malu, ketika Dodo dan Silvia kompak menggoda keduanya. “ ‘because maturity isn’t something that we can judge from ages…’ “ sindir Dodo masih saja menertawai rekannya. “Dodo berisik!” Baru setelah diomeli Silvia, cowok itu menghentikan ketawanya yang unik. Silvia sengaja memasang tampang galak melotot pada Dodo, cowok berambut keriting itu sampai mengaduh-aduh karenanya.

“Udah.. jangan pada berantem gitu juga. Gue cuma nggak mau bu Boss samping kita ini sakit, nggak lebih dari itu.” “Hmm… yakin cuma itu aja, Vin?” Dodo semakin meningkatkan taraf keingintahuannya. Dia hanya tersenyum pada Dodo, memberi jawaban tak pasti. Dodo menepuk pundak Gavin, “Vin, hari gini udah ndak jaman Sebastian.” Alis Gavin bertaut keheranan, “Sebastian siapa lagi tuh?” gumamnya polos. Lara dan Silvia kompak tersenyum menanggapi keluguan rekan baru mereka. “Haduh… makanya toh, Cah Bagus..

Ojo mbok mandek tok, neng luar negeri. Kudu ngerti bahasa gaul cah Jakarta, biar ndak kelihatan katrok, ngono lho,” decak Dodo berkomentar. “Injih, Mas Dodo.. Emangnya artinya that Sebastian thing itu apa?” (bersambung)

VANIA M. BERNADETTE
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2415 seconds (0.1#10.140)