Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 4

Kamis, 23 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 4
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Habislah riwayat hidup Bu Swi Liang, putera Lu-san Lojin Bu Si Kang yang gagah perkasa itu. Memang patut disayangkan karena sebenarnya dahulu Bu Swi Liang adalah seorang pemuda yang baik dan gagah perkasa, yang dididik oleh ayahnya sejak kecil agar menjadi seorang pendekar yang selalu membela kebenaran dan keadilan.

Memang, keadaan sekeliling amat mempengaruhi jalan hidup seseorang. Hal ini tidaklah berarti bahwa sekeliling yang bersalah sehingga menyeret seseorang ke jalan sesat seperti halnya Bu Swi Liang.

Sebetulnya, yang bersalah adalah dirinya sendiri! Orang yang mengenal diri sendiri akan selalu dalam keadaah waspada dan sadar sehingga berada di dalam lingkungan apa pun juga dia akan selalu mengamati tingkah laku sendiri lahir batin setiap saat, tak mungkin terseret atau ternoda, seperti emas murni atau bunga teratai, biar berada di lumpur akan tetapi tetap bersih!

Sebaliknya, orang yang tidak mau mengamati dirinya sendiri setiap saat, akan mudah lupa karena "akunya" menonjol dan Si Aku ini memang selalu ingin menang sendiri, ingin enak dan senang sendiri, sehingga untuk memenuhi segala keinginannya itu, diri terseret dan mudah terjeblos ke dalam jurang penuh dengan ular-ular berbisa bernama iri, dendam, benci, sombong, duka, dan lain-lain yang kesemuanya berakhir dengan kesengsaraan.

Pasukan yang kuat dipimpin seorang perwira tinggi membawa perintah penangkapan dari Kaisar sendiri, tiba di Bu-tong-san. Namun mereka terlambat. The Kwat Lin, Ketua Bu-tong-pai yang baru dan hendak ditangkap itu, telah melarikan diri bersama anak buah yang setia kepadanya.

Hal ini tidaklah mengherankan. Sebelum Swi Liang membuka rahasia pemberontakannya, The Kwat Lin telah lebih dulu mendengar bahwa muridnya telah gagal dan ditangkap. Dia merasa kecewa sekali, akan tetapi dia juga maklum akan bahaya yang mengancam dirinya. Kalau sampai pasukan pemerintati menyerang Bu-tong-pai, tentu saja dia tidak mungkin dapat melawan pasukan yang besar itu.

Maka diam-diam dia lalu lolos dari Bu-tong-san, bersama anak buahnya yang setia dia lalu melarikan diri ke Rawa Bangkai yang menjadi markas ke dua dari komplotan ini. Se-perti diketahui, Kiam-mo Cai-li Liok yang menjadi datuk kaum sesat itu telah ditaklukkannya dan telah menjadi sekutunya, dan tempat tinggal datuk wanita ini, Rawa Bangkai, di kaki

Pegunungan Luliang-san, menjadi markas ke dua. Ketika menghadapi bahaya penangkapan dari kota raja, tentu saja Kwat Lin lalu melarikan diri ke tempat yang merupakan daerah berbahaya dan rahasia itu. Pelarian dari Bu-tong-pai ini di terima dengan baik oleh Kiam-mo Cai-li Liok Si yang memperoleh kesempatan menonjolkan jasanya. Segera Rawa Bangkai dijaga dengan kuat sekali dan Liok Si menghibur The Kwat Lin atas kegagalan muridnya.

"Aku hanya merasa kecewa sekali mengenangkan murid-muridku," kata The Kwat Lin dengan suara gemas "Swi Nio telah mengkhianatiku, lari dengan seorang mata-mata musuh entah dari mana dan pengharapanku tadinya tinggal kepada Swi Liang. Dia sampai terbuka rahasianya dan tertangkap, hal itu katakanlah sebagai suatu kegagalan yang menyedihkan.

Akan tetapi mengapa dia membocorkan rahasia Pangeran Tang Sin Ong sehingga Pangeran itu pun dihukum mati. Dengan matinya Pangeran Tang habislah harapan kita!" The Kwat Lin menghela napas panjang dan mengepal tinjunya dengan hati gemas.

"Aihhh, seorang yang memiliki ilmu kepandaian seperti Pangcu, mengapa mudah sekali putus asa?" Liok Si mencela.

"Hem, Cai-li, jangan kau menyebutku Pangcu lagi. Aku bukan lagi Ketua Bu-tong-pai setelah kini menjadi pelarian pemerintah. Dan aku tidak membutuhkan perkumpulan itu. Siapa yang tidak akan putus asa? Cita-cita kita kandas setengah jalan. Betapapun tinggi kepandaian kita, menghadapi pasukan pemerintah yang puluhan laksa banyaknya, kita dapat berbuat apakah?"

Kiam-mo Cai-li tersenyum. Dia maklum bahwa wanita yang amat lihai ini memiliki cita-cita yang besar sekali "The-pangcu... eh, Lihiap, seorang dengan kepandaian seperti engkau tentu dapat mencari kedudukah dengan mudah sekali."

"Hemm, mana mungkin? Pemerintah telah menganggapku sebagai pemberontak dan aku akan selalu menjadi pelarian dan buruan pemerintah. Pula, aku adalah seorang bekas ratu, oleh karena itu, cita-citaku hanya satu, ialah aku akan berusaha sekuat tenaga agar puteraku memperoleh kedudukan yang sepadan dengan darah keturunannya."

Kiam-mo Cai-li mengangguk-angguk. "Memang sepatutnya... sepatutnya..., dan aku bersedia membantumu asal kelak kau tidak akan melupakan bantuanku." (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0326 seconds (0.1#10.140)