Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 17 Bagian 5

Rabu, 05 April 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Setelah itu orang ke lima merayap naik melalui tubuh empat orang saudaranya, terus berdiri di atas pundak orang yang berada paling atas, disusul oleh orang ke enam yang berdiri di atas pundak orang ke lima dan demikian seterusnya sampai ada tujuh belas orang berdiri susun menyusun amat tingginya, namun sedikit pun tidak bergoyang dan orang yang berada paling bawah kelihatan tidak bergeming, seolah-olah beban enam belas orang banyaknya itu tidak terasa amat berat baginya!

Kemudian atas aba-aba Song Kiat yang berada paling atas, kaki masing-masing yang tadinya menginjak pundak orang di bawahnya itu merosot ke belakang pundak dan kedua betisnya ditangkap oleh kedua tangan orang bawah, dan pada saat itu, susunan orang itu mendoyong ke depan dan terus mendoyong dengan cepatnya seperti akan runtuh ke dalam jurang.

Orang ke delapan belas yang tidak ikut naik tadi, kini membantu orang paling bawah, memasang kuda-kuda dan memegangi kedua kaki orang terbawah yang sudah mengait pada tonjolan batu tadi.

Melihat ini, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok merasa cemas sekali. Mereka mulai mengerti bagaimana cara mereka itu membentuk sebuah jembatan manusia, akan tetapi cara itu sungguh amat berbahaya, selain membutuhkan ginkang dan sinkang yang kuat, ketangkasan yang terlatih, juga membutuhkan nyali yang amat besar karena sekali saja meleset atau sedikit saja salah perhitungan, bisa mengakibatkan tewasnya delapan belas orang itu terjerumus ke dalam jurang! Kini susunan orang itu telah melintang dan orang teratas telah berhasil mencapai seberang dan menyambar akar pohon yang amat kuat, yang berdiri di seberang. Maka jadilah "jembatan" istimewa itu! Sungguh merupakan demonstrasi ketangkasan yang luar biasa dan berbahaya bukan main!

Sejenak Liu Bwee dan Ouw Sian Kok tercengang, penuh keheranan dan kagum. Baru mereka sadar ketika terdengar suara orang yang memegangi kaki orang terbawah tadi, Taihiap dan Li-hiap, silakan menyeberang lebih dulu agar dapat melindungi kami di seberang sana!"

Kata-kata ini menyadarkan kedua orang itu dan ketika Liu Bwee memandang kepada Ouw Sian Kok, putera Ketua Pulau Neraka ini menggangguk. Dengan tombak rampasan di tangannya, Ouw Sian Kok tanpa ragu-ragu lagi lalu melangkah dan "Menyeberang" melalui jembatan manusia yang sambung menyambung dan menelungkup itu sambil mengerahkan ginkangnya.

Dia melangkah dengan cekatan dan ringan sekali sehingga tak lama kemudian Ouw Sian Kok telah tiba di seberang sana, lalu melambaikan tangannya kepada Liu Bwee yang memandang dengan kagum. Setelah melihat betapa Ouw Sian Kok menyeberang Liu Bwee lalu mencontoh perbuatan temannya itu.

Dengan pedang rampasan di tangan kanan, dengan hati-hati sambil mengerahkan ginkangnya, Liu Bwee mulai menyeberangi "jembatan" istimewa itu dan melangkah sambil mengatur keseimbangan tubuhnya. Betapapun lihainya, Liu Bwee tidak berani menengok ke bawah karena dia merasa ngeri juga!

Akhirnya dia berhasil mencapai tepi seberang dan meloncat ke bawah pohon dekat Ouw Sian Kok sambil berkata, "Mereka benar-benar merupakan pendekar-pendekar yang mengagumkan."

Ouw Sian Kok mengangguk dan merasa girang bahwa dia dan Liu Bwee telah mengambil keputusan untuk membantu delapan belas orang gagah ini. Setelah dua orang itu menyeberang dengan selamat, orang ke delapan belas yang berada paling belakang, lalu mengeluarkan suara teriakan sebagai isyarat kepada saudara-saudaranya, kemudian orang terakhir juga memegangi kedua betis orang ke tujuh belas dan melompat ke bawah jurang!

Liu Bwee hampir menjerit karena ngerinya menyaksikan betapa jembatan manusia itu seolah-olah putus di ujung sana dan kalau tadi ketika membentuk jembatan mereka saling berdiri di pundak orang di bawahnya, kini mereka saling bergantungan pada kaki orang yang berada di atasnya. Yang mengerikan adalah ketika susunan orang yang delapan belas banyaknya ini meluncur ke bawah dari ujung sana dan agaknya akan terbanting hancur pada dinding karang di seberang sini.

Namun, dengan cekatan dan terlatih, masing-masing kini hanya merangkul kedua kaki teman di atas dengan sebuah lengan saja sedangkan tangan yang bebas dipergunakan untuk mendorong ke depan, ke arah dinding karang ketika tubuh mereka terayun dekat dinding. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0426 seconds (0.1#10.140)