Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 13
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Yang paling menimbulkan sesal dalam hati Sin Liong adalah kenyataan bahwa penolakannya terhadap cinta kasih gadis-gadis itu tentu akan mendatangkan kekecewaan kepada mereka, namun dia pun yakin bahwa kekecewaan itu pun hanya akan sementara saja sifatnya. Kalau mereka, termasuk Swat Hong, sudah tertarik kepada seorang laki-laki lain, kekecewaan itu pun akan lenyap tanpa bekas lagi.
Cuaca tidak segelap tadi, tanda bahwa agaknya malam telah terganti pagi. Untuk melanjutkan siasatnya, Sin Liong lalu merebahkan diri di bawah obor yang telah padam rebah di antara bangkai-bangkai lebah yang hangus.
Tak lama kemudian jantungnya berdebar karena telinganya yang menempel lantai mendengar suara-suara gerakan kaki. Ada orang-orang datang menghampirinya! Tepat seperti yang diharapkannya, muncullah dua orang kakek itu bersama enam orang kerdil lain.
Mereka segera menghampiri dan merubungnya, bahkan ada tangan yang menyentuh dada dan pergelangan tangannya. Cepat Sin Liong menggunakan ilmunya, menghentikan detik jantung dan pernapasannya.
"Dia telah mati...!!" Terdengar suara di atasnya. Dia tidak melihat siapa yang bicara karena dia rebah miring.
"Kita laporkan kepada Lihiap!" terdengar suara kakek berjenggot panjang.
Pada saat itu, Sin Liong membalikkan tubuhnya, tangannya menyambar dan dia telah menangkap lengan seorang kerdil, lalu menotoknya roboh. Tujuh orang kerdil yang lain terkejut sekali, berloncatan dan lenyap di balik dinding melalui pintu-pintu rahasia, meninggalkan Si Kerdil yang telah roboh tertotok.
Memang Sin Liong hanya membutuhkan seorang saja. Dia lalu mengangkat bangun orang itu, membebaskan totokannya dan menghardik, "Hayo tunjukkan aku di mana temanku wanita itu ditawan!"
Orang kerdil itu menjadi pucat dan menggeleng-geleng kepalanya. "Aku,.. aku tidak tahu...."
"Bohong! Hayo katakan, aku hanya ingin menolong dan membebaskannya. Kalau kau mengaku terus terang, aku akan membebaskanmu,"
"Aku... aku tidak berani...." kemudian orang itu berkata, suaranya mengandung rasa takut dan dia menoleh ke kanan kiri seolah-olah takut kata-katanya terdengar oleh dinding di kanan kirinya.
"Hemm, aku tahu. Kalau kau mengaku, engkau takut dihukum oleh atasanmu. Akan tetapi kau menunjukkan tempat itu karena kupaksa dan mereka tentu tahu akan hal itu."
"Aku... aku takut... takut disiksa...." orang itu berkata setengah menangis.
Sin Liong menjadi gemas. Orang yang pengecut ini memaksa dia harus mengeraskan hati, Apa boleh buat, demi keselamatan Swat Hong! Dia lalu menggunakan jarinya memijit tengkuk orang itu, memijit jalan darah sambil berkata, "Kau hanya takut kepada mereka dan tidak takut kepadaku? Nah, kautunjukkan atau kubiarkan kau tersiksa seperti ini selama hidupmu!"
Orang itu menyeringai, makin lama makin lebar dan tubuhnya menggeliat-geliat menahan rasa nyeri yang menyerang tubuhnya. Akan tetapi, rasa nyeri itu tidak dapat ditahannya lagi dan dia roboh terguling, menggeliat dan berkelojotan seperti orang sekarat, mulutnya merintih, "Bebaskan aku... atau bunuh aku saja...."
Sin Liong merasa kasihan sekali, akan tetapi dia mengeraskan hatinya. "Aku tidak akan membunuhmu dan juga tidak akan menyembuhkanmu. Kalau kau tidak mau menunjukkan tempat sahabatku itu, selama hidup kau akan menderita seperti ini!"
"Tolong.. aduhhh.. baik, tempatnya.. tapi.. tapi bebaskan dulu aku...."
Girang bukan main rasa hati Sin Liong. Dengan beberapa totokan dia membebaskan orang itu yang segera menggeliat dan memijit-mijit dadanya, kemudian memandang kepada Sin Liong penuh rasa takut dan ngeri.
"Aku akan menunjukkan tempatnya, akan tetapi.., kau harus tahu bahwa kalau gadis itu sudah mati, maka bukanlah aku pembunuhnya."
Tentu saja kata-kata ini membuat Sin Liong terkejut bukan main. Dia tidak mau banyak bicara lagi melainkan berkata dengan suara terengah. "Lekas tunjukkan...!" Dan dia menyambar pergelangan tangan orang itu agar jangan sampai melarikan diri melalui tempat-tempat rahasia.
Orang kerdil itu mengajak Sin Liong berlari melalui lorong-lorong dan ternyata lorong-lorong itu amat ruwet bangunannya, berbelit-belit dan banyak sekali persimpangannya.
Pantas saja dia tidak berhasil, pikir Sin Liong dan merasa kagum. Lorong rahasa ini memang amat hebat. Akhirnya setelah melalui jarak yang kurang lebih lima li jauhnya, tibalah mereka di dalam lorong yang tidak rata, lebar sempit dan di situ banyak terdapat gundukan-gundukan batu pedang dan dari atas bergantungan pula batu-batu yang runcing. Mereka berada di dalam guha-guha besar yang berbeda sekali dengan guha-guha darimana Sin Liong dan Swat Hong masuk. (Bersambung)
Yang paling menimbulkan sesal dalam hati Sin Liong adalah kenyataan bahwa penolakannya terhadap cinta kasih gadis-gadis itu tentu akan mendatangkan kekecewaan kepada mereka, namun dia pun yakin bahwa kekecewaan itu pun hanya akan sementara saja sifatnya. Kalau mereka, termasuk Swat Hong, sudah tertarik kepada seorang laki-laki lain, kekecewaan itu pun akan lenyap tanpa bekas lagi.
Cuaca tidak segelap tadi, tanda bahwa agaknya malam telah terganti pagi. Untuk melanjutkan siasatnya, Sin Liong lalu merebahkan diri di bawah obor yang telah padam rebah di antara bangkai-bangkai lebah yang hangus.
Tak lama kemudian jantungnya berdebar karena telinganya yang menempel lantai mendengar suara-suara gerakan kaki. Ada orang-orang datang menghampirinya! Tepat seperti yang diharapkannya, muncullah dua orang kakek itu bersama enam orang kerdil lain.
Mereka segera menghampiri dan merubungnya, bahkan ada tangan yang menyentuh dada dan pergelangan tangannya. Cepat Sin Liong menggunakan ilmunya, menghentikan detik jantung dan pernapasannya.
"Dia telah mati...!!" Terdengar suara di atasnya. Dia tidak melihat siapa yang bicara karena dia rebah miring.
"Kita laporkan kepada Lihiap!" terdengar suara kakek berjenggot panjang.
Pada saat itu, Sin Liong membalikkan tubuhnya, tangannya menyambar dan dia telah menangkap lengan seorang kerdil, lalu menotoknya roboh. Tujuh orang kerdil yang lain terkejut sekali, berloncatan dan lenyap di balik dinding melalui pintu-pintu rahasia, meninggalkan Si Kerdil yang telah roboh tertotok.
Memang Sin Liong hanya membutuhkan seorang saja. Dia lalu mengangkat bangun orang itu, membebaskan totokannya dan menghardik, "Hayo tunjukkan aku di mana temanku wanita itu ditawan!"
Orang kerdil itu menjadi pucat dan menggeleng-geleng kepalanya. "Aku,.. aku tidak tahu...."
"Bohong! Hayo katakan, aku hanya ingin menolong dan membebaskannya. Kalau kau mengaku terus terang, aku akan membebaskanmu,"
"Aku... aku tidak berani...." kemudian orang itu berkata, suaranya mengandung rasa takut dan dia menoleh ke kanan kiri seolah-olah takut kata-katanya terdengar oleh dinding di kanan kirinya.
"Hemm, aku tahu. Kalau kau mengaku, engkau takut dihukum oleh atasanmu. Akan tetapi kau menunjukkan tempat itu karena kupaksa dan mereka tentu tahu akan hal itu."
"Aku... aku takut... takut disiksa...." orang itu berkata setengah menangis.
Sin Liong menjadi gemas. Orang yang pengecut ini memaksa dia harus mengeraskan hati, Apa boleh buat, demi keselamatan Swat Hong! Dia lalu menggunakan jarinya memijit tengkuk orang itu, memijit jalan darah sambil berkata, "Kau hanya takut kepada mereka dan tidak takut kepadaku? Nah, kautunjukkan atau kubiarkan kau tersiksa seperti ini selama hidupmu!"
Orang itu menyeringai, makin lama makin lebar dan tubuhnya menggeliat-geliat menahan rasa nyeri yang menyerang tubuhnya. Akan tetapi, rasa nyeri itu tidak dapat ditahannya lagi dan dia roboh terguling, menggeliat dan berkelojotan seperti orang sekarat, mulutnya merintih, "Bebaskan aku... atau bunuh aku saja...."
Sin Liong merasa kasihan sekali, akan tetapi dia mengeraskan hatinya. "Aku tidak akan membunuhmu dan juga tidak akan menyembuhkanmu. Kalau kau tidak mau menunjukkan tempat sahabatku itu, selama hidup kau akan menderita seperti ini!"
"Tolong.. aduhhh.. baik, tempatnya.. tapi.. tapi bebaskan dulu aku...."
Girang bukan main rasa hati Sin Liong. Dengan beberapa totokan dia membebaskan orang itu yang segera menggeliat dan memijit-mijit dadanya, kemudian memandang kepada Sin Liong penuh rasa takut dan ngeri.
"Aku akan menunjukkan tempatnya, akan tetapi.., kau harus tahu bahwa kalau gadis itu sudah mati, maka bukanlah aku pembunuhnya."
Tentu saja kata-kata ini membuat Sin Liong terkejut bukan main. Dia tidak mau banyak bicara lagi melainkan berkata dengan suara terengah. "Lekas tunjukkan...!" Dan dia menyambar pergelangan tangan orang itu agar jangan sampai melarikan diri melalui tempat-tempat rahasia.
Orang kerdil itu mengajak Sin Liong berlari melalui lorong-lorong dan ternyata lorong-lorong itu amat ruwet bangunannya, berbelit-belit dan banyak sekali persimpangannya.
Pantas saja dia tidak berhasil, pikir Sin Liong dan merasa kagum. Lorong rahasa ini memang amat hebat. Akhirnya setelah melalui jarak yang kurang lebih lima li jauhnya, tibalah mereka di dalam lorong yang tidak rata, lebar sempit dan di situ banyak terdapat gundukan-gundukan batu pedang dan dari atas bergantungan pula batu-batu yang runcing. Mereka berada di dalam guha-guha besar yang berbeda sekali dengan guha-guha darimana Sin Liong dan Swat Hong masuk. (Bersambung)
(dwi)