Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 9
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
"Celaka," pikirnya. "Kita telah terjebak!" Akan tetapi karena dia harus dapat menemukan sumoinya yang dia khawatirkan terjeblos ke dalam perangkap orang-orang kerdil. Sin Liong tanpa ragu-ragu memilih jalan ke kanan. Setelah kini matanya terbiasa, ternyata terowongan itu tidaklah terlalu gelap benar. Ada sinar matahari yang masuk dan memantul sampai ke dalam terowongan, entah dari mana masuknya sinar itu. Dia berjalan agak cepat ke depan dan terowongan yang dipilihnya itu ternyata berakhir pula dengan simpangan, kini simpang empat!
"Aihhh...!" dia mengeluh lalu mengerahkan khikangnya berteriak memanggil, "Sumoi...!!" Gema suaranya mengaung dan membuat panggilannya itu tidak jelas lagi, mirip auman suara harimau marah!
Dia lari memasuki terowongan sebelah kiri setelah meneliti ke bawah tidak melihat bekas tapak sepatu sumo nya saking banyaknya tapak kaki di situ, tapak kaki kecil-kecil dari orang-orang kerdil. Terowongan ini panjang sekali, menurut taksirannya tentu tidak kurang dari dua li jauhnya dan hatinya makin risau. Sudah begini lama dan jauh dia mengejar dan mencari Swat Hong, akan tetapi bekas dan jejaknya pun belum ditemukan.
"Sumoi...!!" Dia berteriak lagi kuat-kuat ketika lorong itu berakhir di sebuah ruangan bawah tanah atau dalam gunung yang cukup lebar. Sebagai jawabannya, tiba-tiba terdengar suara berdesingan dan dari depan, kanan dan kiri menyambar sinar-sinar hitam.
Pandang mata yang tajam dari Sin Liong dapat melihat bahwa benda-benda bersinar itu adalah anak panah-anak panah yang dilepas dari tempat rahasia. Cepat dia memutar tongkat pendek yang berubah menjadi segulung sinar yang melindungi seluruh tubuhnya.
Sampai beberapa lama dia menangkis dan akhirnya penyerangan gelap itu pun berhenti. Di ruangan itu kini penuh dengan anak panah hitam yang agaknya beracun. Dia bergidik. Bagaimana nasib sumoinya di tempat berbahaya ini?
"Sumoi...!!" Dia segera membalikkan tubuhnya karena ruangan itu merupakan jalan buntu, lalu berlari kembali melalui terowongan yang panjangnya ada dua li itu sampai dia tiba di jalan simpang empat tadi, kini dia memilih terowongan kedua sambil berteriak-teriak memanggil nama sumoinya.
"Swat Hong...! Han Swat Hong...!!" Panggilan ini dia lakukan dengan pengerahan khikang sekuatnya sehingga dinding terowongan itu menjadi tergetar karenanya.
Namun tidak ada jawaban melainkan gema suaranya sendiri yang melengking panjang. Sin Liong menjadi panik, matanya terbelalak dan mukanya pucat. Baru sekali ini dia merasa sedemikian gelisahnya dan dia menyesali diri sendiri mengapa dia tadi tidak melarang sumoinya memasuki guha-guha rahasia penuh jebakan ini, kalau perlu melarang dengan kekerasan!
Dia berlari terus dengan hati gelisah, akan tetapi dengan kewaspadaan penuh karena dia maklum bahwa tempat itu merupakan tempat rahasia yang amat berbahaya, perpaduan antara kekuasaan alam dan manusia. Tak mungkin tangan manusia membuat guha-guha dan lorong-lorong batu dalam gunung ini, akan tetapi hasil ciptaan alam ini dipergunakan oleh manusia, diperbaiki dan bahkan dipasang jebakan-jebakan yang jahat!
"Haiiittt!" Sin Liong cepat meloncat ke atas, lalu meluncur kembali ke belakang sambil berjungkir balik dan jatuh berdiri kembali di jalan yang telah dilalui, terbelalak memandang ke depan. Kiranya secara tiba-tiba sekali, tentu digerakkan oleh alat rahasia yang terinjak olehnya tadi ketika berlari, di depannya telah terbuka lubang yang panjang ada tiga meter, terbuka tiba-tiba sehingga kalau dia tadi tidak berhasil dan lari terus, tentu akan terjeblos ke dalam jurang itu. Terdengar suara mendesis-desis dari dalam lubang yang hitam gelap, akan tetapi desis itu dan bau amis membuat Sin Liong bergidik dan tahulah dia bahwa di dalam lubang itu terdapat banyak ular berbisa! Jebakan yang amat keji!
"Keparat...!" desisnya dengan marah melihat kekejaman manusia kerdil itu yang tidak segan mempergunakan cara yang amat menjijikkan untuk mengalahkan lawan. Dia melompati lubang itu dan melanjutkan larinya. Ketika dia berjalan satu li lebih, lorong ini pun berhenti di jalan batu yang merupakan sebuah ruangan besar pula, bahkan ruangan ini cuacanya cukup terang, entah memperoleh sinar dari mana, agaknya ada lubang-lubang dari mana sinar matahari dapat masuk. (Bersambung)
"Celaka," pikirnya. "Kita telah terjebak!" Akan tetapi karena dia harus dapat menemukan sumoinya yang dia khawatirkan terjeblos ke dalam perangkap orang-orang kerdil. Sin Liong tanpa ragu-ragu memilih jalan ke kanan. Setelah kini matanya terbiasa, ternyata terowongan itu tidaklah terlalu gelap benar. Ada sinar matahari yang masuk dan memantul sampai ke dalam terowongan, entah dari mana masuknya sinar itu. Dia berjalan agak cepat ke depan dan terowongan yang dipilihnya itu ternyata berakhir pula dengan simpangan, kini simpang empat!
"Aihhh...!" dia mengeluh lalu mengerahkan khikangnya berteriak memanggil, "Sumoi...!!" Gema suaranya mengaung dan membuat panggilannya itu tidak jelas lagi, mirip auman suara harimau marah!
Dia lari memasuki terowongan sebelah kiri setelah meneliti ke bawah tidak melihat bekas tapak sepatu sumo nya saking banyaknya tapak kaki di situ, tapak kaki kecil-kecil dari orang-orang kerdil. Terowongan ini panjang sekali, menurut taksirannya tentu tidak kurang dari dua li jauhnya dan hatinya makin risau. Sudah begini lama dan jauh dia mengejar dan mencari Swat Hong, akan tetapi bekas dan jejaknya pun belum ditemukan.
"Sumoi...!!" Dia berteriak lagi kuat-kuat ketika lorong itu berakhir di sebuah ruangan bawah tanah atau dalam gunung yang cukup lebar. Sebagai jawabannya, tiba-tiba terdengar suara berdesingan dan dari depan, kanan dan kiri menyambar sinar-sinar hitam.
Pandang mata yang tajam dari Sin Liong dapat melihat bahwa benda-benda bersinar itu adalah anak panah-anak panah yang dilepas dari tempat rahasia. Cepat dia memutar tongkat pendek yang berubah menjadi segulung sinar yang melindungi seluruh tubuhnya.
Sampai beberapa lama dia menangkis dan akhirnya penyerangan gelap itu pun berhenti. Di ruangan itu kini penuh dengan anak panah hitam yang agaknya beracun. Dia bergidik. Bagaimana nasib sumoinya di tempat berbahaya ini?
"Sumoi...!!" Dia segera membalikkan tubuhnya karena ruangan itu merupakan jalan buntu, lalu berlari kembali melalui terowongan yang panjangnya ada dua li itu sampai dia tiba di jalan simpang empat tadi, kini dia memilih terowongan kedua sambil berteriak-teriak memanggil nama sumoinya.
"Swat Hong...! Han Swat Hong...!!" Panggilan ini dia lakukan dengan pengerahan khikang sekuatnya sehingga dinding terowongan itu menjadi tergetar karenanya.
Namun tidak ada jawaban melainkan gema suaranya sendiri yang melengking panjang. Sin Liong menjadi panik, matanya terbelalak dan mukanya pucat. Baru sekali ini dia merasa sedemikian gelisahnya dan dia menyesali diri sendiri mengapa dia tadi tidak melarang sumoinya memasuki guha-guha rahasia penuh jebakan ini, kalau perlu melarang dengan kekerasan!
Dia berlari terus dengan hati gelisah, akan tetapi dengan kewaspadaan penuh karena dia maklum bahwa tempat itu merupakan tempat rahasia yang amat berbahaya, perpaduan antara kekuasaan alam dan manusia. Tak mungkin tangan manusia membuat guha-guha dan lorong-lorong batu dalam gunung ini, akan tetapi hasil ciptaan alam ini dipergunakan oleh manusia, diperbaiki dan bahkan dipasang jebakan-jebakan yang jahat!
"Haiiittt!" Sin Liong cepat meloncat ke atas, lalu meluncur kembali ke belakang sambil berjungkir balik dan jatuh berdiri kembali di jalan yang telah dilalui, terbelalak memandang ke depan. Kiranya secara tiba-tiba sekali, tentu digerakkan oleh alat rahasia yang terinjak olehnya tadi ketika berlari, di depannya telah terbuka lubang yang panjang ada tiga meter, terbuka tiba-tiba sehingga kalau dia tadi tidak berhasil dan lari terus, tentu akan terjeblos ke dalam jurang itu. Terdengar suara mendesis-desis dari dalam lubang yang hitam gelap, akan tetapi desis itu dan bau amis membuat Sin Liong bergidik dan tahulah dia bahwa di dalam lubang itu terdapat banyak ular berbisa! Jebakan yang amat keji!
"Keparat...!" desisnya dengan marah melihat kekejaman manusia kerdil itu yang tidak segan mempergunakan cara yang amat menjijikkan untuk mengalahkan lawan. Dia melompati lubang itu dan melanjutkan larinya. Ketika dia berjalan satu li lebih, lorong ini pun berhenti di jalan batu yang merupakan sebuah ruangan besar pula, bahkan ruangan ini cuacanya cukup terang, entah memperoleh sinar dari mana, agaknya ada lubang-lubang dari mana sinar matahari dapat masuk. (Bersambung)
(dwi)