Multifaktor Penyebab Stunting, Cegah Sedini Mungkin

Sabtu, 13 Januari 2024 - 01:30 WIB
Adapun untuk anak berusia 12-23 bulan yang diberikan susu selain ASI, susu yang diberikan sebaiknya merupakan susu hewani. Dalam keterangannya disebutkan bahwa produk susu termasuk cairan susu hewani, adalah bagian dari pola makan beragam yang berkontribusi pada kecukupan gizi.

Hal yang juga penting dilakukan adalah mencegah terjadinya stunting. Kemenkes sendiri disebutkan Fauzi memiliki 11 intervensi spesifik untuk mencegah terjadinya stunting mulai dari masa kehamilan, sebelum lahir, dan setelah melahirkan. “Intervensinya bahkan dimulai sejak masih remaja putri, yaitu dengan memberikan tablet tambah darah (TTD) untuk mencegah anemia," ungkapnya.

Remaja putri dengan anemia tentunya akan berisiko mengalami anemi pada saat hamil bila tidak diobati. Inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stunting dari masa kehamilan. Untuk itu menurut Lucia, merencanakan kehamilan juga menjadi faktor penting dalam mencegah terjadinya stunting.

“Karena ibunya akan rajin memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan. Setelah melahirkan, ibunya akan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan dan tetap memberikan ASI hingga 2 tahun. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan MPASI yang tinggi protein hewani," ucapnya.

Intervensi dini juga dilakukan oleh BKKBN pada calon pengantin melalui program Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (Elsimil). Dijelaskan Edi, ini adalah perangkat berbasis aplikasi dan website untuk menskrining status kesehatan calon pengantin. Kalau sudah ideal akan dikeluarkan sertifikat siap nikah siap hamil.

Lantas untuk calon pengantin yang status kesehatannya tidak ideal apakah berarti tidak boleh menikah?

“Tetap boleh menikah, tetapi dalam pengawasan tim pendamping keluarga. Harapannya tidak hamil dulu, maksimal 3 bulan sampai status kesehatannya membaik. Mereka juga diedukasi apa risikonya kalau tetap hamil, misal ibu yang anemia akan melahirkan anak yang stunting dan sebagainya," ujarnya.

Selain itu BKKBN juga memiliki Tim Pendamping Keluarga yang ada di semua desa. Tim ini terdiri dari bidan desa atau tenaga kesehatan, kader BKKBN dan kader PKK. Tugasnya, sambung Edi, adalah mengawal dan mendampingi keluarga yang punya anak stunting atau berisiko stunting.

Sementara program intervensi gizi yang dilakukan BKKBN adalah Dapur Sehat Atasi Stunting (Dasat). Konsepnya adalah menghidupkan sumber pangan bergizi yang ada di wilayah tersebut. Misalnya satu daerah berbasis talas, maka dibuatlah makanan bergizi dengan bahan utama talas yang dicampur ikan, telur, atau daging ayam.

“Ini dikelola oleh Kampoeng KB dan makanan begizi tersebut didistribusikan ke anak yang stunting atau berisiko stunting," paparnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More