Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga dari Ancaman DBD
Kamis, 01 Februari 2024 - 01:00 WIB
Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyatrakat, komitmen pemerintah dan kajian. Oleh karena itu, pemerintah secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus. Sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif.
Namun, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin. Pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD.
"Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’. Maka, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan dengue di lingkungannya masing-masing,” ujar Prof. Dante.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI DR. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS menuturkan bahwa pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit.
"Mencakup aktivitas seperti pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit, penguatan health security, peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat. Program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025)," ucap DR Maxi.
Mendukung pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Dante dan dr. Maxi, Bupati Kabupaten Tabalong Dr. Drs. H. Anang Syakhfiani, M.Si, menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam menyukseskan pengendalian dan pencegahan dengue di Indonesia. Program 3M Plus terbukti efektif dalam menanggulangi permasalahan dengue di Indonesia. Tetapi tanpa adanya partisipasi dan komitmen dari masyarakat dalam menjalankannya, program ini belum dapat menjangkau kesuksesan seutuhnya.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D., memaparkan bahwa beban biaya yang harus ditanggung oleh BPJS dalam hal hospitalisasi dan pengobatan dengue cukup tinggi.
“Di tahun 2023, pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penanganan dengue mencapai Rp 1,3 triliun. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya Rp 626 milyar. Untuk itu, kami sangat menyambut baik inisiatif diskusi publik ini, agar kita dapat bersama-sama mencari solusi efisiensi beban penyakit dengue, dan melihat bagaimana BPJS dapat berperan lebih jauh dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat Indonesia. BPJS Kesehatan juga tentu akan ikut serta mewujudkan aksi bersama menuju ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030," ungkapnya.
Namun, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin. Pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD.
Baca Juga
"Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’. Maka, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan dengue di lingkungannya masing-masing,” ujar Prof. Dante.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI DR. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS menuturkan bahwa pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit.
"Mencakup aktivitas seperti pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit, penguatan health security, peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat. Program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025)," ucap DR Maxi.
Mendukung pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Dante dan dr. Maxi, Bupati Kabupaten Tabalong Dr. Drs. H. Anang Syakhfiani, M.Si, menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam menyukseskan pengendalian dan pencegahan dengue di Indonesia. Program 3M Plus terbukti efektif dalam menanggulangi permasalahan dengue di Indonesia. Tetapi tanpa adanya partisipasi dan komitmen dari masyarakat dalam menjalankannya, program ini belum dapat menjangkau kesuksesan seutuhnya.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D., memaparkan bahwa beban biaya yang harus ditanggung oleh BPJS dalam hal hospitalisasi dan pengobatan dengue cukup tinggi.
“Di tahun 2023, pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penanganan dengue mencapai Rp 1,3 triliun. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya Rp 626 milyar. Untuk itu, kami sangat menyambut baik inisiatif diskusi publik ini, agar kita dapat bersama-sama mencari solusi efisiensi beban penyakit dengue, dan melihat bagaimana BPJS dapat berperan lebih jauh dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat Indonesia. BPJS Kesehatan juga tentu akan ikut serta mewujudkan aksi bersama menuju ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030," ungkapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda