Selama Masa PJJ Kondisi Psikis Siswa Perlu Diperhatikan
Senin, 28 September 2020 - 12:32 WIB
JAKARTA - Seri webinar dengan topik pendidikan berjudul Penerapan Kurikulum Darurat pada Masa Pembelajaran Jarak Jauh, beberapa hari lalu telah digelar Acer Indonesia. Diangkatnya topik tersebut lantaran setelah sekian bulan menjalani masa pandemi, Indonesia menghadapi sejumlah penyesuaian di berbagai bidang, salah satunya di pendidikan .
(Baca juga: Unconquered, Serangan Oktan Tinggi Kataklysm )
Selama masa kenormalan baru, penyesuaian di dunia pendidikan turut membawa sejumlah masalah. Beranjak dari hal ini, Acer ingin memfasilitasi, menyediakan wadah untuk berbagi informasi dan diskusi demi berjalannya pendidikan yang baik di kondisi khusus seperti ini berbentuk webinar dan situs berbagi informasi khusus bagi para guru yaitu Guraru.
Dalam webinar, Acer menghadirkan para pembicara yang kompeten dalam bidangnya seperti Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dikdas Kemendikbud RI , Dr. Rachmadi Widdiharto M.A; Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI Jakarta, Iwan Ridwan; dan Aulia Wijiasih sebagai Education for Sustainable Development (ESD) Specialist.
Dalam acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam, dibagikan beberapa temuan yang menarik yang ditemukan masing-masing pembicara. Seperti yang dijabarkan Rachmadi yang sekaligus membuka sesi presentasi. Rachmadi memaparkan bahwa Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran No 4 Tahun 2020 yang memberi panduan atas penyesuaian kebijakan pendidikan masa pandemi.
Terdapat dua prinsip yang ingin diinformasikan dalam Surat Edaran tersebut. Pertama, para tenaga pengajar harus menjunjung keselamatan dan kesejahteraan siswa. Di mana penyesuaian bentuk pengajaran atau penyampaian kurikulum secara jarak jauh tidak menciptakan lebih banyak stres dan kecemasan bagi siswa sendiri dan keluarganya.
Sedangkan yang kedua adalah untuk tetap realistis. Artinya tenaga pengajar atau guru memiliki ekspektasi realistis mengenai apa yang dapat dicapai dan menggunakan penilaian profesional dari rencana pembelajaran yang dijalankan.
Dalam kegiatan yang sama, Iwan menekankan bahwa pemberlakuan kurikulum dalam kondisi khusus ini diciptakan untuk memberikan relaksasi ke para guru dan orang tua. Pasalnya, perubahan secara tiba-tiba tentu memberikan rasa tidak nyaman, sehingga diharapkan dengan adanya kurikulum dalam kondisi khusus ini bisa meminimalisir dampak buruk belajar mengajar secara jarak jauh.
"Para satuan guru sebaiknya melakukan penilaian diagnostik, untuk mengetahui kondisi psikis siswa. Sebab dalam kondisi ini guru tidak mengetahui bagaimana kondisi lingkungan belajar siswa-siswanya. Kemudian tetap melakukan penilaian kompetensi, atau mengukur capaian dan kemampuan siswa seperti biasa yang dilakukan," terang Iwan.
(Baca juga: Unconquered, Serangan Oktan Tinggi Kataklysm )
Selama masa kenormalan baru, penyesuaian di dunia pendidikan turut membawa sejumlah masalah. Beranjak dari hal ini, Acer ingin memfasilitasi, menyediakan wadah untuk berbagi informasi dan diskusi demi berjalannya pendidikan yang baik di kondisi khusus seperti ini berbentuk webinar dan situs berbagi informasi khusus bagi para guru yaitu Guraru.
Dalam webinar, Acer menghadirkan para pembicara yang kompeten dalam bidangnya seperti Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dikdas Kemendikbud RI , Dr. Rachmadi Widdiharto M.A; Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI Jakarta, Iwan Ridwan; dan Aulia Wijiasih sebagai Education for Sustainable Development (ESD) Specialist.
Dalam acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam, dibagikan beberapa temuan yang menarik yang ditemukan masing-masing pembicara. Seperti yang dijabarkan Rachmadi yang sekaligus membuka sesi presentasi. Rachmadi memaparkan bahwa Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran No 4 Tahun 2020 yang memberi panduan atas penyesuaian kebijakan pendidikan masa pandemi.
Terdapat dua prinsip yang ingin diinformasikan dalam Surat Edaran tersebut. Pertama, para tenaga pengajar harus menjunjung keselamatan dan kesejahteraan siswa. Di mana penyesuaian bentuk pengajaran atau penyampaian kurikulum secara jarak jauh tidak menciptakan lebih banyak stres dan kecemasan bagi siswa sendiri dan keluarganya.
Sedangkan yang kedua adalah untuk tetap realistis. Artinya tenaga pengajar atau guru memiliki ekspektasi realistis mengenai apa yang dapat dicapai dan menggunakan penilaian profesional dari rencana pembelajaran yang dijalankan.
Dalam kegiatan yang sama, Iwan menekankan bahwa pemberlakuan kurikulum dalam kondisi khusus ini diciptakan untuk memberikan relaksasi ke para guru dan orang tua. Pasalnya, perubahan secara tiba-tiba tentu memberikan rasa tidak nyaman, sehingga diharapkan dengan adanya kurikulum dalam kondisi khusus ini bisa meminimalisir dampak buruk belajar mengajar secara jarak jauh.
"Para satuan guru sebaiknya melakukan penilaian diagnostik, untuk mengetahui kondisi psikis siswa. Sebab dalam kondisi ini guru tidak mengetahui bagaimana kondisi lingkungan belajar siswa-siswanya. Kemudian tetap melakukan penilaian kompetensi, atau mengukur capaian dan kemampuan siswa seperti biasa yang dilakukan," terang Iwan.
tulis komentar anda