Atasi Badai Sitokin dengan Metode Sel Punca, Begini Cara Kerjanya!
Rabu, 01 September 2021 - 15:48 WIB
"Penerapan SPM tidak memiliki efek samping sama sekali dan menjadi harapan baru bagi pasien Covid-19, terutama yang memiliki penyakit penyerta," terangnya.Selain itu, SPM memiliki kemampuan melakukan regenerasi dan transdiferensiasi atau pembaruan sel, berperan sebagai imunoregulator yang digunakan untuk booster, hingga dapat melakukan penyesuaian sel.
"Kemudian, mensekresi faktor pertumbuhan sitokin, sehingga lebih cepat dalam menghambat badai sitokin, dan mampu melakukan komunikasi sel. Hal yang menarik adalah sel punca memiliki efek parakrin yang bisa merangsang sel punca endogennya untuk berkembang,” tuturnya.Saat disuntikkan ke dalam tubuh, lanjutnya, SPM melepaskan sekretom, yang terdiri atas lipid, protein, asam nukleat bebas, dan kendaraan ekstraseluler. Sehingga mampu memberikan keberlangsungan hidup.
Meski demikian, sel punca bukan tanpa kekurangan. Di samping khasiatnya yang bisa meningkatkan imun dan membantu proses penyembuhan, penyimpanan sel punca sangat sensitif. Selain memerlukan pendingin khusus bernitrogen dalam penyimpananannya. Sel punca tak bisa selalu siap untuk digunakan dalam jumlah banyak, serta dalam kondisi darurat.
"Waktu dan biaya untuk ekspansi dan pemeliharaan lebih mahal dan memerlukan skrining ketat untuk menghindari reaksi alergi dan tumorogenesis," imbuh dokter.Hingga berita ditulis, dr Ismail mengatakan pihak FKUI sedang mengurus izin terapi SPM pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Ia mengharapkan, ke depan sel punca bisa menjadi bagian penting dalam proses pencegahan risiko penularan dan kematian, sekaligus pengobatan Covid-19.
Senada, Dekan Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial S menjelaskan saat ini belum ada sel punca yang mendapat rekomendasi oleh BPOM untuk pengobatan Covid-19 atau digunakan sebagai booster Covid-19.
Karena itu penggunaannya masih terbatas dan hanya untuk kepentingan uji klinis, serta kebutuhan terkait pelayanan yang berbasis riset kedokteran semata, termasuk digunakan di empat rumah sakit di Jakarta."Metode yang digunakan dalam uji klinisnya adalah suntik, seperti vaksinasi," tutur Ari kepada wartawan.
Ari memaparakan, saat disuntik ke tubuh, sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik yang menyebabkan terjadinya pergeseran sel radang menjadi non-radang. Artinya, sel punca memang memiliki bakat untuk memperbaiki sel yang rusak di dalam tubuh serta memperkuat kondisinya.
"Pada prinsipnya, pemberian sel punca dapat menyeimbangkan proses peradangan yang terjadi pada kondisi distress respiratory syndrome akut, yang ditandai dengan peradangan paru yang luas, pembengkakan paru, dan pembentukan membran hyalin," tutupnya.
"Kemudian, mensekresi faktor pertumbuhan sitokin, sehingga lebih cepat dalam menghambat badai sitokin, dan mampu melakukan komunikasi sel. Hal yang menarik adalah sel punca memiliki efek parakrin yang bisa merangsang sel punca endogennya untuk berkembang,” tuturnya.Saat disuntikkan ke dalam tubuh, lanjutnya, SPM melepaskan sekretom, yang terdiri atas lipid, protein, asam nukleat bebas, dan kendaraan ekstraseluler. Sehingga mampu memberikan keberlangsungan hidup.
Meski demikian, sel punca bukan tanpa kekurangan. Di samping khasiatnya yang bisa meningkatkan imun dan membantu proses penyembuhan, penyimpanan sel punca sangat sensitif. Selain memerlukan pendingin khusus bernitrogen dalam penyimpananannya. Sel punca tak bisa selalu siap untuk digunakan dalam jumlah banyak, serta dalam kondisi darurat.
"Waktu dan biaya untuk ekspansi dan pemeliharaan lebih mahal dan memerlukan skrining ketat untuk menghindari reaksi alergi dan tumorogenesis," imbuh dokter.Hingga berita ditulis, dr Ismail mengatakan pihak FKUI sedang mengurus izin terapi SPM pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Ia mengharapkan, ke depan sel punca bisa menjadi bagian penting dalam proses pencegahan risiko penularan dan kematian, sekaligus pengobatan Covid-19.
Senada, Dekan Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial S menjelaskan saat ini belum ada sel punca yang mendapat rekomendasi oleh BPOM untuk pengobatan Covid-19 atau digunakan sebagai booster Covid-19.
Karena itu penggunaannya masih terbatas dan hanya untuk kepentingan uji klinis, serta kebutuhan terkait pelayanan yang berbasis riset kedokteran semata, termasuk digunakan di empat rumah sakit di Jakarta."Metode yang digunakan dalam uji klinisnya adalah suntik, seperti vaksinasi," tutur Ari kepada wartawan.
Ari memaparakan, saat disuntik ke tubuh, sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik yang menyebabkan terjadinya pergeseran sel radang menjadi non-radang. Artinya, sel punca memang memiliki bakat untuk memperbaiki sel yang rusak di dalam tubuh serta memperkuat kondisinya.
"Pada prinsipnya, pemberian sel punca dapat menyeimbangkan proses peradangan yang terjadi pada kondisi distress respiratory syndrome akut, yang ditandai dengan peradangan paru yang luas, pembengkakan paru, dan pembentukan membran hyalin," tutupnya.
(wur)
Lihat Juga :
tulis komentar anda