Hari Pendengaran Sedunia 2022, Guru Besar UI: Kasus Bayi Lahir Tuli 1 per 1.000 Kelahiran di Indonesia
Selasa, 01 Maret 2022 - 12:47 WIB
"Kemenkes sebetulnya sudah melakukan vaksinasi rubella, tapi cakupannya masih sangat rendah di beberapa wilayah dan ini meningkatkan risiko bayi lahir tuli di daerah tersebut," ungkap Prof Jenny.
Lebih lanjut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Elvieda Sariwati menyatakan bahwa faktor penyebab bayi lahir tuli lainnya adalah bayi lahir berat badan rendah.
"Ya, bayi yang lahir dengan berat badan rendah berisiko tinggi mengalami tuli. Karena itu, diperlukan pemeriksaan rutin untuk bayi dengan kondisi ini," kata Elvieda.
Skrining bayi dari adanya risiko gangguan pendengaran termasuk tuli dilakukan setelah bayi lahir ke dunia. Setelah itu, bayi akan dipantau per 3 bulan dan 6 bulan.
"Di usia 6 bulan, diagnosis bayi harus keluar. Artinya, apakah si bayi itu memiliki gangguan pendengaran atau tidak. Kalau ada, langsung diintervensi dan semakin cepat deteksi ditemukan, semakin baik hasil penanganannya nanti," tambah Prof Jenny.
Lebih lanjut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Elvieda Sariwati menyatakan bahwa faktor penyebab bayi lahir tuli lainnya adalah bayi lahir berat badan rendah.
"Ya, bayi yang lahir dengan berat badan rendah berisiko tinggi mengalami tuli. Karena itu, diperlukan pemeriksaan rutin untuk bayi dengan kondisi ini," kata Elvieda.
Skrining bayi dari adanya risiko gangguan pendengaran termasuk tuli dilakukan setelah bayi lahir ke dunia. Setelah itu, bayi akan dipantau per 3 bulan dan 6 bulan.
"Di usia 6 bulan, diagnosis bayi harus keluar. Artinya, apakah si bayi itu memiliki gangguan pendengaran atau tidak. Kalau ada, langsung diintervensi dan semakin cepat deteksi ditemukan, semakin baik hasil penanganannya nanti," tambah Prof Jenny.
(hri)
tulis komentar anda